WHO Tetapkan TB Penyakit Menular Paling Mematikan, Eliminasi TB Harus dari Pencegahan Bukan Pengobatan Saja - Jawa Pos
WHO Tetapkan TB Penyakit Menular Paling Mematikan, Eliminasi TB Harus dari Pencegahan Bukan Pengobatan Saja - Jawa Pos
JawaPos.com–Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menular mematikan nomor satu saat ini. Berdasar catatan Kementerian Kesehatan ada tren peningkatan kasus TBC di Indonesia pada tahun lalu. Yakni, 1.060.000 kasus TBC.
Menurut Dokter Spesialis Paru RSPI Bintaro Dr. dr. Raden Rara Diah Handayani, Sphi.P(K), seseorang dengan kekebalan tubuh yang rendah bakal lebih mudah untuk langsung menjadi sakit. Begitu juga pada anak di bawah 5 tahun dapat mengalami sakit TB yang berat.
”Pada orang dengan kekebalan tubuh yang baik perlu dilakukan pencegahan agar tidak terjadi reaktivasi menjadi sakit TBC. Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan 30-50 persen orang yang kontak serumah dengan pasien TBC telah mengalami infeksi TBC laten dan diprediksi 10-15 persen akan menjadi sakit TBC atau TB aktif terutama bila mengalami penurunan imun seperti yang terjadi pada penderita HIV yang tidak diobati, DM dengan gula darah tidak terkendali, gizi buruk, dan perokok serta pengguna alkohol,” kata Rara Diah Handayani.
Baca Juga: DBD Banyak Terjadi pada Usia Produktif, Perlindungan terhadap Pekerja Mesti jadi Perhatian
WHO merekomendasikan pada kontak serumah yang terinfeksi atau infeksi TB laten untuk diberikan Terapi Pencegahan TB (TPT). Yaitu, berupa beberapa obat seperti rifampentin dan isoniazid selama 3 bulan (disebut 3HP) atau 1 bulan penuh (1HP), atau INH 6 bulan atau 3 bulan INH rifampisin (3 HR).
”Selain pencegahan dengan TPT dan vaksinasi, hal yang menjadi penting adalah menjaga kesehatan secara aktif dengan memenuhi kebutuhan gizi yang baik, menghentikan kebiasaan merokok, istirahat cukup serta mengontrol penyakit komorbid terutama DM dan HIV dengan pengobatan yang adekuat, serta olahraga rutin,” papar Rara Diah Handayani.
Bagi pasien yang terdiagnosis TB, biasanya dokter akan memberikan obat dalam dua tahap yakni insentif dan lanjutan selama 6 bulan, terdiri atas 2 bulan rifampisin, isoniazid, etambutol dan pirazinamid dilanjutkan 4 bulan rifampisin dan pirazinamid (2RHZE/4RH). Pada panduan pengobatan TB ada beberapa hal yang juga penting. Seperti menjaga kesehatan tubuh dengan nutrisi dan pemberian obat-obatan imun harus di bawah pengawasan dokter yang merawat karena dipengaruhi kondisi pasien.
Baca Juga: 5 Mitos Tentang BPA Dalam Galon Polikarbonat Berikut Faktanya
Terkait dengan pemberian obat-obatan imun atau imunomodulator, Farmakolog Molekuler Prof. Raymond Tjandrawinata memaparkan hasil uji klinik imunomodulator terhadap pasien TB paru. Uji klinik imunomodulator dari tanaman meniran hijau (Phyllanthus niruri) terhadap penderita TB paru telah dilakukan beberapa ahli.
”Parameter efikasi dilihat dari perbaikan klinik (konversi sputum BTA) serta perbaikan radiologik (foto toraks),” ucap Raymond Tjandrawinata.
Imunomodulator yang telah teruji klinis adalah Stimuno yang dikembangkan secara modern dari tanaman meniran hijau (Phyllanthus niruri). Selain teruji klinis, Stimuno juga telah masuk Formularium Fitofarmaka yang dirilis Kementerian Kesehatan.
”Secara statistik, hal ini menunjukkan tren yang lebih baik ke arah Stimuno dan memiliki dampak klinis yang besar yaitu pasien dengan konversi sputum BTA tidak akan menjadi sumber penularan TB paru ke lingkungannya. Selain itu, perbaikan imunitas pasien juga terlihat sehingga dapat disimpulkan bahwa Stimuno bekerja secara sinergis dengan terapi obat TB dalam pencapaian eradikasi pathogen,” papar Director of Business Development and Scientific Affairs Dexa Group Prof. Raymond Tjandrawinata.
Prof Raymond mengatakan, uji klinis menunjukkan bahwa Stimuno tidak memiliki efek samping secara signifikan pada penggunaan jangka panjang selama 6 bulan.
Komentar
Posting Komentar