PLTU Masih Penyumbang Polutan, Efektivitas Scrubber Dipertanyakan - Beritasatu

PLTU Masih Penyumbang Polutan, Efektivitas Scrubber Dipertanyakan

Rabu, 15 November 2023 | 11:41 WIB
Penulis: Fito Akhmad Erlangga | Editor: RZL
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap.
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga uap. (Antara)

Jakarta, Beritasatu.com - Institute for Essential Service Reform (IESR) mengonfirmasi bahwa pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) menggunakan batu bara merupakan salah satu penyumbang terbesar polusi udara, selain asap kendaraan bermotor.

ADVERTISEMENT

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menjelaskan bahwa PLTU tidak hanya menghasilkan emisi gas rumah kaca CO2, tetapi juga polutan berupa gas sulfur oksida (SOx), nitrogen oksida (NOx), dan Particulate Matters 2.5 (PM2.5), yang dapat berbahaya bagi kesehatan manusia.

BACA JUGA

"Ini cukup berbahaya karena dapat masuk ke dalam aliran darah manusia," jelas Fabby kepada Beritasatu.com pada Selasa (14/11/2023).

ADVERTISEMENT

Ia menambahkan bahwa emisi gas buang yang melebihi ambang batas dapat berdampak negatif pada kesehatan makhluk hidup di sekitar PLTU. Kajian IESR bersama Center for Research on Energy and Clean Air (CREA) menunjukkan bahwa PLTU menghasilkan gas dan partikel udara kecil yang berbahaya.

Fabby menyoroti beberapa PLTU di wilayah Jabodetabek, seperti Cilegon, Sukabumi, dan Tangerang, yang dianggap sebagai penyumbang polusi di DKI Jakarta. Gas dan partikel udara dari gas buang PLTU terbawa angin ke wilayah Jabodetabek.

"Dari hasil kajian IESR dan CREA, indikasinya terdapat emisi gas rumah kaca, Particulate Matters, dan gas berbahaya lainnya yang keluar dari PLTU dan terbawa angin," tambahnya.

Fabby kemudian juga mempertanyakan efektivitas penggunaan scrubber, alat sistem udara buang, yang wajib dipasang pada industri. Meskipun PLN telah memasang scrubber, ia mempertanyakan apakah alat tersebut aktif selama 24 jam, karena operasionalnya memerlukan unit daya tambahan atau Auxiliary Power Unit (APU).

"Apakah scrubber ini diaktifkan 24 jam, karena scrubber membutuhkan energi listrik. Jadi kita bisa bayangkan jika scrubber menyala, maka ada kebutuhan daya tambahan untuk filter ini," ungkapnya.

Ia juga menyampaikan keprihatinan atas kemungkinan penggunaan scrubber yang kurang optimal karena PLTU harus menghemat biaya produksi tenaga listrik.

"Ini bisa berdampak pada produksi energi listrik yang dihasilkan dari PLTU tersebut, karena ada dugaan bahwa scrubber tidak digunakan untuk menghemat biaya produksi tenaga listrik," lanjutnya.

BACA JUGA

Untuk memantau sumbangan PLTU terhadap kualitas udara, Fabby menyarankan agar pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menggunakan Continuous Emission Monitoring System (CEMS), teknologi yang terpasang di setiap PLTU, untuk memantau emisi pembangkit secara terus-menerus.

"Dengan CEMS, KLHK dapat mengukur apakah emisi gas buang sesuai dengan standar baku yang ditetapkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 11 Tahun 2021 mengenai baku mutu emisi mesin dengan pembakaran dalam," pungkasnya.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya