Potensi Alot Koalisi Super Ganjar dan Anies di Putaran Kedua Pilpres
Jakarta, CNN Indonesia --
Sinyal meleburnya koalisi parpol pengusung Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di putaran kedua Pilpres 2024 mulai muncul di tengah dominasi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Namun, para pengamat menyoroti potensi kealotan kerja sama karena hubungan historis beberapa partai, seperti PDIP, PKS, dan NasDem.
Wacana koalisi dua poros itu muncul pascadebat ketiga. Ganjar mengungkap jalinan komunikasi dengan berbagai pihak, termasuk Anies-Cak Imin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua DPP PDIP Puan Maharani pun bicara hal serupa. Bahkan, Puan menyebut telah membuka komunikasi dengan kubu pendukung Anies Baswedan.
"Informal dan formal kami lakukan, bagaimana nantinya setelah 14 Februari itu, ya membangun bangsa itu harus bersama-sama, enggak mungkin sendirian," ucap Puan di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (14/1).
Kemungkinan pilpres dua putaran diungkap sejumlah survei. Misalnya, survei Pusat Polling Indonesia (Puspoll) pada 11-28 Desember 2023.
Survei itu mencatat elektabilitas Prabowo-Gibran mencapai 41 persen, Ganjar-Mahfud 27,6 persen, dan Anies-Cak Imin 26,1 persen.
Indonesia Political Opinion (IPO) juga merekam hal serupa pada survei 1-7 Januari 2024. Elektabilitas Prabowo-Gibran 42,3 persen, Anies-Cak Imin 34,5 persen, dan Ganjar-Mahfud 21,5 persen.
Undang-Undang Pemilu mengatur syarat pilpres digelar dua putaran yaitu jika tidak ada pasangan calon yang meraih 50 persen plus satu suara sah nasional. Ada pula syarat paslon harus meraih minimal 20 persen di 19 provinsi jika ingin menang satu putaran.
Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro mengatakan koalisi Ganjar-Mahfud dengan Anies-Muhaimin mungkin saja terjadi di putaran kedua. Namun, ia melihat akan banyak rintangan menuju ke sana.
Dia menyoroti hubungan PDIP dengan PKS. Terlebih lagi, pada pertengahan 2022, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto pernah menyatakan akan berkoalisi dengan partai mana pun, kecuali PKS dan Demokrat.
"Dalam konteks politik kekinian ini sangat mungkin bersama. Dalam konteks politik historis antara PDIP dengan PKS, ini butuh perjuangan yang keras untuk bersama," kata Agung saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (15/1).
Agung juga mengenang gagalnya koalisi PDIP dan PKS yang sempat berembus menjelang Pilpres 2024. Dia berkata PKS sudah aktif menjalin komunikasi, tetapi tak dapat sambutan dari PDIP.
Dia juga menyoroti relasi tak baik PDIP dengan pendukung Anies-Cak Imin lainnya, yaitu NasDem. Dua partai itu punya hubungan panas sejak di koalisi Jokowi.
"Semua akan bergantung pada PDIP. PKS dan NasDem saya kira cenderung santuy, paham dinamika politik yang seperti sekarang ini tidak bisa dimaknai hitam-putih, benar-salah," ujarnya.
Direktur Eksekutif IPO Dedi Kurnia Syah justru melihat koalisi Ganjar-Mahfud dengan Anies-Muhaimin pasti terbentuk. Ia melihat relasi PDIP dengan PKS terus membaik di berbagai daerah.
"Relasi PDIP dan PKS sebenarnya tidak ada masalah, mereka hanya jarang berkoalisi. PDIP dan PKS di daerah, semisal di Madura, terbukti berhasil memenangkan kontestasi pilkada, artinya ada peluang PDIP dan PKS sejalan dalam pilpres," ujar Dedi saat dihubungi, Senin.
Menurut Dedi, Ganjar-Mahfud lebih berpotensi bergabung dengan Anies-Cak Imin dibanding dengan Prabowo-Gibran. Dia menyebut hal itu dipengaruhi keputusan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Dia melihat Megawati akan sulit melupakan kekecewaannya dengan Jokowi, Prabowo, dan SBY. Sementara itu, Mega dinilai akan lebih mungkin memperbaiki hubungan dengan PKS ataupun Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
"Situasi ini membuat gabungan koalisi Ganjar ke Anies memungkinkan," ucapnya.
Bisakah koalisi super kalahkan Prabowo-Gibran?
Agung menilai koalisi super Ganjar-Mahfud dengan Anies-Muhaimin belum tentu mampu mengalahkan Prabowo-Gibran di putaran kedua.
Dia beralasan identitas partai atau party id di Indonesia rendah, bahkan di bawah 20 persen. Hal ini berdampak pada tak sejalannya pilihan masyarakat terhadap partai dan capres yang didukung partai tersebut.
Agung mengatakan fenomena ini memungkinkan pendukung Anies ataupun Ganjar justru migrasi ke Prabowo-Gibran. Hal itu bahkan bisa terjadi meskipun elite sudah sepakat melebur koalisi Ganjar-Mahfud dengan Anies-Muhaimin.
"Bahasanya split-ticket voting. Jadi, dukungan elite partai yang secara resmi kepada salah satu pasangan capres, tidak sejalan dengan dukungan pemilih atau massa mereka," kata Agung.
Hal serupa juga disampaikan Dedi. Dia melihat kekuatan poros oposisi baru akan bertambah bila Ganjar-Mahfud dengan Anies-Muhaimin bergabung di putaran kedua.
Meski begitu, hal itu belum menjamin kemenangan. Dia melihat potensi pendukung Ganjar ataupun Anies yang menyeberang ke Prabowo.
"Tentu gabungan dukungan itu memungkinkan adanya tambahan kekuatan, meskipun Prabowo tetap saja masih bisa mendapat limpahan suara dari kubu Ganjar atau Anies jika di antara mereka gagal," ucap Dedi.
(dhf/tsa)
Komentar
Posting Komentar