MbS Disebut Takut Dibunuh jika Setujui Normalisasi Arab Saudi-Israel
--
Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MbS), disebut bercerita bahwa dia berisiko dibunuh jika menyepakati upaya normalisasi hubungan dengan Israel.
Dalam kolom yang ditulis koresponden senior hubungan luar negeri Politico, Nahal Toosi, MbS disebut menceritakan kekhawatirannya itu kepada sejumlah pejabat Kongres Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Toosi mengungkapkan bahwa MbS merasa ia akan membahayakan nyawanya sendiri jika mengejar kesepakatan besar dengan AS dan Israel, terutama soal normalisasi hubungan Saudi-Israel.
Toosi menuliskan dalam percakapan itu, MbS menyinggung kisah mantan Presiden Mesir Anwar Sadat yang tewas dibunuh tak lama setelah mencapai kesepakatan damai dengan Israel pada 1978 lalu.
"Dan [MbS] menanyakan apa yang dilakukan AS untuk melindungi Sadat [saat itu]. Ia juga telah membahas ancaman yang dihadapinya saat menjelaskan mengapa kesepakatan semacam itu [normalisasi Israel-Saudi] harus mencakup solusi menuju kemerdekaan Palestina-terutama sekarang karena perang di Gaza telah meningkatkan kemarahan dunia Arab kepada Israel," bunyi kolom Toosi yang dirilis Politico pada Rabu (14/8).
Toosi membeberkan percakapan antara MbS dan para pejabat AS itu ia dapat saat mewawancarai seorang matan pejabat Negeri Paman Sam yang mengetahui soal pertemuan tersebut. Ia juga mendapat informasi yang sama dari beberapa pejabat lain yang turut mengetahui pertemuan MbS dan para pejabat AS itu.
Meski begitu, menurut sejumlah pejabat AS tersebut, MbS berniat tetap mencapai kesepakatan besar antara AS dan Israel ini meski ada risiko keamanan itu. MbS disebut melihat normalisasi dengan Israel sebagai hal yang penting bagi masa depan negaranya.
AS bahkan disebut menghujani Saudi dengan berbagai bantuan dan komitmen keamanan sebagai ganti jika menyepakati normalisasi seperti jaminan keamanan, bantuan untuk program nuklir sipil, hingga investasi ekonomi di berbagai bidang terutama teknologi.
"Menurut beberapa laporan, sebagai gantinya, Arab Saudi akan membatasi hubungannya dengan China. Arab Saudi juga akan menjalin hubungan diplomatik dan hubungan lainnya dengan Israel-sebuah keuntungan besar bagi Israel mengingat pentingnya Arab Saudi di antara negara-negara Muslim," bunyi kutipan kolom Toosi.
Namun, Toosi mengungkapkan bahwa MbS masih kesal dengan perundingan ini lantaran Israel ogah memasukkan rencana yang kredibel menuju kemerdekaan Palestina dalam perjanjian ini.
Maksud terselubung
Terlepas dari isu Palestina, Toosi menganggap MbS hanya ingin menarik sebanyak-banyaknya keuntungan bagi Saudi dan rezim dirinya kelak jika menyetujui kesepakatan dengan AS-Israel ini.
Menurut Toosi, MbS ingin tetap terlihat sebagai pemimpin negara Arab yang memperjuangkan kemerdekaan Palestina tetapi juga tetap bisa berbisnis dengan Israel.
"Cara dia [MbS] mengatakannya adalah, 'Orang Saudi sangat peduli tentang ini, dan seluruh Timur Tengah sangat peduli tentang ini, dan masa jabatan saya sebagai penjaga situs-situs suci Islam tidak akan aman jika saya tidak mengatasi masalah keadilan yang paling mendesak di wilayah kita,'" kata salah satu orang yang mengetahui percakapan MBS dengan para pemimpin regional dan Amerika.
Toosi menganggap MbS sedang melakukan strategi diplomatik ekonomi dalam urusan ini. Ia menilai MbS mengungkit masalah keamanan dirinya demi mendesak AS dan Israel untuk memenuhi tuntutan Saudi dalam kesepakatan ini.
"Ia [MbS] mengatakan bahwa hidupnya dalam bahaya untuk mendesak pejabat AS agar meningkatkan tekanan pada Israel agar tunduk pada kesepakatan yang disukainya," ucap Toosi dalam kolomnya.
Mengutip percakapannya dengan seorang pejabat Saudi, Toosi menuturkan MbS yakin bahwa tanpa menyelesaikan masalah Palestina, Saudi tidak akan mendapat keuntungan apa-apa dari komitmen ekonomi, teknologi, hingga militer yang ditawarkan AS dalam perjanjian ini.
"Itu karena kami tidak akan mendapatkan stabilitas dan keamanan regional tanpa menyelesaikan masalah Palestina," ucap pejabat Saudi tersebut dikutip Toosi dalam kolomnya.
Menurut Toosi, pernyataan pejabat Saudi itu masuk akal jika melihat MbS sebagai sosok yang dikenal nasionalis Saudi.
"Apakah dia [MbS] secara pribadi peduli dengan perjuangan Palestina tidak lah penting. Dia akan mendukungnya jika itu menguntungkan Arab Saudi. Suka atau tidak, kesepakatan ini [normalisasi Israel-Saudi] yang sedang dikerjakan bisa mengubah Timur Tengah secara besar-besaran, paling tidak dengan melihat Israel dan Arab Saudi bertindak sebagai front persatuan melawan Iran," ucap Toosi.
(rds/bac)
Komentar
Posting Komentar