Ribuan Warga Selandia Baru Geruduk Parlemen, Protes RUU Lemahkan Maori
Rabu, 20 Nov 2024 09:39 WIB
Jakarta, CNN Indonesia--
Puluhan ribu warga Selandia Baru berunjuk rasa di depan gedung parlemen untuk memprotes rancangan undang-undang (RUU) yang dinilai melemahkan hak-hak Suku Maori, Selasa (19/11).
Sekitar 42 ribu orang memadati kompleks parlemen untuk mendemo RUU Prinsip Perjanjian, beleid yang diperkenalkan oleh partai libertarian ACT Selandia Baru pada awal bulan ini.
Sejumlah orang tampak berdemo sambil mengenakan pakaian tradisional Maori dan membawa senjata tradisional suku tersebut. Beberapa lainnya mengenakan kaos bertuliskan Toitu te Tiriti (Hormati Perjanjian) dan ratusan lainnya membawa bendera Maori.
"Saya pikir penting bagi kita untuk menjaga kaupapa yang merupakan nilai-nilai kita sebagai Maori dan budaya kita. Adalah hal yang sangat penting bagi kita untuk memiliki identitas budaya," kata Hoana Hadfield, salah satu pedemo dari Wellington.
Dalam demonstrasi itu, pemimpin suku Ngati Toa, Helmut Modlik, berorasi dengan mengatakan bahwa tak ada yang bisa memecah belah kaum Maori.
"Bagi mereka yang ingin memecah belah kita, whanau, sudah terlambat. Kami adalah satu," kata Modlik disambut sorak-sorai massa.
Ribuan warga Selandia Baru ini sendiri memprotes RUU Prinsip Perjanjian yang dinilai berpotensi memecah belah masyarakat.
Menurut warga, RUU tersebut berupaya menafsirkan ulang Perjanjian Waitangi, kebijakan yang telah berlaku selama puluhan tahun yang bertujuan memberdayakan Suku Maori, yang jumlahnya sekitar 20 persen dari 5,3 juta penduduk Selandia Baru.
Warga Suku Maori selama ini tidak mendapatkan akses kesehatan yang setara dengan masyarakat lainnya. Mereka juga kerap mengalami penangkapan dan penahanan atas berbagai tuduhan.
Sejumlah kecil politisi termasuk pemimpin ACT David Seymour akhirnya menemui ribuan pengunjuk rasa untuk mendengarkan protes mereka.
Ketika Seymour muncul, ribuan orang mulai meneriakkan seruan "musnahkan RUU" sambil menunjukkan tarian haka atau tarian perang Maori.
Pada kesempatan itu, massa juga menyerahkan petisi penolakan RUU, yang telah ditandatangani oleh 203.653 orang.
Dilansir dari Reuters, Perjanjian Waitangi pertama kali ditandatangani pada 1840 oleh Kerajaan Inggris dan lebih dari 500 kepala suku Maori Pribumi. Perjanjian ini menetapkan kesepakatan kedua belah pihak terkait pemerintahan Selandia Baru.
Perjanjian ini memberikan Suku Maori hak yang luas untuk mempertahankan tanah mereka dan melindungi kepentingan mereka sebagai imbalan atas penyerahan pemerintahan kepada Inggris.
Perjanjian itu masih menjadi panduan perundangan-undangan dan kebijakan di Selandia Baru hingga saat ini. Namun, hal itu diiringi dengan putusan pengadilan dan tribunal Maori yang memperluas hak dan keistimewaan Maori selama beberapa dekade.
Rancangan undang-undang yang diperkenalkan ACT sendiri tak akan lolos lantaran sebagian besar partai telah berkomitmen untuk menolaknya. Kendati begitu, warga tetap memprotes pengenalan RUU ini karena dinilai berpotensi menimbulkan pergolakan di antara rakyat Selandia Baru.
(blq/dna)
Komentar
Posting Komentar