Soroti Kasus Harvey Moeis, Mahfud MD: Politik Mulai Mereda, Korupsinya Tampak Lagi
JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 3, Mahfud MD mendorong para penegak hukum seperti Kejaksaan Agung, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar gencar memburu para koruptor saat ini.
Sebab, saat ini tensi politik sedikit mereda pasca-Pemilu 2024.
Mula-mula, Mahfud mengungkit kasus yang diungkap Kejaksaan Agung dan melibatkan suami dari aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Adapun Harvey menjadi tersangka kasus tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
"Sekarang ini sudah ada koruptor nikel dan sebagainya yang triliunan itu, dan jaringannya banyak. Belum lagi tambang-tambang lain, ini supaya penegak hukum bekerja lagi, kemarin mungkin agak terganggu oleh politik, terkendala oleh politik," kata Mahfud ditemui di kawasan Senen, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024).
"Dan sekarang mari perbaiki negara ini dengan kembali menegakkan hukum, memburu para penjahat-penjahat terutama para koruptor," ucap dia.
Mahfud berpandangan, para koruptor dan penjahat itu kini sedang merampok kekayaan negara, termasuk sumber daya alam.
Sementara itu, saat kontestasi Pemilu berlangsung, para penegak hukum kurang aktif bergerak memburu koruptor.
Dia pun meminta pengejaran terhadap para terduga pelaku korupsi itu tidak berhenti sampai di sini.
"Ini penegak hukum Kejaksaan Agung, KPK yang akhir-akhir ini terasa kurang greget, Polri, masyarakat sipil supaya mulai lagi mau melototi korupsi-korupsi yang sekarang sudah nampak lagi. Karena politik sudah agak mereda sedikit, lalu korupsinya sudah mulai tampak lagi," ucap eks Menko Polhukam ini.
Selain penegakan hukum, ia meminta agar demokrasi di Indonesia ditegakkan.
Menurut dia, saat ini upaya penegakan demokrasi sedang berproses yang dinilai melalui proses peradilan sengketa Pilpres di MK.
"Mari kita ikuti proses-proses demokrasi ini yang sekarang sedang mulai ditata dan dinilai oleh Mahkamah Konstitusi. Ya biar itu berjalan, apa pun hasilnya nanti kita tunggu," tutur Mahfud.
Diberitakan sebelumnya, salah satu ahli lingkungan yang dilibatkan Kejagung dalam menghitung kerugian kerusakan lingkungan di kasus korupsi PT Timah Tbk ini menyebut kerugian akibat kerusakan hutan di Bangka Belitung (Babel) dalam kasus ini mencapai Rp 271.069.688.018.700 atau Rp 271 triliun.
Ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Profesor Bambang Hero Saharjo mengatakan, angka tersebut merupakan perhitungan kerugian kerusakan lingkungan dalam kawasan hutan dan nonkawasan hutan.
Perhitungan ini dilakukannya merujuk Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup Akibat Pencemaran Dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.
"Kami menghitung berdasarkan permen LH Nomor 7 Tahun 2014," ujar Bambang di Kantor Kejagung, Jakarta, Senin (19/2/2024).
Komentar
Posting Komentar