Pembatasan BBM Subsidi Pertalite Berdasarkan Cc Bakal Salah Arah?
Kamis, 26 Sep 2024 05:49 WIB
Ada sejumlah masalah yang diprediksi pakar Indef terkait penerapan kriteria berdasarkan mesin kendaraan untuk pembatasan BBM subsidi Pertalite. (CNNIndonesia/Laudy Gracivia)
--
Pakar dari Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Abra El Talattov membeberkan prediksi sejumlah masalah yang akan muncul saat pemerintah jadi menerapkan pembatasan BBM subsidi Pertalite menggunakan kriteria kapasitas mesin (cc) kendaraan.
Sebelumnya pemerintah diwacanakan bakal menerapkan kriteria kendaraan yang diizinkan memakai Pertalite saat pembatasan dimulai berupa mobil di bawah 1.400 cc dan sepeda motor di bawah 250 cc.
Menurut Abra itu bisa menggerakkan masyarakat lebih banyak menggunakan jenis kendaraan sesuai kriteria tersebut.
Hal ini juga akan menggiring masyarakat memilih besar mesin yang sesuai saat membeli mobil baru dan mengganti yang sudah ada menggunakan mobil bekas sesuai kriteria.
"Jadi, ada nantinya akan muncul kecenderungan fenomena pembelian mobil-mobil second atau mobil baru dengan cc yang diperbolehkan untuk membeli Pertalite," kata dia saat diwawancarai CNBC Indonesia, Selasa (24//9).
Abra mengatakan wajar masyarakat bertindak demikian lantaran rasional mengingat harga Pertalite lebih murah ketimbang produk BBM lainnya.
Harga Pertalite saat ini Rp10 ribu per liter. Sedangkan BBM nonsubsidi yaitu Pertamax Turbo dijual Rp14,475 per liter, Pertamax Green Rp13.650 per liter dan Pertamax Rp12.950 per liter.
"Secara ekonomi, pasti masyarakat secara rasional, ya akan berusaha mencari celah untuk bisa membeli BBM bersubsidi," ucap dia.
Abra juga mengatakan kriteria pembatasan berdasarkan cc kendaraan kurang tepat lantaran ada risiko tidak tepat sasaran sebab penggunanya belum tentu memang layak mendapatkan subsidi BBM dari pemerintah.
"Jadi, kalau menurut hemat saya, dengan kriteria berbasis kendaraan itu masih ada risiko terjadinya ketidaktepatan sasaran. Karena kita sama sekali tidak tahu, bahwa meskipun kendaraan itu cc-nya rendah, tapi penggunanya apakah dia masyarakat mampu atau tidak mampu, gitu," papar Abra.
Masalah lainnya adalah mobil bermesin cc kecil saat ini tidak menjamin harganya murah seiring perkembangan teknologi otomotif yang semakin maju.
Tren hijau sudah membuat banyak produsen melahirkan mobil-mobil cc kecil namun dibekali teknologi seperti turbo atau baterai yang membuatnya memiliki efisiensi dan emisi lebih baik tetapi membuat harganya tak murah.
Misalnya Toyota Raize tersedia pilihan mesin 3-silinder 1.000 cc turbo yang dijual paling murah Rp258,3 juta.
Contoh lainnya adalah mobil hybrid Nissan Kicks menggunakan mesin 3-silinder 1.200 cc dilego terendah Rp512 juta.
Kedua mobil itu memang tak sepatutnya diisi Pertalite, namun bila penggunanya ingin bisa saja sebab sesuai kriteria pembatasan.
(rac/fea)
Komentar
Posting Komentar