Menaklukkan Stunting di Asmat Papua, Upaya dan Harapan di Tengah Tantangan.
PAPUA, KOMPAS.com - Di sudut timur Indonesia, tepatnya di Kabupaten Asmat, Papua, kisah tentang perjuangan melawan stunting mengalir seperti sungai-sungai yang membentang di wilayah ini.
Kabupaten Asmat yang terkenal kaya akan budaya ukir dan alam yang memukau ternyata menghadapi tantangan besar terkait masalah kesehatan, salah satunya stunting.
Di wilayah ini, stunting atau kondisi kekurangan gizi kronis yang menghambat pertumbuhan anak menjadi masalah serius.
Angka stunting
Menurut data orientasi penguatan pencatatan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM), angka stunting di Kabupaten Asmat tahun 2024 mencapai 26,4 persen.
Perinciannya, dari 4.085 jumlah balita yang diukur, sebanyak 1.080 di antaranya mengalami stunting.
Baca juga: Jokowi Usahakan Angka Stunting Turun ke 14 Persen pada Akhir 2024
Adapun jumlah tersebut didapatkan dari penghitungan di 19 puskesmas yang ada di Kabupaten Asmat, dengan rincian sebagai berikut:
- Puskesmas Kamur: dari 417 jumlah balita diukur, 98 mengalami stunting.
- Puskesmas Primapun: dari 267 balita diukur, 108 mengalami stunting.
- Puskesmas Basim: 317 balita, 126 stunting.
- Puskesmas Atsy: 534 balita, 173 stunting.
- Puskesmas Binam: 299 balita, 86 stunting.
- Puskesmas Kolfbrasa 0 stunting.
- Puskesmas Ayam: 144 balita, 38 stunting.
- Puskesmas Agats: 1.050 balita, 169 stunting.
- Puskesmas Sawaerma: 223 balita, 17 stunting.
- Puskesmas Tomor: 194 balita, 52 stunting.
- Puskesmas Unir Sirau: 187 balita, 91 stunting.
- Puskesmas Nakai: 179 balita, 43 stunting.
- Puskesmas Comoro: 0 stunting.
- Puskesmas Yausakor: 0 stunting.
- Puskesmas Mumugu: 69 balita, 30 stunting.
- Puskesmas Bayun: 205 balita, 49 stunting.
- Puskesmas Kolfbrasa dan Puskesmas Kolfbrasa 01: 0 stunting.
Baca juga: Ketum Pembina Posyandu Minta Pemda Tekan Stunting lewat Kebiasaan Makan Bergizi
Masalah kompleks
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat, Darman, mengatakan, penyebab tingginya stunting di Asmat kompleks dan berlapis.
Mulai dari terbatasnya akses ke makanan bergizi, fasilitas kesehatan yang minim, hingga pengetahuan yang kurang tentang pentingnya gizi dalam pertumbuhan anak.
Infrastruktur yang kurang memadai juga menjadi tantangan besar untuk mendistribusikan pangan sehat ke daerah ini.
Banyak wilayah di Asmat yang hanya bisa dijangkau melalui jalur air dengan perahu yang memakan waktu dan biaya tinggi.
“Setengah dari anak-anak kami tidak bisa kami jangkau. Sementara untuk menjangkau tempat-tempat mereka itu biayanya sangat luar biasa besarnya,” ucap Darman kepada Kompas.com, Rabu (31/7/2024).
Belum lagi, kondisi lahan yang berlumpur dan air pasang membuat masyarakat Asmat sulit untuk menanam sayur-sayuran atau makanan bergizi lainnya.
Baca juga: Bantu Turunkan Stunting di Jakarta, PAM Jaya Raih Penghargaan Mitra Terbaik Pemprov DKI Jakarta
Sebenarnya bisa saja, tetapi memerlukan keterampilan dan pengenalan jenis tanaman.
Selain itu, masih ada pula masyarakat Asmat yang hidup nomaden dengan sistem berpindah ladang garapan.
Lantas, bahan makanan mereka bergantung pada kondisi alam yang seringkali kurang kandungan gizi dan kurang higienis untuk dikonsumsi.
Baca juga: Bakti Sosial ke Pulau Kei Besar, Risma Serap Aspirasi Warga dan Berikan Solusi
Komentar
Posting Komentar