Partai Anti-Islam Pemenang Pemilu Belanda Kesulitan Bentuk Pemerintahan - Beritasatu
Partai Anti-Islam Pemenang Pemilu Belanda Kesulitan Bentuk Pemerintahan
Penulis: Surya Lesmana | Editor: LES

Den Haag, Beritasatu.com – Tugas berat menanti partai pemenang Pemilu Belanda, Partai Kebebasan (PVV) sayap kanan yang punya kebijakan anti-Islam, terutama setelah partai politik yang berkuasa saat ini pimpinan Perdana Menteri Mark Rutte menolak ajakan berkoalisi untuk membentuk pemerintahan.
Kemenagan PVV pimpinan politisi Geert Wilders ini menjadi sorotan dunia, setelah pelaksanaan Pemilu Belanda pada Rabu (22/11/2023) lalu. Kebijakan partai garis keras sayap kanan ini, seperti anti-Islam, anti-imigran, dan anti-Uni Eropa telah menuai kecaman.
Mimpi Geert Wilders untuk memimpin Pemerintahan Belanda koalisi sayap kanan mendapat pukulan, ketika Partai VVD yang liberal menolak ajakan untuk bergabung. Penolakan itu membuat Geert Wilders kini membutuhkan dukungan dari tiga partai lain untuk bisa membentuk pemerintahan.
Dengan perolehan 37 kursi parlemen hasil pemilu, perjalanan Geert Wilders masih panjang memperoleh dukungan 76 kursi yang diperlukan untuk pemerintahan koalisi yang stabil.
Wilders yang sudah mendekati Partai BBB, hampir dipastikan mendapat dukungan tujuh kursi dari mereka. Ia juga mendekati Partai Sosial Baru yang pro-reformasi, yang dipimpin Pieter Omtzigt untuk mendapat dukungan 20 kursi lainnya.
Bahkan jika Wilders mendapatkan dukungan dari Omtzigt, dia masih membutuhkan VVD dengan 24 kursinya.
Pemimpin VVD Dilan Yesilgoz mengatakan, para pemilih telah menyampaikan pesan yang jelas. “Pemenang besarnya adalah PVV dan NSC. Setelah 13 tahun, kita ditakdirkan untuk peran yang berbeda. Para pemilih seolah berkata, VVD duduklah di sini',” kata Yesilgoz.
Wilders (60), mengaku kecewa dengan keputusan VVD. “Ini tidak membuat segalanya menjadi lebih mudah. Membentuk pemerintahan sekarang mungkin membutuhkan waktu berbulan-bulan,” katanya.
Selain membentuk pemerintahan, pertanyaan lainnya adalah bisakah Wilders menjadi perdana menteri Belanda. Mengingat kebijakannya yang garis telah mendapat tentangan, khususnya dari warga Muslim dan etnis Maroko di Belanda. Di masa lalu, Wilders pernah menyebut warga Maroko sebagai sampah.
“Dengan Wilders sebagai perdana menteri, Belanda menghadapi situasi yang mustahil secara internasional,” kata Profesor Pluralisme Politik di Universitas Amsterdam, Sarah de Lange.
Dia bahkan bisa membayangkan koalisi yang dipimpin PVV menunjuk orang luar sebagai perdana menteri. Wilders harus mengurangi retorika anti-Islam dan anti-imigrannya yang berlebihan selama kampanye. Namun manifesto partainya, PVV menyerukan pelarangan masjid, Al-Qur'an, pelarangan penggunaan jilbab di gedung-gedung pemerintah, ditambah referendum untuk meninggalkan Uni Eropa.