Termasuk Iuran Tapera, Ini Simulasi Pemotongan Gaji Karyawan UMR Jakarta 2024
Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang baru diluncurkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuai polemik. Mengingat, penerapan Program Tapera akan memotong gaji Aparatur Sipil Negara (ASN/PNS) hingga pekerja swasta.
Liputan6.com, Jakarta Beberapa hari terakhir ramai mengenai program Tabungan Perumahan rakyat (Tapera). Program ini merupakan kelanjutan dari badan pertimbangan tabungan perumahan (Bapertarum). Program Tapera menyertakan pegawai swasta dan mandiri sedangkan yang sebelumnya yaitu Bapertarum hanya ditujukan untuk aparatur sipil negara (ASN).
Iuran Tapera ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 yang merevisi PP Nomor 25 Tahun 2020 mengenai Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) besaran iuran Tapera ditetapkan sebesar 3 persen.
Untuk besaran nilai pemotongan iuran Tapera bagi pekerja sebesar 2,5 persen per bulan dari gaji dan iuran yang ditanggung perusahaan mencapai 0,5 persen per bulan.
Simulasi Potongan Gaji bagi Karyawan UMR Jakarta
Seperti diketahui, upah minimum atau UMR Jakarta 2024 sebesar Rp 5.067.381. Angka ini naik Rp 165.583 dibandingkan UMR tahun sebelumnya.
Sementara pekerja dengan pendapatan Rp 5 juta akan dikenakan pemotongan untuk program BPJS Kesehatan sebesar 1% atau Rp 50.000 per bulan. Selanjutnya, pekerja dengan gaji kisaran Rp5 juta tersebut juga harus membayar iuran program Jaminan Pensiun sebesar 1% atau Rp 50.000 per bulan.
Selain itu, pekerja dengan gaji Rp 5 juta juga harus membayar iuran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 2 persen atau senilai Rp100.000 per bulan. Terbaru, gaji pekerja juga akan dipotong untuk program Tapera yang baru diluncurkan Presiden Jokowi sebesar 2,5% atau setara Rp 125.000 per bulan.
Artinya, jika potongan Tapera diterapkan maka total potongan yang diterima pekerja mencapai Rp325.000 per bulan. Dengan ini, gaji bersih yang diterima pekerja swasta dengan UMR Jakarta hanya sebesar Rp 4.742.381 per bulan.
Hitungan angka ini belum menghitung potongan PPh 21 yang baru akan dilaporkan satu kali per tahun.
Rincian Potongan Gaji Pekerja Bergaji Rp 5 Juta
- BPJS Kesehatan sebesar 1% atau Rp 50.000 per bulan
- Iuran Jaminan Hari Tua (JHT) sebesar 2% atau senilai Rp100.000 per bulan
- iuran program Jaminan Pensiun sebesar 1% atau Rp 50.000 per bulan
- Iuran Tapera 2,5% atau setara Rp 125.000 per bulan.
* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Demi Iuran Tapera, Gaji Pekerja Harus Naik 8 Persen
Pemerintah akan mulai memberlakukan iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) mulai 2027 mendatang. Namun, kelompok pengusaha, buruh, hingga masyarakat menolak rencana iuran Tapera tersebut.
Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan ada langkah yang harus dilakukan pemerintah dalam 3 tahun kedepan. Utamanya pembenahan dari sisi makro kebijakan tersebut.
"Jadi menurut hemat saya, mumpung masih ada waktu sampai 2027, pemerintah perlu mendesain ulang Tapera ini secara makro, bukan mikro," kata Ronny kepada Liputan6.com, Selasa (4/6/2024)."Harus didesain berdasarkan kondisi makro yang ada, terutama ancamannya terhadap penurunan tingkat disposal income pekerja yang akan berakibat pada konsumsi rumah tangga," sambungnya.
Gaji Naik 8 Persen
Dia mengatakan, setidaknya dalam 2 tahun ke depan pemerintah harus menetapkan kenaikan gaji pekerja yang cukup tinggi. Misalnya rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 8 persen per tahun.
Harapannya, potongan sebesar 2,5 persen bagi pekerja dan 0,5 persen oleh pemberi kerja itu tidak akan menggerus daya beli masyarakat. Disamping adanya potongan di sektor lain, selain iuran Tapera itu.
"Sebelum potongan diterapkan, pemerintah perlu memikirkan untuk menaikan UMP dibatas 8 persen berturut-turut dua tahun sampai tahun 2027, sehingga pas setelah potongan diterapkan, pendapatan pekerja justru meningkat cukup signifikan dan tak terlalu terpengaruh oleh potongan baru tersebut," terangnya.
Tak cuma menyoal upah, Ronny menegaskan perlu adanya langkahbaudit yang dilakukan pada badan pengelolanya, dalam hal ini adalah BP Tapera. Menurutnya, badan tersebur harus menjelaskan kepada DPR cara kerja dan rencana kerjanya terkait dengan pengelolaan dananya.
"Agar nanti dananya justru disalahgunakan dan diinvestasikan secara serampangan, seperti beberapa dana pensiun yang menurut menteri BUMN justru berbau koruptif," tegasnya.
Iuran Tapera Berhasil di Singapura
Pungutan wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinilai bisa menjadi solusi seorang pekerja memiliki hunian. Namun, upah pekerja di Indonesia masih terlalu rendah, sehingga dinilai malah memberatkan.
Ekonom dari Indonesia Strategic and Economic Action Instituion (ISEAI) Ronny P Sasmita mengatakan model pungutan iuran Tapera bisa berhasil di Singapura. Hal itu bisa memperbaiki tingkat kepemilikan rumah para pekerja.
"Jika kita berkaca ke CPF (Central Provident Fund) Singapura, memang iuran yang bersifat 'mandatory' untuk perumahan sangat mendorong peningkatan kepemilikan rumah," kata Ronny kepada Liputan6.com, Senin (3/6/2024).
Bahkan, kata dia, Singapura menjadi salah satu negara dengan tingkat kepemilikan rumah tertinggi di dunia. Ini hasil dari bauran berbagai kebijakan perumahan, baik kementerian ketenagakerjaan, Housing and Development Board, dan lembaga pengelola CPF.
Gaji Pekerja Masih Rendah
Meski begitu, konsep serupa belum berarti bisa berhasil dilaksanakan di Indonesia. Mengingat adanya perbandingan fundamental dari pendapatan pekerja di Indonesia dan Singapura.
"Namun masalahnya, backlog perumahan kita terjadi karena rendahnya permintaan yang diakibatkan oleh standar pendapatan pekerja kita yang tergolong sangat rendah. Berbeda dengan Singapura yang gaji pekerja termasuk yang tertinggi di dunia. Jadi tak apple to apple," tegasnya.
Menurutnya, tingkat pendapatan yang tergolong rendah tersebut dan banyaknya potongan dan iuran justru memperburuk daya beli kelas pekerja dan kelas menengah ke bawah. Alhasil, konsumsi rumah tangga akan menurun kedepannya.
"Karena setiap pemotongan dan iuran untuk sesuatu akan menekan daya beli pekerja untuk yang lainya. Hal itu bisa terjadi karena tingkat pendapatan pekerja yang masih tergolong rendah," pungkas Ronny.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Komentar
Posting Komentar