Menaker Pastikan Penetapan UMP 2025 Mundur, Ini Penyebabnya Halaman all - Kompas

 

Menaker Pastikan Penetapan UMP 2025 Mundur, Ini Penyebabnya Halaman all - Kompas

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Yassierli mengatakan, penetapan upah minimun provinsi (UMP) 2025 dipastikan diundur dari jadwal semestinya.

Hal itu disampaikan Yassierli usai melaksanakan audiensi dengan Kompas Gramedia di Menara Kompas, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

"Sudah pasti (penetapan UMP mundur). Ini tanggal berapa sekarang?" ujar Yassierli.

Ia juga membenarkan jika penetapan UMP menanti jadwal kepulangan Presiden Prabowo Subianto dari rangkaian lawatan luar negeri.

Sebab menurutnya rumusan peraturan UMP akan dikonsultasikan dulu dengan Presiden.

Baca juga: Kata Menaker, Penentuan UMP 2025 Pakai Formula yang Sudah Dipahami

Diketahui, saat ini Presiden Prabowo baru selesai melakukan kunjungan di Brasil dalam rangka menghadiri KTT G20. Seusai dari Brasil, Presiden bertolak ke Inggris dan sejumlah negara Timur Tengah.

Sehingga menurut rencana, Kepala Negara baru kembali ke Tanah Air pada 25 November 2024.

Di sisi lain, berdasarkan aturan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan tenggat waktu pengumuman upah minimun paling lambat pada 21 November.

Sehingga jika mengikuti jadwal kepulangan Presiden Prabowo, maka penetapan upah minimun akan melebihi batas waktu sesuai aturan.

Merespons hal itu, Yassierli menegaskan tidak ada masalah.

Dia menekankan aturan upah minimum masih akan berlaku per 1 Januari 2025.

Baca juga: Bocoran UMP 2025 dari Menaker: Bahagiakan Buruh, tapi Tak Bikin Industri Khawatir


Sehingga pengumuman penetapan besaran upah minimun tetap dilakukan pada tahun ini, sedangkan pemberlakuan bisa langsung pada tahun depan.

"Ya enggak apa-apaan. Kita masih punya waktu. Harus (tetap diumumkan tahun ini). Karena harus berlaku 1 Januari 2025," tuturnya.

Ia mengungkapkan, saat ini Kemenaker juga belum selesai membahas rumusan penentuan upah bersama dengan LKS Tripartit Nasional.

Sehingga perlu dimaksimalkan untuk mencapai rumusan pengupahan yang adil.

Baca juga: PPN Bakal Naik Jadi 12 Persen, Bagaimana dengan UMP 2025?

Yassierli pun menjelaskan alasan mengapa harus berkonsultasi dengan Prabowo sebelum menetapkan upah minimum.

Menurutnya, karena nantinya akan ada peraturan menteri (Permenaker) yang akan diterbitkan.

Selain itu, karena ada situasi yang membutuhkan perhatian lebih lanjut dari semua pihak, yakni putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal upah minimun.

Sehingga Yassierli nantinya akan meminta jadwal untuk bertemu Presiden terlebih dulu.

"Ya harus ketemu. Karena beliau kan, kalau ini peraturan menteri kan harus sesuai dengan arahan beliau (Presiden). Kita melapor dulu," kata Yassierli.

"Pasti, minta jadwal pasti. Memang tadi, kita juga kan tidak (berada) di tahun yang biasa ya. Karena ada (putusan) MK (soal penyesuaian upah minimun)," tambahnya.

Penentuan UMP pakai formula yang sudah dipahami

Di sisi lain, Menaker Yassierli mengakui bahwa pemerintah tidak punya cukup banyak waktu untuk melakukan kajian sebelum merumuskan besaran UMP 2025.

Pasalnya, ada putusan MK yang mengamanatkan penyesuaian upah saat proses perumusan UMP 2025 berjalan dari daerah ke pusat.

Sehingga pemerintah mengambil sikap yang disebut Yassierli "langkah praktikal" dalam merumuskan UMP 2025 pasca putusan MK.

Yakni menghitung UMP dengan rujukan dari formula yang saat ini sudah dipahami.

"Kami ketika bicara dengan buruh dan pengusaha kita katakan 2025 ini pengecualian. Pengecualian dalam artian pengecualian kan keputusan MK juga baru dan kita enggak punya banyak waktu untuk melakukan studi lebih dalam, kajian akademis," ungkap Yassierli.

"Yang praktikal adalah kita mengambil, kita mengacu kepada formula yang teman-teman itu sudah paham," tegasnya.

Baca juga: Direktur Celios: Kenaikan UMP 10 Persen Bisa Tingkatkan PDB dan Konsumsi

Akademisi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) itu tidak memberikan penjelasan lebih rinci soal formula yang sudah dipahami bersama itu.

Yassierli, hanya menegaskan jika nantinya ada besaran nilai konstanta yang dijadikan salah satu poin penghitungan UMP maka ada kemungkinan bisa dinaikkan.

"Tinggal kalau di situ ada konstanta, konstantanya mungkin kita bisa perluas. Sehingga kita tidak lebih, nanti kalau kita keluar dengan sebuah rumusan acuan yang baru nanti panjang lagi diskusinya," ungkapnya.

Untuk diketahui, saat ini penghitungan UMP merujuk kepada PP Nomor 51 Tahun 2023 Tentang Pengupahan.

Dalam PP itu diatur bahwa kenaikan UMP memakai rumus penghitungan yang mempertimbangkan komponen inflasi, pertumbuhan ekonomi dan indeks tertentu.

Indeks tertentu ini disimbolkan dengan alpha. Alpha inilah yang persentasenya bisa disesuaikan oleh Dewan Pengupahan masing-masing daerah.

Baca juga: Menaker Ungkap Perbedaan Usulan Penentuan Upah Minimun Menurut Serikat Pekerja dan Pengusaha  

Sementara itu, dalam putusan pada 31 Oktober 2024, MK meminta pasal soal pengupahan harus "mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua".

Di sisi lain, MK juga meminta supaya struktur dan skala upah harus proporsional.

MK juga memperjelas frasa "indeks tertentu" dalam hal pengupahan sebagai "variabel yang mewakili kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi provinsi atau kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan perusahaan dan pekerja/buruh serta prinsip proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh".

MK pun menghidupkan kembali peran aktif dewan pengupahan dalam penentuan upah minimun serta mengembalikan adanya upah minimum sektoral.

Baca juga: Daya Beli Turun, Komisi XI DPR Serahkan Keputusan Kenaikan PPN 12 Persen ke Pemerintah

UMP bakal naik

Dalam pemaparannya, Menaker Yassierli juga mengisyaratkan besaran UMP 2025 mengalami kenaikan dari besaran UMP 2024.

Namun, ia belum dapat menyebutkan beberapa kepastian kenaikan itu.

Yassierli bilang, Presiden Prabowo sebelumnya berpesan agar UMP 2025 ditetapkan dengan memperhatikan kondisi buruh saat ini

"Saya katakan Insya Allah pasti naik. Naik itu kan berapa? Naik 1 persen, 2 persen kan juga naik," katanya.

Ia pun menyebut menyatakan, besaran UMP yang bakal ditetapkan dalam waktu dekat akan membahagiakan buruh.

Baca juga: Menaker Tegaskan Penetapan Upah Minimum 2025 Tunggu Prabowo Balik dari Luar Negeri

Di sisi lain menurutnya UMP tahun depan tidak akan membuat pengusaha (industri) khawatir.

"Insya Allah itu (UMP 2025) membahagiakan buruh dan sekaligus juga teman-teman di industri enggak usah khawatir," ungkap Yassierli.

Ia juga mengonfirmasi kabar yang menyebut UMP 2025 bakal naik sebesar 5 persen dari UMP 2024.

Yassierli menegaskan, bisa saja kenaikan UMP lebih dari 5 persen atau di bawah angka itu.

Sebab besaran UMP yang ada saat ini bervariasi dari berbagai provinsi. Selain itu, UMP yang ada juga sebagian lebih tinggi daripada persentase KHL atau kebutuhan hidup layak.

"Jadi kami melihat satu angka enggak bisa. Jadi kita harus memberikan range, sehingga memberikan ruang sesuai dari amar dari MK itu adalah memberikan penguatan kepada Dewan Pengupahan Provinsi untuk dia memutuskan itu. Jadi bukan satu angka," tegasnya.

Baca juga: Serikat Pekerja: Kenaikan Upah Bisa 8 Persen jika Pemerintah Patuhi Putusan MK

Buruh dan pengusaha disebut sudah "sepaham"

Lebih lanjut, Menaker Yassierli juga mengungkapkan, saat ini diskusi tentang rumusan UMP 2025 terus berlangsung.

Kabar baiknya, kata dia, sudah ada kesepahaman dari serikat buruh dan pengusaha soal kenaikan UMP secara signifikan.

Hanya saja Yassierli kembali menekankan persentase kenaikan belum dapat disampaikan.

"Jadi good news-nya adalah sudah mulai ada kesepahaman. Dan saya katakan APINDO ataupun buruh sepakat bahwa UMP itu naik. Bahkan naiknya itu cukup signifikan," tegasnya.

"Berapanya belum bisa (disampaikan), karena ini masih dalam proses. Bahasa saya adalah meningkatkan penghasilan pekerja yang masih rendah dengan tetap menjaga daya saing usaha. Jadi kita harus lihat dua-duanya (sisi pekerja dan pengusaha," kelas Yassierli.

Ia menilai tidak ada gunanya jika upah dinaikkan menjadi tinggi tetapi setelahnya ada gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Namun, jika kenaikan upah hanya terjadi sedikit, kemudian buruh mogok kerja juga bukan merupakan situasi yang baik.

Baca juga: Apindo Minta Semua Pihak Bijak Bahas Upah Minimum agar Investor Asing Tak Lari dari RI

Sehingga pemerintah berupaya mencari keseimbangan. "Tentu ada tidak bisa kita memuaskan semua. Tapi dengan APINDO kita sudah hampir selesai (berdiskusi). Karena kita sudah tangkap (apa yang diinginkan). Jadi concern mereka itu adalah semua sepakat bahwa upah itu boleh (naik). Jangan kita kunci terlalu rendah. Agak tinggi," jelasnya.

"Karena memang ada beberapa perusahaan yang itu mampu secara finansial. Tapi harus ada sebuah mekanisme transisi bagaimana perusahaan-perusahaan yang mereka punya problem secara finansial. Dari buruh yang saat ini kita masih coba negosiasi sebenarnya karena mereka juga harus realistis tadi," papar Yassierli.

Ia pun menyampaikan sudah mendiskusikan perihal UMP 2025 dengan Dewan Ekonomi Nasional (DEN) dan Menko Perekonomian.

Sehingga Yassierli berharap pada pekan ketiga November 2024 sudah ada titik terang rumusan UMP 2024.

Setelahnya, baru rumusan penetapan UMP akan dilaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto.

"Habis itu kita bisa keluar dengan peraturan menteri. Rasanya sih tadi, bukan hanya membahagiakan buruh, melainkan membahagiakan dunia usaha. Itu maunya kita," tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya