Terungkapnya Kasus Petinggi Polisi Peras Penonton DWP, Berawal dari Curhatan di Medsos Halaman all - Kompas

 

Terungkapnya Kasus Petinggi Polisi Peras Penonton DWP, Berawal dari Curhatan di Medsos Halaman all - Kompas

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus dugaan pemerasan yang melibatkan sejumlah anggota kepolisian di acara Djakarta Warehouse Project (DWP) 2024 telah menarik perhatian publik.

Insiden ini terjadi pada 13-15 Desember 2024 dan melibatkan laporan dari beberapa penonton yang mengaku diperas oleh oknum polisi.

Kini sejumlah polisi dipecat karena terlibat dalam pemerasan itu. Ini menjadi efek domino setelah sejumlah penonton mengeluh di media sosial. 

Mengapa Kasus Ini Terungkap?

Kasus pemerasan ini mulai terungkap ketika banyak penonton DWP membagikan pengalaman buruk mereka di media sosial, terutama Instagram.

Saran PLN soal Memaksimalkan Diskon Token Listrik 50 Persen

Baca juga: Dihukum Demosi, 2 Polisi Pemeras Penonton DWP Ajukan Banding

Para penonton melaporkan tindakan pemerasan dan intimidasi yang mereka alami.

Pihak penyelenggara, Ismaya Live, menanggapi keluhan ini dengan mengonfirmasi adanya insiden tersebut dan mendorong para korban untuk melapor kepada pihak berwajib.

Salah satu korban, Ilham (bukan nama sebenarnya), seorang penonton asal Malaysia, menceritakan pengalaman menyedihkannya.

Ia mengaku ditarik oleh oknum polisi di tengah konser dan diminta untuk menyerahkan paspor serta uang.

Raka (27), seorang warga negara Indonesia yang menemani Ilham, menjelaskan situasi tersebut.

"Polisi, ayo ikut ke belakang," kata terduga polisi tersebut kepada Ilham.

Saat Ilham menjelaskan statusnya sebagai WNA, oknum polisi meminta paspornya untuk pemeriksaan administrasi.

Baca juga: AKBP Malvino Edward Yusticia Dipecat, Apa Perannya dalam Kasus DWP 2024?

Namun, paspor tersebut tidak segera dikembalikan setelah pemeriksaan.

"Teman aku dites kesadaran doang. Tapi, kata dia ada yang dites urine juga. Tapi ya gitu, dipersulit pas balikin paspornya, pas habis bayar, ‘ya sudah sana’," ujar Raka.

Siapa yang Terlibat dalam Pemerasan Ini?

Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri telah menangkap 18 anggota kepolisian dari berbagai satuan terkait dugaan pemerasan tersebut.

Irjen Abdul Karim, Kepala Divisi Propam Polri, menjelaskan bahwa semua anggota yang ditangkap telah ditempatkan dalam penempatan khusus di Mabes Polri.

"Jadi ada terdapat 18 orang, masih tetap jumlahnya sama yang sudah kita amankan," ungkap Abdul.

Sebagai tindak lanjut, Polda Metro Jaya juga melakukan mutasi terhadap 34 anggotanya, dan surat telegram mengenai mutasi tersebut telah ditandatangani oleh Kepala Biro Sumber Daya Manusia (SDM) Polda Metro Jaya, Kombes Muh. Dwita Kumu Wardana.

Apa Sanksi yang Diterima Para Pelanggar?

Tiga dari 18 polisi yang terlibat dipecat secara tidak hormat akibat keterlibatan mereka dalam kasus pemerasan ini.

Baca juga: Uang Rp 2,5 Miliar Hasil Pemerasan Penonton DWP Bakal Dikembalikan

Mereka adalah Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak yang menjabat sebagai direktur reserse narkoba Polda Metro Jaya, AKP Yudhy Triananta Syaeful sebagai Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba, dan AKBP Malvino Edward Yusticia sebagai Eks Kasubdit III Ditresnarkoba.

Mereka telah menjalani sidang kode etik profesi Polri (KEPP) yang menghasilkan keputusan pemecatan.

Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, Karopenmas Divisi Humas Polri, menjelaskan bahwa Donald dinyatakan bersalah karena membiarkan anggotanya memeras penonton.

"Donald dinyatakan melanggar berbagai pasal dalam kode etik dan mendapatkan sanksi etika," jelasnya.

Yudhy, yang juga terlibat dalam pemeriksaan, diminta uang sebagai imbalan untuk pembebasan penonton, sementara Malvino diduga meminta uang dari penonton untuk menghindari pemeriksaan.

Baca juga: Eks Direktur Reserse Narkoba Metro Dianggap Biarkan Penonton DWP Diperas

Dua anggota polisi lainnya, berinisial S dan DF, diberhentikan tidak dengan hormat dan didemosi selama 8 tahun.

Apa Langkah Selanjutnya?

Ketiga polisi yang dipecat tersebut telah mengajukan banding atas putusan tersebut.

Brigjen Trunoyudo menyampaikan bahwa mereka memiliki hak untuk banding hingga tingkat kasasi.

Proses banding ini tidak dihadiri oleh pelanggar, hanya oleh komisi banding berdasarkan keputusan Kapolri.

"Untuk banding ini sifatnya nanti mempelajari memori dari pelanggar yang diajukan dan nanti akan diputus oleh komisi banding tanpa dihadiri oleh terduga pelanggar," tambah Agus Wijayanto, Karo Wabprof Divpropam Polri.

Kasus ini menciptakan keprihatinan di masyarakat dan memicu diskusi tentang integritas kepolisian dalam menjaga keamanan publik.

Di tengah sorotan media, banyak yang berharap agar keadilan dapat ditegakkan bagi para korban pemerasan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya 

Artikel populer - Google Berita