Akademisi Serukan Keterlibatan Mahasiswa dalam Penetapan UKT yang Rasional
Jakarta, Beritasatu.com - Akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyampaikan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) di universitas negeri hendaknya dibahas bersama dengan para mahasiswa. Ia menjelaskan dalam waktu dekat, status UNJ akan berubah dari PTN badan layanan umum (BLU) menjadi PTN badan hukum (PTN BH).
"Saya sebagai akademisi berharap UNJ mampu menetapkan UKT yang rasional dan bisa diterima oleh mahasiswa, serta mendengarkan aspirasi mereka, karena merekalah yang mengetahui kondisi keuangan mereka," jelas Ubedilah Badrun di kampus UNJ, Rawamangun, Jakarta Timur, Selasa (14/5/2024).
Ubedilah menjelaskan UKT di UNJ berkisar antara Rp 500.000 hingga Rp 12 juta, tergantung pada penghasilan orang tua mahasiswa. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa biaya UKT di perguruan tinggi negeri menggunakan pola subsidi silang.
"Jadi, orang tua mahasiswa yang mampu membayar UKT lebih tinggi, hingga Rp 12 juta, sedangkan yang dari kelas menengah bisa membayar Rp 6 juta, bahkan ada yang hanya Rp 500.000 untuk kuliah di UNJ, tergantung latar belakang keluarganya. Artinya, dengan pola UKT semacam ini, yang kaya membantu yang miskin melalui subsidi silang," tutur Ubedilah.
Ia melanjutkan kenaikan biaya UKT yang rasional harus disertai dengan argumen teoritis, seperti adanya kenaikan inflasi atau pertumbuhan ekonomi. Meski begitu, pembahasan kenaikan UKT perlu dirundingkan bersama mahasiswa.
"Kenaikan UKT harus mendengarkan aspirasi warga kampus. Menurut saya, jangan terlalu mengikuti pola-pola undang-undang omnibus law yang kemudian menentukan upah berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kehendak pebisnis, karena kampus bukan perusahaan," terangnya.
Ubedilah menilai kenaikan UKT tidak dapat disamakan dengan kenaikan harga suatu barang. Dalam pembahasan UKT, rektorat perlu melibatkan orang tua dan mahasiswa.
"Jadi, bermusyawarahlah antara rektorat, orang tua, dan mahasiswa untuk menentukan kira-kira UKT yang adil seperti apa. Ini saya kira tidak dipahami secara utuh oleh kampus-kampus yang menaikkan harga yang menurut saya keterlaluan, karena tidak memperhatikan bahwa kampus itu isinya manusia, bukan pabrik. Saya kira harus didiskusikan lebih substantif," pungkasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar