Mungkinkah Sayap Kiri dan Kanan Prancis Bersatu Bentuk Pemerintahan? Ini Kata Pakar - inews - Opsiin

Informasi Pilihanku

demo-image
demo-image

Mungkinkah Sayap Kiri dan Kanan Prancis Bersatu Bentuk Pemerintahan? Ini Kata Pakar - inews

Share This
Responsive Ads Here

 

Mungkinkah Sayap Kiri dan Kanan Prancis Bersatu Bentuk Pemerintahan? Ini Kata Pakar

JAKARTA, iNews.id – Hasil putaran kedua Pemilihan Umum (PemiluPrancis 2024 yang diadakan pada Minggu (7/7/2024) kemarin, mengejutkan khalayak Eropa. Pasalnya, aliansi Front Populer Baru (NPF) yang berhaluan kiri yang dinakhodai Jean-Luc Mélenchon berhasil keluar sebagai pemenang.

Padahal, pada putaran pertama pemilu yang diadakan pada 30 Juni lalu, partai sayap kanan garis keras National Rally (NR) yang anti-Islam memimpin perolehan suara dan digadang-gadang bakal mengambil kendali parlemen negara Eropa itu. Mimpi pemimpin partai tersebut, Jordan Bardella, untuk menjadi perdana menteri Prancis pun harus pupus buat sementara waktu.

Hasil sementara menunjukkan, 182 kursi menjadi milik NPF. Jumlah itu mengungguli aliansi sentris Ensemble pimpinan Presiden Emmanuel Macron yang memperoleh 163 kursi. 

Sementara partai sayap kanan NR dan sekutunya berada di posisi ketiga dengan perolehan 143 kursi. Meski berada di bawah NFP dan blok Macron, NR memperoleh penambahan kursi yang signifikan dibandingkan pemilu sebelumnya pada 2022 yang berjumlah 89 kursi.

Berdasarkan hasil tersebut di atas, tidak ada satu pun partai atau koalisi yang memperoleh minimal 289 kursi sebagai mayoritas absolut untuk mengendalikan parlemen yang terdiri atas 577 kursi. Hal itu dapat menimbulkan kebuntuan politik di antara tiga kekuatan utama di Majelis Nasional (DPR) Prancis. 

Lalu muncul pertanyaan, bagaimana nasib pemerintahan Prancis ke depan? Mungkinkah sayap kiri dan sayap kanan bergabung membentuk pemerintahan, meninggalkan blok tengah Macron sebagai oposisi?

Pakar politik dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor mengatakan, bersatunya blok kiri dan kanan di parlemen Prancis adalah mustahil. “Ndak mungkin. Itu seperti 'murtad' ideologis, jika kiri gabung kanan, begitu juga sebaliknya. Hanya di Indonesia segalanya bisa dinegosiasikan… Macron pastinya terjepit dan harusnya tahu diri segera minggat dari kekuasaan,” ungkapnya kepada iNews.id melalui pesan teks pada Senin (8/7/2024).

Jika koalisi kanan-kiri tidak memungkinkan, kini tersedia dua peluang lain yaitu koalisi Macron-NFP atau Macron-NR. Pascaputaran pertama pemilu pada akhir Juni lalu, koalisi sentris Macron sempat “bersatu” dengan NFP untuk menjungkalkan NR di putaran kedua. Kini, setelah NR kalah, mungkinkah Macron membelot dari NFP dan malah menggaet NR demi mempertahankan pengaruh Ensemble di Majelis Nasional? Skenario ini menjadi mungkin karena perolehan suara Ensmble berada di atas blok sayap kanan radikal itu.

Sementara jika Macron menggandeng NFP, Ensemble pasti akan dipaksa mengalah, karena blok kiri adalah pemenang pemilu. Artinya, Macron akan kehilangan kendali di parlemen dan itu dapat menyulitkannya menjalankan agenda politiknya selama sisa masa jabatannya sebagai presiden hingga 2027.

“Memang masih memungkinkan itu semua. Tapi tendensinya semua pihak ramai-ramai mencegah far right (kanan jauh) berkuasa di eksekutif. Harusnya Macron paham itu,” kata Firman. 

Menurut dia, jika dipaksakan untuk membangun koalisi sentris dan kanan, Prancis benar-benar akan terbelah. Namun, kata Firman, masalah lainnya adalah sayap kiri di negara itu juga tidak semangat membangun koalisi dengan Macron. 

“Ini dilema. Kita lihat deal-deal berikutnya ke depan. Pastinya left wing (sayap kiri) sejauh ini lebih punya legitimasi membentuk pemerintahan,” tutur profesor ilmu politik itu.

Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Opsi lain

Arenanews

Berbagi Informasi

Media Informasi

Opsiinfo9

Post Bottom Ad

Pages