Apa yang Harus Diwaspadai dari PP Tambang Jokowi buat Ormas Agama?

--
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) telah resmi meneken peraturan pemerintah (PP) yang memberi izin bagi ormas keagamaan untuk mengelola lahan tambang di Indonesia.
PP Nomor 25 tahun 2024 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara itu diteken Jokowi dan diundangkan pada Kamis (30/5).
Aturan baru itu menyertakan pasal 83A yang memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun apa sebetulnya yang harus dipahami publik mengenai 'hadiah jalur khusus' konsesi tambang dari pemerintahan Jokowi buat ormas keagamaan di Indonesia tersebut?
Analis ekonomi-politik dan kebijakan publik FISIP UI, Andrinof Achir Chaniago menilai PP yang baru diteken Jokowi itu menunjukkan perlakuan atas Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 kian kacau.
Dia mengingatkan pasal di dalam UUD 1945 itu mengatur seluruh kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas itu berpendapat kebijakan ini kian menunjukkan pengelolaan SDA yang sarat akan kepentingan politik dan ekonomi yang sempit.
"Ini menunjukkan perlakuan terhadap pasal 33 ayat 3 UUD '45 makin kacau," kata Andrinof kepada CNNIndonesia.com, Senin (3/6).
Andrinof mengatakan kebijakan itu hanya perluasan bagi hak kelola yang lebih ditentukan oleh motif tukar-menukar kepentingan. Menurutnya, kebijakan itu hanyalah perluasan dari praktik izin tambang yang telah terjadi selama ini.
Selama ini, kata dia, orang yang mendapatkan IUP ialah mereka yang dekat dengan kekuasaan atau memiliki posisi tawar yang kuat.
"Dasarnya lebih dominan karena barter kepentingan sempit. Praktek ini membuat tujuan pengelolaan sumberdaya alam makin jauh dari tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat," ucapnya.
Andrinof pun mempertanyakan motif pemberian izin itu ke ormas keagamaan.
"Ketika pengelolaan SDA diberikan kepada pihak, baik itu kelompok maupun lembaga, yg tidak kompeten mengurus ekonomi sumberdaya alam, maka motif pemberian izin kelola itu patut dipertanyakan," ujar dia.
Andrinof lantas meminta pemerintah agar konsisten dalam menjalankan Pasal 33 ayat 3. Ia menyarankan agar pemerintah memperbesar peran BUMN dalam mengelola SDA di Indonesia.
"Dengan syarat BUMN yang mengelola SDA harus betul-betul menerapkan good corporate governance," tegasnya.
Terpisah, peneliti Alpha Research Database, Ferdy Hasiman juga mengkritik peraturan yang baru diteken Jokowi itu. Ia menyatakan pengelolaan tambang seharusnya diserahkan ke pihak yang berkapasitas untuk mengelolanya.
"Kalau diserahkan ormas ini kan bukan badan usaha yang benar-benar dia punya kompetensi, keahlian di bidang tambang," kata Ferdy kepada CNNIndonesia.com, Minggu (2/6) malam.
Di satu sisi, dirinya pun mencurigai bahwa itu merupakan bagian dari praktik politik selama ini yang akomodatif atau balas budi terhadap pihak yang dekat saja.
Ia mengatakan tata kelola pertambangan seharusnya dibangun secara profesional dan tak dicederai dengan hal yang bersifat politik akomodatif dan balas budi.
"Ketika dia diberikan IUP, ya itu kan agak bermasalah itu, itu kan bagi-bagi kue sebenarnya," ucap dia.
Baca halaman selanjutnya.
Ferdy mengakui UU 3/2022 tentang Minerba memang memberikan kesempatan ke UMKM untuk bertumbuh dan investasi di sektor tambang.
Namun, bukan berarti juga harus diserahkan ke organisasi kemasyarakatan, terutama ormas agama. Ia menyebut ormas merupakan salah satu elemen penting dalam demokrasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pandangan bias ormas dan risiko tak kritis
Ferdy mengatakan sudah seharusnya ormas bersifat kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Ia pun khawatir pemberian izin pengelolaan ke ormas keagamaan itu bakal membuat pandangan mereka bias terhadap pemerintah.
"Dan ini efeknya kemana-mana, tata kelola tambang kita ke depan makin amburadul ini," ujar Ferdy.
Ferdy lantas menyatakan PP 25/2024 itu bertentangan dengan konstitusi dan peraturan di atasnya.
Ia pun meminta organisasi masyarakat sipil mengajukan uji materiil atau judicial review (JR) terhadap aturan tersebut.
"Mestinya teman-teman LSM harus ajukan JR terhadap PP ini supaya dibatalkan, karena enggak boleh, ini merusak banget," ucap dia.
Potensi Konflik Horizontal
Sementara itu, Pengamat politik Universitas Padjadjaran Idil Akbar khawatir kebijakan ini akan menimbulkan konflik baru di tengah masyarakat.
"Khawatirnya adalah ini jadi upaya vis a vis antara keagamaan dengan nonkeagamaan dengan masyarakat, karena mereka di situ kan ada berbagai aspek kepentingan bisnis ekonomi yang berbenturan di situ," kata Idil.
Idil khawatir pemberian izin pengelolaan tambang ke ormas keagamaan ini akan menimbulkan tuntutan lain dari ormas non keagamaan untuk diberikan hak yang sama.
"Ini yang buka peluang lagi, kelompok keagamaan kok dikasih, kami tidak, katakan lah oleh kelompok yang non keagamaan, tapi basisnya juga mereka besar," ujarnya.
Usai PP tambang untuk ormas keagamaan itu diteken Jokowi, pemerintah pun langsung mempersiapkan akan memberikan konsesi batu bara dengan cadangan cukup besar ke PBNU.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan IUP batu bara ke NU itu kini tengah diproses.
Ia mengatakan pemberian konsesi tambang besar ke PBNU telah disetujui Jokowi dan dilakukan atas arahan dan pertimbangan menteri terkait di Kabinet Indonesia Maju.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengatakan pemberian izin tambang untuk ormas merupakan langkah berani dari Presiden Jokowi untuk memperluas pemanfaatan sumber daya alam (SDA).
"Kebijakan ini merupakan langkah berani yang menjadi terobosan penting untuk memperluas pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya alam yang dikuasai negara untuk kemaslahatan rakyat secara lebih langsung," katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/6).
Pria yang karib disapa Gus Yahya itu mengatakan, PBNU menyampaikan terimakasih kepada Jokowi atas langkah perluasan pemberian izin tambang ke ormas.
"PBNU berterima kasih dengan apresiasi yang tinggi kepada Presiden Joko Widodo atas kebijakan afirmasinya untuk memberikan konsesi dan izin usaha pertambangan kepada ormas-ormas keagamaan, termasuk Nahdlatul Ulama," kata Gus Yahya.
Bagi Nahdlatul Ulama, kata Gus Yahya, ini adalah tanggung jawab yang harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya agar sungguh-sungguh tercapai tujuan mulia dari kebijakan afirmasi itu.
"Nahdlatul Ulama telah siap dengan sumberdaya-sumberdaya manusia yang mumpuni, perangkat organisasional yang lengkap dan jaringan bisnis yang cukup kuat untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut," ujar pria yang pernah menjadi juru bicara kepresidenan di era Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada 2000 silam.
Yahya mengatakan NU saat ini memiliki jaringan perangkat organisasi yang menjangkau hingga ke tingkat desa serta lembaga-lembaga layanan masyarakat di berbagai bidang yang mampu menjangkau masyarakat akar rumput di seluruh Indonesia.
"Itu semua akan menjadi saluran efektif untuk mengantarkan manfaat dari sumberdaya ekonomi yang oleh Pemerintah dimandatkan kepada Nahdlatul Ulama untuk mengelolanya," kata pengasuh pesantren Raudlatut Thalibin Rembang ini.
"Nahdlatul Ulama akan menyiapkan suatu struktur bisnis dan manajemen yang akan menjamin profesionalitas dan akuntabilitas, baik dalam pengelolaan maupun pemanfaatan hasilnya," pungkasnya dalam siaran pers tersebut.
Terpisah, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti bahwa siapa atau ormas apa yang akan diberi izin tambang itu adalah wewenang pemerintah.
Mu'ti juga menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada pembicaraan Pemerintah dengan Muhammadiyah terkait dengan kemungkinan pengelolaan tambang. Sementara bila kemudian pemerintah menawarkan secara resmi ke organisasi, Mu'ti menegaskan tak serta merta diterima karena akan dibahas dulu di tingkat internal.
"Kalau ada penawaran resmi Pemerintah kepada Muhammadiyah akan dibahas dengan seksama," jelas Mu'ti pada Minggu (2/6) dalam ketarangan resmi yang diterima.
Mu't menekankan bahwa Muhammadiyah tidak akan tergesa-gesa dan mengukur kemampuan diri agar pengelolaan tambang tidak menimbulkan masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan juga negara Indonesia.
(mnf/kid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar