Menhan RI Tempatkan TNI Jaga Ketat Natuna Utara Awasi Setiap Gerak-gerik China - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.com - Salah satu masalah antara Indonesia dan China adalah soal sengketa Laut China Selatan.
China secara sepihak mengklaim Laut China Selatan hanya berdasarkan Nine Dash Line dari peta yang mereka buat sendiri.
Sementara Indonesia, ASEAN, bahkan dunia menggunakan hukum UNCLOS 1982 sebagai landasan hukum pembagian wilayah laut.
UNCLOS 1982 pun menolak asas Nine Dash Line China mengatakan bahwa klaim Tiongkok tidak mendasar, baik dari sudut pandang hukum maupun historis.
Kendati klaimnya ditolak, kapal-kapal China terus saja memasuki wilayah itu dan mengganggu aktivitas negara-negara sekitar.
Melihat sejarah, sengketa Laut China Selatan muncul pertama kali di tahun 1970 dan masalah terus terjadi sampai sekarang.
Namun Indonesia sedari awal bukanlah pihak yang memiliki kepentingan dalam sengketa itu.
Sengketa Laut China Selatan dari awal diperselisihkan oleh Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, Vietnam, dan tentu saja China.
Namun semua berubah di tahun 2010, Indonesia terpaksa perlu terlibat dalam masalah itu.
“Namun sejak 2010, Indonesia jadi terlibat dalam sengketa Laut China Selatan setelah Tiongkok secara sepihak mengklaim terhadap keseluruhan wilayah laut itu yang termasuk di dalamnya merupakan ZEE Indonesia, yaitu sebuah kawasan di utara kepulauan Natuna Provinsi Kepulauan Riau”, jelas Portal Informasi Indonesia pada 15 Januari 2020.
Baca Juga:
Sejak saat itu, kapal-kapal nelayan China memasuki wilayah Indonesia dan tentu saja dicegat oleh otoritas RI.
Kejadian yang sama terus terulang, dan memuncak di tahun 2016.
Karena pada tahun itu, Pemerintah China untuk pertama kali menyatakan bahwa perairan di utara kepulauan Natuna adalah miliknya secara eksplisit.
Indonesia tidak tinggal diam, karena pada 23 Juni 2016, Presiden Jokowi mengadakan rapat kabinet di atas kapal perang KRI Imam Bonjol di sana.
Tujuan dari rapat ini adalah untuk mengirim sinyal kepada China bahwa Indonesia akan melindungi hak ZEE miliknya.
Lalu pada 2017, Indonesia meluncurkan peta baru di mana mengubah nama Laut China Selatan yang berbatasan dengan negara lain dengan nama Laut Natuna Utara.
Namun seperti tidak peduli, kapal-kapal China terus saja memasuki wilayah teritorial Indonesia.
Bahkan pada awal 2020, Presiden Jokowi mengambil sikap dengan menempuh jalur diplomasi untuk selesaikan masalah sengketa ini.
Pada saat itu, pemerintah melayangkan nota protes terhadap Pemerintah China melalui duta besar mereka di Jakarta.
Menhan RI, Prabowo Subianto pun mengambil empat sikap menyikapi masalah ini.
Baca Juga:
Salah satunya adalah dengan menempatkan TNI secara intensif menjaga Laut Natuna Utara.
“TNI melakukan operasi penjagaan secara intensif di kawasan Laut Natuna Utara”, pungkas Portal Informasi Indonesia.
Indonesia bahkan sengaja membangun benteng di sana melakukan pengawasan.
“Pemerintah jadikan Natuna sebagai pusat kekuatan militer dengan bangun pangkalan serta infrastruktur. Kekuatan yang cukup besar yang menjaga perbatasan langsung dengan Laut China Selatan”, ucap Menhan Ryamizard Ryacudu (2014-2019), dikutip Kemhan RI pada 10 Maret 2017.
Ryamizard juga jelaskan apa-apa saja kekuatan militer yang bermarkas di pangkalan tersebut.
“Menempatkan lima jet tempur, hanggar, tempat awak pilot, alat penangkis udara, drone, kapal perang, dan penambahan Marinir TNI AL”, sambungnya.
Lalu belum lama ini, TNI AL baru saja adakan seminar nasional dan salah satu pembahasannya adalah penguatan pertahanan Natuna Utara.
Plt. Sekjen Kemhan RI, Donny Ermawan Taufanto saat berbicara dalam seminar nasional TNI AL pada 8 Juli 2024 membahas peningkatan kekuatan militer”, jelas Antara dalam artikel “RI tingkatkan kekuatan di Natuna Utara antisipasi kemungkinan terburuk”, pada tanggal yang sama.
“Di dalam kebijakan pembangunan wilayah pertahanan, tertuang tentang sinkronisasi kekuatan TNI di seluruh NKRI. Kita fokus meningkatkan kapal perang TNI AL, penempatan rudal di selat-selat strategis”, ucap Plt. Sekjen Kemhan RI saat itu.
Baca Juga:
Sebagai gambaran, ketiga matra TNI ditempatkan khusus di Kepulauan Natuna untuk menjaga wilayah itu.
Seperti TNI AD yang terdiri dari Batalyon Komposit I/Gardapati yang diperkuat oleh Kompi Zeni Tempur, Baterai Rudal Artileri Pertahanan Udara dan Baterai Artileri Medan.
Lalu TNI AL, terdapat Fasilitas Pelabuhan (Faslabuh) Selat Lampa, juga terdapat Kompi Komposit Marinir dan berbagai fasilitas pelabuhan.
Terakhir TNI AU, adalah Pangkalan Udara TNI Angkatan Udara Raden Sadjad dan Satuan Radar 212 Ranai.
Di sana juga terdapat mes untuk prajurit dan rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi seluruh prajurit TNI di Natuna.
Terakhir menurut Plt. Sekjen Kemhan RI, Donny, pangkalan militer di Natuna memang ditujukan untuk melindungi potensi ancaman dari luar.
***
Komentar
Posting Komentar