Ini Penjelasan Mengenai Japanese Encephalitis dari Guru Besar UGM - RRI

 

RRI.co.id - Ini Penjelasan Mengenai Japanese Encephalitis dari Guru Besar UGM

KBRN, Sleman: Selama dua bulan ini, September-Oktober 2024, pemerintah mencanangkan vaksinasi Japanese Encephalitis (JE) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Vaksinasi ini dilaksanakan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penyakit JE.

Pusat Kedokteran Tropis (PKT) UGM mengangkat program pemerintah ini menjadi topik bahasan dalam TropmedTalk edisi September 2024. Narasumber yang membahasnya adalah Prof. dr. Mei Neni Sitaresmi, SpA(K), PhD, Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM.

Prof. Mei menjelaskan bahwa JE disebabkan oleh virus japanese encephalitis, virus yang umumnya terdapat di babi dan blekok (bangau putih) yang lazim dijumpai di sawah. “Virus ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk culex,” katanya.

Berbeda dengan nyamuk Aedes aegypti yang sering menggigit pada siang dan sore hari, nyamuk culex menggigit pada malam hari. Saat itulah virus bisa masuk ke dalam tubuh manusia. Meski demikian, virus dalam tubuh manusia tidak dapat ditularkan lagi ke manusia lain.

Virus yang masuk ke tubuh manusia bisa menimbulkan gejala layaknya infeksi lain seperti demam, badan lesu, nyeri otot dan lain-lain. Gejala-gejala yang tergolong seperti di atas akan hilang dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Namun, pada kelompok yang berisiko tinggi, infeksi virus tersebut akan menimbulkan gejala yang serius seperti pusing yang menyebabkan anak terus-terusan rewel, muntah-muntah hingga kejang dan penurunan kesadaran. Gejala-gejala tersebut sama dengan gejala peradangan otak (encephalitis) lainnya.

“Encephalitis itu kan ada banyak, salah satunya ya yang disebabkan oleh virus (JE) ini,” kata Prof. Mei. 

Prof. Mei mengajak masyarakat Yogyakarta untuk mengikuti vaksinasi JE ini selagi menjadi program pemerintah, sehingga dapat memperolehnya dengan gratis. Menurutnya biaya vaksinasi itu mahal jika mengaksesnya secara mandiri.

Adapun terkait Yogyakarta dipilih sebagai wilayah pelaksanaan, ia menyebut bahwa hal tersebut merupakan rekomendasi dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Selain beban kasus, pertimbangan lainnya adalah kesiapan sumber daya kesehatan dan masyarakatnya dalam melaksanakan vaksinasi.

Namun, sebetulnya vaksin bukan merupakan satu-satunya langkah pencegahan dari penyakit JE. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga sangat penting.

“Karena ini ditularkan oleh nyamuk, maka pastikan lingkungan bebas dari nyamuk,” ujar Prof. Mei.

Dengan menggalakkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), maka lingkungan akan bebas dari nyamuk. Tidak hanya terbebas dari JE, masyarakat juga akan terbebas dari penyakit-penyakit lain yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Selain itu, nutrisi juga harus terjaga, sehingga daya tahan tubuh akan meningkat dan mampu melawan infeksi dengan sendirinya. (Ratih/RAS/par)


Baca Juga

Komentar