MOSKOW, iNews.id – Gagasan NATO untuk menerapkan “Zona Schengen Militer” di Eropa menuai reaksi serius dari Rusia. Kremlin menilai, wacana semacam itu telah meningkatkan ketegangan dan menimbulkan kekhawatiran di kawasan.
Sebelumnya, Kepala Komando Logistik NATO (JSEC), Letnan Jenderal Alexander Sollfrank, mengatakan bahwa dia menginginkan Eropa menerapkan kebijakan seperti Zona Schengen untuk militer. Dengan begitu, pasukan NATO dapat bergerak bebas di Benua Biru untuk melawan Rusia, jika sewaktu-waktu terjadi perang terbuka dengan Moskow.
Hal itu diungkapkan Sollfrank kepada Reuters, dalam sebuah wawancara yang diterbitkan pada Kamis (23/11/2023). Untuk diketahui, kebijakan Schengen selama ini diterapkan oleh Uni Eropa untuk membebaskan penduduk negara-negara anggotanya untuk melakukan perjalanan antarnegara di dalam wilayah tersebut dengan visa bersama.
Sollfrank mengatakan, dia khawatir jika terlalu banyak birokrasi di seluruh Eropa, hal itu akan menghambat pergerakan pasukan NATO. Situasi tersebut menurut dia bakal menjadi masalah yang dapat menyebabkan penundaan besar jika konflik dengan Rusia meletus.
Menanggapi hal itu, Juru Bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, Rusia akan merespons jika usulan “Zona Schengen Militer” menjadi kenyataan.
“Aliansi (NATO) ini selalu menganggap negara kami sebagai apa yang disebut musuh nosional. Sekarang mereka secara terbuka menganggap negara kami sebagai musuh yang nyata. (Pernyataan Sollfrank) ini tidak lebih dari sekadar memicu ketegangan di Eropa yang mempunyai konsekuensi,” kata Peskov kepada wartawan, Jumat (24/11/2023).
Dia menuturkan, gagasan “Zona Schengen Militer” semakin menunjukkan bahwa Eropa tidak mau mendengarkan kekhawatiran Rusia soal masalah keamanan regional. Eropa bahkan siap meningkatkan keamanannya sendiri dengan mengorbankan Rusia.
“NATO-lah yang terus-menerus memindahkan infrastruktur militernya ke arah perbatasan kami (Rusia). Bukan kami yang bergerak menuju infrastruktur NATO,” ujar Peskov.
“NATO bergerak ke arah kami. Dan ini pasti menimbulkan kekhawatiran dan mengarah pada tindakan pembalasan (dari Rusia) untuk menjamin keamanan kami sendiri,” kata dia.
Sejak berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet, NATO telah memperluas wilayahnya sekitar 1.000 km ke arah timur, mencakup negara-negara bekas Pakta Warsawa seperti Polandia dan negara-negara Baltik. NATO juga melipatgandakan panjang sayap timurnya menjadi beberapa negara, hingga totalnya kini 4.000 kilometer.
Saat ini, NATO secara aktif mendukung Ukraina dalam perang melawan Rusia. Kiev pun berharap suatu hari nanti dapat bergabung dengan aliansi militer pimpinan Amerika Serikat tersebut.
Namun NATO sendiri tidak ingin berperang dengan Rusia, lantaran para pemimpin Barat juga takut mengingat luasnya persenjataan nuklir yang dimiliki Moskow.
Editor : Ahmad Islamy Jamil
Follow Berita iNews di Google News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar