Harga Singkong di Lampung Terjun Bebas jadi Rp1.000 per Kg gegara Impor, Petani Menjerit - Bagian All

JAKARTA, iNews.id - Petani di Lampung melakukan aksi demonstrasi karena harga singkong yang tidak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Harga singkong diketahui turun hingga mencapai Rp1.000 per kilogram (kg)
Sebagai informasi, ribuan petani singkong dari tujuh kabupaten di Lampung menggeruduk pabrik pengolahan tapioka pada Kamis (23/1) lalu. Mereka menuntut agar perusahaan segera menerapkan harga singkong sesuai Surat Keputusan Bersama (SKB) yang disepakati, yaitu Rp1.400 per kg.
Menurut kajian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), impor tapioka menjadi salah satu penyebab rendahnya harga beli singkong di Provinsi Lampung.
Dalam sebuah video yang beredar di media sosial menampilkan singkong yang bertumpuk dan menyampaikan pesan kepada Presiden Prabowo Subianto bahwa petani tengah kebingungan karena harga singkong di Lampung turun drastis.
"Yang terhormat Pak Presiden Prabowo Subianto, di Lampung lagi melimpah ruah singkong, terus petani udah menjerit dari tujuh bulan harga turun, turun, turun, sampai kami demo, perusahaan juga tidak mengindahkan peraturan gubernur," ujar seseorang di video tersebut.
Dia pun meminta Presiden Prabowo untuk menyaksikan dan mendengarkan langsung keluhan dari para petani mengenai harga singkong yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada.
"Jadi kayanya kalau bapak ga dateng, ga liatin petani yang kesusahan ini kayanya ga didengerin pak. Dimohon kedatangannya pak, ditunggu sama warga Lampung," katanya.
Merespons hal tersebut, Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menegaskan pihaknya akan menindak tegas importir singkong yang lebih memilih produk singkong dari luar daripada petani.
“Ini kami dengar di Lampung terkait harga singkong, kami akan undang, kami akan undang industri, undang petaninya. Kami minta kepada importir, tegas, jangan zalimi petani,” ujar Amran dalam keterangannya dikutip, Sabtu (25/1/2025).
Amran menegaskan, importir tidak boleh berpikir sebagai penjajah. Industri yang lebih memilih produk dari negara lain daripada dalam negeri diragukan patriotismenya.
“Mengimpor produk pangan dari negara lain lebih dari produk dalam negeri, diragukan patriotismenya. Tandanya itu mereka lebih sayang petani luar,” kata dia.
Komentar
Posting Komentar