Mayor Teddy Ajudan Menhan Prabowo Langgar Aturan: Sanksi Tegas, Jaga Kredibilitas Pemilu!
Mayor Teddy Indra Wijaya ajudan Menhan yang tampak duduk di barisan pendukung Prabowo-Gibran saat debat capres. (Foto: @saiful_mujani/X)
JAKARTA, iNews.id - Kehadiran Mayor Teddy Indra Wijaya, ajudan pribadi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mengundang perhatian dan polemik masyarakat di acara debat capres putaran pertama, Selasa (12/12/2023). Di acara tersebut, Mayor Teddy berstatus sebagai anggota TNI aktif terlihat duduk di barisan pasangan Prabowo-Gibran, bahkan mengenakan seragam yang sama dengan para pendukung paslon nomor urut 2.
Berdasarkan informasi yang beredar di media, dia juga tertangkap kamera mengacungkan simbol dua jari yang identik dengan nomor urut pasangan Capres Cawapres Prabowo-Gibran.
Baca Juga
Menanggapi hal tersebut, Kapuspen Mabes TNI Laksamana Muda TNI Julius Widjojono menilai keberadaan Mayor Teddy Indra Wijaya dalam kegiatan capres Prabowo tidak melanggar aturan. Sebab dia hanya menjalankan tugas sebagai ajudan.
Koalisi Masyarakat Sipil memandang, tindakan Mayor Teddy Indra Wijaya nyata-nyata melanggar aturan netralitas TNI. Keterangan yang disampaikan Kapuspen TNI, yang bersangkutan berstatus sebagai ajudan yang melekat pada Menteri Pertahanan (Menhan) merupakan alasan yang tidak berdasar.
Baca Juga
Pernyataan Kapuspen TNI jelas melawan nalar publik. Akal sehat dengan mudah bisa membedakan mana aktivitas Prabowo Subianto sebagai Menhan dan sebagai capres. Dalam posisinya sebagai capres, semua fasilitas negara yang melekat pada jabatannya sebagai Menhan harus ditanggalkan.
Sementara untuk pengamanan, Prabowo Subianto sebagai capres seharusnya tunduk pada mekanisme pengamanan dan pengawalan paslon capres dan cawapres yang telah ditetapkan KPU dan diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 85 Tahun 2018 tentang pengamanan dan pengawalan capres cawapres dalam penyelenggaraan pemilu.
Baca Juga
Kehadiran Mayor Teddy Indra Wijaya pada acara debat capres putaran pertama jelas merupakan bentuk dukungan kasat mata terhadap paslon Prabowo-Gibran.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, kehadiran Mayor Teddy pada acara debat capres putaran pertama merupakan pelanggaran terhadap ketentuan UU TNI, bahwa anggota TNI harus bersikap netral dalam pemilu dan tidak boleh terlibat dalam kegiatan politik praktis.
Baca Juga
Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 39 angka 2 UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang menyebutkan prajurit TNI dilarang terlibat dalam kegiatan politik praktis. Sementara itu, acara debat Capres merupakan kegiatan kampanye politik praktis yang difasilitasi KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Baca Juga
Kehadiran Mayor Teddy dalam acara debat capres dengan segala atribut dan tindakannya melanggar aturan dalam UU Pemilu. Pasal 280 ayat (2) huruf g UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang menyebutkan bahwa pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan anggota TNI dan kepolisian.
Pelanggaran terhadap hal ini juga merupakan bentuk pidana pemilu sebagaimana ditegaskan dalam pasal 280 ayat (4) dengan ancaman sanksi pidana selama satu tahun atau denda Rp12 juta.
Keterlibatan anggota TNI aktif dalam kampanye politik pemilu, dalam hal ini Mayor Teddy terjadi akibat pengabaian prinsip netralitas yang dilakukan Capres Prabowo Subianto yang didukung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Prabowo Subianto enggan mundur dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan, sementara sikap ini dipertegas Presiden Jokowi yang mengeluarkan aturan (PP Nomor 53 tahun 2023) bahwa Menteri (dan wali kota) tidak harus mundur dari jabatannya ketika dicalonkan partai politik sebagai capres/cawapres.
Koalisi Masyarakat Sipil mendesak, pelanggaran terhadap netralitas TNI yang dilakukan Mayor Teddy Indra Wijaya tidak boleh dibiarkan tanpa adanya sanksi melalui penegakan hukum. Baik dari Bawaslu maupun Mabes TNI.
Bawaslu sesuai dengan kewenangannya, harus menyelidiki dugaan pelanggaran tersebut secara transparan dan akuntabel. Hal ini menjadi penting untuk menjaga netralitas TNI dan memastikan hal tersebut tidak menjadi preseden buruk bagi keterlibatan anggota TNI lainnya dalam politik praktis.
Lebih dari itu, sanksi dan penegakan akan berkontribusi menjaga kredibilitas pemilu di mata publik. Dalam konteks itu, koalisi mengecam keras pernyataan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja yang mengafirmasi pernyataan Kapuspen TNI bahwa Mayor Teddy hadir sebagai pasukan pengaman Menhan.
Lebih dari itu, dalam penanganan dugaan pelanggaran pemilu yang dilakukan Mayor Teddy Indra Jaya, Mabes TNI harus tunduk pada mekanisme penanganan di Bawaslu melalui Gakkumdu, mengingat lembaga tersebutlah yang diberikan kewenangan untuk mencegah, menyelidiki, menindaklanjuti setiap dugaan pelanggaran pemilu, termasuk terhadap anggota TNI.
Panglima TNI harus menunjukkan komitmen dan langkah nyata dalam menjaga netralitas TNI di tengah penyelenggaraan pemilu, termasuk terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan Mayor Teddy.
Panglima TNI harus memberikan sanksi tegas kepada yang bersangkutan. Panglima TNI harus memberikan efek jera agar TNI aktif tidak terlibat dalam dukungan politik pada Pemilu 2024. Tanpa penegakan hukum dan sanksi tegas terhadap Mayor Teddy, Mabes TNI sebenarnya berkontribusi dalam melemahkan kredibilitas Pemilu.
Sikap Mabes TNI yang menyatakan tidak ada pelanggaran pada kasus ini sesungguhnya mencerminkan komitmen TNI akan netral dalam Pemilu 2024 hanya sebatas janji dan sulit untuk dipercaya. Sebab dalam kasus ini saja Mabes TNI permisif. Dengan sikap ini, Mabes TNI yang menyatakan tidak ada pelanggaran tentu semakin membenarkan dugaan publik bahwa kekuasaan menggunakan seluruh instrumen negara dalam pemenangan kontestasi 2024 demi kepentingan rezim.
Editor : Donald Karouw
Follow Berita iNews di Google News
Kirimkan pertanyaanmu seputar hukum, Kami siap menjawab dan membantu permasalahanmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar