Sebagian besar dari mereka yang melarikan diri dari Rafah telah masuk ke zona kemanusiaan yang berpusat di Muwasi, sebuah wilayah pesisir yang sebagian besar tandus. Zona tersebut diperluas ke utara dan timur hingga mencapai tepi Khan Younis dan pusat Kota Deir al-Balah, yang keduanya juga dipenuhi penduduk.
"Seperti yang bisa kita lihat, tidak ada yang bersifat 'kemanusiaan' di wilayah ini," kata kepala operasi Dewan Pengungsi Norwegia di Jalur Gaza Suze van Meegen yang memiliki staf yang beroperasi di Muwasi.
Menurut kesaksian dari Mercy Korps, sebagian besar zona kemanusiaan tidak memiliki dapur amal atau pasar makanan, tidak ada rumah sakit yang beroperasi, hanya ada beberapa rumah sakit lapangan dan bahkan tenda medis yang lebih kecil yang tidak dapat menangani keadaan darurat, hanya membagikan obat penghilang rasa sakit dan antibiotik jika mereka memilikinya.
"Ini hanya masalah waktu sebelum masyarakat mulai menderita akibat kerawanan pangan," kata kelompok tersebut.
"Daerah Muwasi sebagian besar berupa bukit pasir pesisir tanpa sumber air atau sistem pembuangan limbah. Dengan banyaknya kotoran manusia yang disimpan di dekat tenda dan sampah yang menumpuk, banyak orang menderita penyakit pencernaan seperti hepatitis dan diare, serta alergi kulit dan kutu."
Israel mengatakan serangannya di Rafah sangat penting untuk tujuan perangnya: menghancurkan Hamas di Jalur Gaza setelah serangan kelompok itu pada 7 Oktober 2023, yang diklaim menewaskan sekitar 1.200 orang dan menculik sekitar 250 orang lainnya dari Israel selatan. Serangan membabi buta Israel di Jalur Gaza yang dipicu oleh serangan Hamas, sebut otoritas Kesehatan Palestina, telah menewaskan sekitar 36.000 orang.
Kelompok bantuan kemanusiaan telah memperingatkan selama berbulan-bulan bahwa serangan terhadap Rafah akan memperburuk bencana kemanusiaan di Jalur Gaza. Sejauh ini, operasi Israel belum mencapai rencana invasi besar-besaran, namun telah meluas selama tiga minggu terakhir dari bagian timur Rafah hingga tengah kota.
Komentar
Posting Komentar