Melihat Ekonomi Israel dan Palestina usai Genderang Perang Ditabuh
:extract_focal()/https%3A%2F%2Fakcdn.detik.net.id%2Fvisual%2F2023%2F10%2F07%2Fhamas-palestina-serang-israel-2_169.jpeg%3Fw%3D400%26q%3D90)
Hubungan Israel dan Palestina kian memanas setelah serangan pasukan Hamas pada Sabtu (7/10) lalu.
Serangan militan Palestina, Hamas, ke Israel dilakukan melalui darat, laut, dan udara. Israel menyebut lebih dari 300 orang warga tewas. Israel pun menyatakan perang pada Sabtu (9/10).
Sejauh ini Perserikatan Bangsa Bangsa, Amerika Serikat, Uni Eropa, Brasil, dan Ukraina mengecam serangan militan Palestina ke Israel. Sedangkan Iran menyatakan dukungan atas serangan militan Hamas ke Israel.
Di tengah konflik berkepanjangan, sejumlah negara telah mengakui Israel, di antaranya Turki, Yordania, Uni Emirat Arab (UEA), dan Mesir.
Sementara itu, Indonesia tidak mengakui Israel sebagai negara. Pada 1952, melalui kantor berita Antara, Indonesia secara terbuka menegaskan tidak ada niatan mengakui Israel sebagai negara karena solidaritas atas dukungan negara-negara Arab terhadap Jakarta saat masa-masa perjuangan kemerdekaan. Saat itu, Palestina dan sejumlah negara Arab lainnya menjadi yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia.
Namun, normalisasi hubungan Israel-Indonesia dinilai hampir terealisasi di era pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.
Saat itu, Gus Dur mengajak segenap rakyat Indonesia untuk memikirkan kembali betapa pentingnya menjalin hubungan dengan Israel demi membantu perjuangan Palestina untuk merdeka.
Menurut Gus Dur, Indonesia tidak mungkin berperan dalam perdamaian Palestina dan Israel jika tidak menjalin hubungan diplomatik dengan kedua negara itu.
Sampai saat ini, pemerintah Indonesia di depan publik masih terus mengutuk keras Israel dan menegaskan tak ada niatan menjalin hubungan dengan negara Zionis itu. Namun, laporan soal penjajakan hubungan diplomatik antara kedua negara kerap muncul dari laporan media-media asing, terutama media Israel, selama beberapa tahun terakhir.
Di tengah konflik yang memanas, bagaimana kondisi perekonomian Israel dan Palestina?
Ekonomi Israel
Mengutip data Trading Economics, Produk Domestik Bruto (PDB) Israel mencapai US$522,03 miliar pada 2022. Jumlah itu mewakili 0,23 persen perekonomian dunia.
PDB Israel naik setiap tahunnya, dari US$488,5 miliar (2021), US$413,27 (2020), US$402,4 miliar (2019), dan US$376,6 miliar (2018).
Sementara PDB per kapita Israel tercatat sebesar US$42.594 pada 2022, naik dari US$40.802 pada tahun sebelumnya.
Di tengah kenaikan PDB, inflasi Israel tercatat fluktuatif. Pada Agustus 2023, inflasi mencapai 4,1 persen, naik dari 3,3 persen pada Juli 2023. Sementara pada Juni inflasi mencapai 4,2 persen, 4,6 persen pada Mei, dan 5 persen pada April.
Pada 2022, jumlah penduduk Israel mencapai 9,6 juta orang, naik dari 9,3 juta pada tahun sebelumnya. Melansir situs Kementerian Luar Negeri Israel, industri negara tersebut saat ini didominasi oleh manufaktur.
Berbeda dengan kebanyakan negara maju yang jumlah pekerja di industri tetap stabil atau berkurang pada awal 1990-an, jumlah orang yang bekerja di Israel terus bertambah, dengan lebih dari 25 persen tenaga kerja industri bekerja di bidang manufaktur berteknologi tinggi.
Dalam dua dekade terakhir, hasil industri Israel telah mencapai kemajuan tingkat internasional di bidang elektronik medis, agroteknologi, telekomunikasi, bahan kimia, perangkat keras dan perangkat lunak komputer, serta pemotongan dan pemolesan berlian.
Ekonomi Palestina
Sementara itu, Palestina memiliki PDB sebesar US$19,11 miliar pada 2022, naik dari US$18,11 miliar (2021), US$15,53 miliar (2020), US$17,13 miliar (2019), dan US$16,28 miliar (2018).
Sedangkan, PDB per kapitanya mencapai US$3.095 pada 2022, naik dari US$3.051 pada tahun sebelumnya.
Sementara inflasi Palestina terus meningkat, yaitu 4,9 persen (Agustus 2023), 3,63 persen (Juli 2023), 3,11 persen (Juni 2023), dan 3,86 persen (Mei 2023).
Mengutip laporan Bank Dunia, ekonomi negara berpopulasi 5,4 juta orang itu diperkirakan akan melemah pada tahun ini. Meskipun perekonomian terus meningkat sebesar 4 persen pada 2022, ketegangan di wilayah Palestina dan dampak invasi Rusia ke Ukraina terus menimbulkan risiko penurunan yang signifikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar