Indonesia Bisa Akali CAATSA Demi Peroleh Su-35 Jika Lakukan Ini ke Amerika Serikat - Zona Jakarta

 

Indonesia Bisa Akali CAATSA Demi Peroleh Su-35 Jika Lakukan Ini ke Amerika Serikat - Zona Jakarta

ZONAJAKARTA.com - Su-35 memang menjadi salah satu jet tempur incaran Indonesia dalam rangka modernisasi alutsista untuk TNI AU.

Akan tetapi ada sejumlah faktor yang membuat Indonesia tidak bisa serta merta mengeksekusi rencana pembeliannya.

Regulasi The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA) yang dibuat Amerika Serikat menjadi penghalang terbesar bagi siapapun yang ingin membeli Su-35.

Baca Juga: Surga Kecil antara Indonesia dan Afrika Ini Jadi Pangkalan Militer Inggris dan AS yang Sangat Rahasia

Dilansir ZONAJAKARTA.com dari laman Defence Security Asia melalui artikel berjudul "Russia Awaits Official Cancellation of Su-35 Flanker-E Purchase from Indonesia?" terbitan 5 April 2024, Rusia menyebut bahwa Indonesia belum pernah benar-benar membatalkan kontrak akuisisi Su-35.

Bahkan pemberitaan media Malaysia itu mengungkapkan, Moskow masih menunggu jawaban pasti dari Nusantara.

Artinya perjanjian kedua negara untuk membeli jet tempur tersebut tetap berlaku.

Hanya saja CAATSA menjadi kendala paling mendasar yang membuat langkah pemerintah untuk mengeksekusi rencana pembelian tidak bisa dilakukan secepat mungkin.

Sebab Indonesia masih sangat membutuhkan pasokan alutsista dari Amerika Serikat sampai dengan saat ini.

Ditambah pula regulasi dari Washington itu telah membuat sejumlah negara menjadi "korban" termasuk di antaranya Turki yang sempat didepak dari proyek F-35 lantaran pembelian sistem pertahanan udara S-400.

Baca Juga: Tiongkok Sarankan Indonesia Beli Kapal Perusak 052D Dari Tiongkok Ketimbang Beli Kapal Perang dari Eropa Karena Hal Ini

Kabar mengenai kontrak pembelian sebelas unit Su-35 yang belum kunjung dibatalkan Indonesia juga dikonfirmasi oleh Duta Besar Rusia Jose Tavares.

Pernyataan Tavares kontradiktif dengan berita yang beredar di sejumlah media Barat yang menyebut NKRI akan mengalihkan rencananya ke produk buatan negara NATO yang dianggap lebih mumpuni.

"Memang, pada suatu saat Rusia dan Indonesia menandatangani perjanjian ini. Indonesia tidak pernah menghentikannya, tetapi ditunda untuk menghindari potensi ketidaknyamanan tertentu," kata Tavares dikutip dari artikel berjudul "A New Phase in Indonesia’s Long Effort to Purchase Russian Su-35 Fighters: Contract Confirmed Still in Effect" yang dimuat laman Military Watch Magazine pada 9 Mei 2024.

Untuk diketahui, nilai kontrak yang disepakati Indonesia demi membeli Su-35 dari Rusia adalah 1,1 miliar dolar AS.

Nusantara sempat menaruh optimismenya karena Ryamizard Ryacudu yang masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) RI di era pemerintahan Presiden Jokowi bersama Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden RI pada periode pertama mengklaim bahwa persoalan ancaman CAATSA sejatinya telah diselesaikan.

Sehingga menurutnya, tidak ada alasan kuat untuk membatalkan kontrak yang sudah disepakati.

"Jangan pernah membatalkan. Kami terus melanjutkan pelaksanaan kontrak," ujar Ryamizard pada tahun 2019.

Belakangan, salah satu konglomerat dari Negeri Tirai Besi dikabarkan menawarkan diri untuk membantu Negeri Khatulistiwa ini agar proses akuisisi Su-35 berjalan dengan mulus.

Namun sampai dengan sekarang, negeri ini tidak ingin mengambil risiko lebih jauh sehingga menahan diri dari pembelian pesawat tersebut merupakan langkah terbaik dan paling aman.

Baca Juga: Pertahanan Amerika Kebobolan, Pesawat Nirawak Misterius Berhasil Menyusup ke Sarang F-22 Raptor

Belajar dari Turki

Dinamika yang terjadi di Turki bisa menjadi referensi apabila Indonesia masih terus berupaya memperoleh Su-35.

Melansir laman Turkish Minute melalui artikel berjudul "US seeks control of Russian S-400s in exchange for Turkey’s return to F-35 program" yang terbit pada 23 September 2024, Ankara berupaya untuk kembali ke proyek F-35 setelah sempat terkena sanksi CAATSA lantaran pembelian S-400.

Hanya saja Amerika Serikat mengajukan syarat khusus yang harus dipenuhi apabila pesawat buatan Lockheed Martin yang sudah dipesan bisa kembali menjadi haknya sesuai kontrak yang sudah dibuat sebelumnya.

Caranya, pengendalian S-400 dalam gudang persenjataan mereka harus diserahkan kepada Washington meski operasional tetap dilakukan di wilayah pemilik aset.

Dengan demikian, Negeri Paman Sam juga dapat memperoleh benefit tambahan yakni memperoleh data teknis dari sistem pertahanan udara buatan Rusia itu.

Berkaca dari hal ini, Indonesia bisa menyiasati regulasi CAATSA dan melobi agar data teknis Su-35 dibagikan kepada Amerika Serikat setelah benar-benar diterima.

Sehingga negeri ini tetap bisa melakukan diversifikasi alutsistanya dari dua negara besar dengan posisi geopolitik yang saling berlawanan.***

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Baca Juga

Komentar