Tidak benar bahwa nyamuk ber-Wolbachia bawa virus LGBT
19 Desember 2023 23:30 WIB
Jakarta (ANTARA) -
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menegaskan bahwa informasi tentang nyamuk ber-Wolbachia dapat membawa virus lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) tidak benar atau hoaks.
"Ada disinformasi bahwa nyamuk akan masuk ke dalam tubuh manusia dan menyebabkan LGBT, kalau itu benar, tentu nyamuk ber-Wolbachia harus masuk ke dalam tubuh manusia, padahal secara referensi itu tidak bisa terjadi, karena Wolbachia hanya hidup di tubuh serangga, kalau keluar dari sel dia bisa mati," katanya dalam bincang akhir tahun bersama Kemenkes di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Kemenkes pastikan nyamuk ber-Wolbachia tidak menyerang lebih ganas
Imran menyebutkan, teknologi Wolbachia ini adalah pelengkap program pengendalian dengue yang sudah ada, seperti pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M plus, gerakan satu rumah satu jumantik, atau kelompok kerja operasional (pokjanal) khusus demam berdarah.
Baca juga: Kemenkes pastikan nyamuk ber-Wolbachia tidak menyerang lebih ganas
Imran menyebutkan, teknologi Wolbachia ini adalah pelengkap program pengendalian dengue yang sudah ada, seperti pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M plus, gerakan satu rumah satu jumantik, atau kelompok kerja operasional (pokjanal) khusus demam berdarah.
Adapun fokus penyebaran nyamuk ber-Wolbachia ini dilakukan fokus pada enam kota, yakni Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, Kupang, dan Denpasar.
Imran menambahkan, nyamuk ber-Wolbachia dapat menurunkan kebutuhan penyemprotan atau fogging hingga 83 persen.
"Tahun 2023 ini ada daerah yang menganggarkan 125 kali penyemprotan, tetapi sampai November hanya digunakan sembilan kali, jadi alokasi anggarannya bisa dilakukan untuk yang lain," ujar dia.
Ia menegaskan, sudah dilakukan studi kepada masyarakat yang di sekitarnya sudah mendapatkan nyamuk ber-Wolbachia.
Hasil studi disampaikan oleh Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta dr. Riris Andono Ahmad.
Baca juga: Revolusi dan rahasia Wolbachia yang mengubah dunia
Baca juga: Revolusi dan rahasia Wolbachia yang mengubah dunia
"Di Sleman dan Bantul, Yogyakarta, kami ambil sampel darah, karena kalau ada virus masuk ke dalam tubuh, kan tubuh otomatis membentuk antibodi. Dari sekian banyak sampel darah warga yang kami ambil, tidak ada satu pun yang ditemukan ada antibodi melawan Wolbachia di dalam tubuhnya," ujar Andono.
Andono mengemukakan, penerapan nyamuk ber-Wolbachia ini lebih tepat dilakukan di kota-kota padat penduduk, karena nyamuk juga memiliki batas terbang.
Ia juga memaparkan, berdasarkan hasil studi yang dilihat dari jurnal medis Inggris, efektifitas penerapan nyamuk ber-Wolbachia di suatu komunitas masyarakat dapat mengurangi insiden kasus demam berdarah dengue (DBD) sebesar 77 persen, sekaligus mengurangi kapasitas rawat inap di rumah sakit akibat DBD sebesar 86 persen.
"Bahkan di Niteroi, Brasil, juga sudah berhasil menurunkan kasus chikungunya secara bermakna sebesar 56 persen, juga mengurangi risiko akibat virus zika sebesar 37 persen," ungkapnya.
Baca juga: Akademisi Udayana: Metode Wolbachia aman bagi manusia dan lingkungan
Baca juga: Akademisi Udayana: Metode Wolbachia aman bagi manusia dan lingkungan
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Sambas
Copyright © ANTARA 2023
Tags:
Komentar
Posting Komentar