Perang Israel-Hizbullah Jilid Berikutnya Akan Lebih Dahsyat, Pakar: Tak Terhindarkan - Halaman all - TribunNews

 Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah 

Perang Israel-Hizbullah Jilid Berikutnya Akan Lebih Dahsyat, Pakar: Tak Terhindarkan - Halaman all - TribunNews

TRIBUNNEWS.COM – Hizbullah dan Israel diprediksi akan kembali berperang meski saat ini kedua belah memberlakukan gencatan senjata.

Robert Inlakesh, seorang pakar politik dan jurnalis di Inggris, meyakini perang Hizbullah-Israel jilid berikutnya tak akan bisa dihindari.

Dalam opininya di Russia Today hari Senin, (10/2/2025), Inlakesh mengatakan Israel memang mendapatkan sejumlah kemenangan taktis dalam pertang terbaru di Lebanon. Namun, Israel tak punya kemampuan untuk menghancurkan Hizbullah secara total.

Dia menyebut Israel telah memberikan ancaman kepada Hizbullah. Ancaman itu ialah perang yang lebih mengerikan daripada sebelumnya,

“Pertanyaannya bukan apakah akan ada pertempuran lain di antara Lebanon dan Israel, melainkan kapan itu terjadi,” kata Inlakesh.

Meletusnya perang Israel-Hizbullah

Perang terbaru antara Israel dan Lebanon terjadi setelah perang di Jalur Gaza meletus tanggal 7 Oktober 2023.

Demi membela Hamas, Hizbullah mulai menargetkan peralatan militer yang berada di kawasan pertanian Shenaa. Lalu, Israel membalasnya dengan melancarkan serangan udara ke Lebanon selatan yang menewaskan empat anggota Hizbullah.

Pada tanggal 9 Oktober 2023 Hizbullah kembali beraksi dengan menyerang target militer di Israel.

Inlakesh menyebut Hizbullah berupaya membantu kelompok Hamas di Gaza. Namun, Hizbullah enggan menyeret Lebanon ke dalam perang besar dengan Israel.

“Dari tanggal 8 Oktober hingga 20 September 2024, Israel berada di balik sekitar 81 persen serangan di antara kedua belah pihak, menewaskan 752 orang di Lebanon, sedangkan serangan Hizbullah menewaskan 33 warga Israel,” ujar pakar itu.

Baca juga: Anggota Parlemen Lebanon Mengecam Seruan AS untuk Mengecualikan Hizbullah dari Pemerintahan Lebanon

“Perang terakhir antara Lebanon dan Israel terjadi tahun 2006, yang dimulai ketika Hizbullah menyerbu dan menculik tentara Israel. Perang ini direncanakan dengan baik oleh Hizbullah sehingga berakhir dengan kemenangan kelompok itu karena pasukan Israel mundur dari wilayah Lebanon.”

Inlakesh menyebut dari tahun 2006 hingga 2023, Israel berupaya menyusup ke dalam Hizbullah dan memata-matainya.

Di sisi lain, Hizbullah sudah meningkatkan kekuatannya secara signifikan. Kekuatan Hizbullah tahun 2006 bisa dikatakan sebanding dengan Hamas pada permulaan perang bulan Oktober 2023.

Dia mengatakan Hizbullah lahir dari konflik antara Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Israel, yakni ketika Israel menginvasi Lebanon tahun 1982. Saat itu Israel membunuh sekitar 20.000 warga Palestina dan Lebanon.

Gencatan terjadi setelah PLO menyerah dan menerima dideportasi ke Tunisia. Namun, setelah para pejuang PLO pergi, Israel tidak meninggalkan Lebanon, malah menduduki wilayah selatan.

Inlakesh mengatakan peristiwa itu memberi satu pelajaran bagi para kelompok perlawanan terhadap Israel, yakni jangan pernah menyerahkan senjata.

Perang tak bisa dihindari

Inlakesh mengatakan Hizbullah tetap melancarkan pertempuran secara terbatas setelah peristiwa serangan pager oleh Israel yang melukai ribuan orang di Lebanon.

“Namun, Israel tidak berhenti di sini dan memutuskan untuk membunuh para pemimpin senior Hizbullah, termasuk Nasrallah, sehingga membuat perang tak bisa dihindari,” kata dia.

Inlakesh menyebut pada permulaan perang di Gaza, Netanyahu sudah mengancam bakal membuat Hizbullah menghadapi penghancuran seperti yang terjadi di Gaza.

Serangan yang dilancarkan Israel ke Lebanon membunuh hampir 2.000 orang. Namun, Inlakesh mengklaim Israel tidak memutuskan untuk melancarkan serangan yang mirip dengan serangan di Gaza.

Baca juga: PM Lebanon Nawaf Salam Bentuk Pemerintahan Baru Termasuk Menyertakan Sekutu Mereka, Hizbullah

“Sementara itu, Hizbullah mulai menggunakan rudal lebih besar dari gudang senjatanya, tetapi jinak dalam pendekatannya dan berhati-hati agar membuat sebagian besar serangannya bersifat simbolis atau menargetkan fasilitas militer.”

Inlakesh menyebut Israel pada bulan November gagal mendapatkan kemajuan yang berarti dalam invasi daratnya di Lebanon selatan dan gagal mencapai tujuannya di area Sungai Litani.

Adapun Hizbullah tak bisa melancarkan serangan yang sama besarnya dengan serangan Israel terhadap kota-kota Lebanon.

“Kedua belah pihak sadar bahwa kebuntuan adalah hasil yang tidak bisa dihindari. Karena itu, untuk menghentikan kehancuran yang lebih luas, gencatan senjata disepakati.”

Inlakesh menyebut Hizbullah terluka parah, tetapi tidak hancur. Israel berupaya melakukan propaganda untuk membuat Hizbullah tak berdaya, tetapi jauh dari kata hancur.

“Kenyataannya Hizbullah masih memiliki angkatan darat kuat dengan sekitar 100.000 pejuang, kemampuan memproduksi senjata di alam negeri, dan amunisi berlimpah, yang diketahui dengan baik oleh Israel.”

Sementara itu, tewasnya Nasrallah karena serangan Israel masih membuat banyak orang di Lebanon menginginkan balas dendam terhadap Israel.

Menurut Inlakesh, Israel gagal menghancurkan Hamas dalam waktu 15 bulan meski sudah melakukan salah satu kejahatan terburuk sejak Perang Dunia Kedua.

“Hizbullah masih menjadi kekuatan tempur yang jauh lebih kuat daripada Hamas, tetapi ada sejumlah penghalang karena situasi politik/ekonomi/sosial di Lebanon.”

Jika Israel memilih untuk tetap menduduki wilayah Lebanon dengan dalih apa pun, aksi militer pasti akan terjadi.

“Sangat mungkin juga bahwa perang selanjutnya akan jauh lebih berdarah, dan jumlah kematian akan membuat konflik tahun lalu itu tampak kecil jika diperbandingkan,” katanya.

“Ini mungkin tidak akan terjadi dalam waktu dekat dan mungkin bisa memakan waktu lebih dari setahun, tetapi konflik ini jauh dari kata selesai dan karena saat ini tidak ada gencatan senjata yang benar-benar berlaku.”

Inlakesh kemudian menyinggung berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Israel selama gencatan senjata.

Israel pada tanggal 27 November melakukan pelanggaran lalu bergerak lebih jauh ke daerah Lebanon selatan.

“Israel melakukan ratusan pelanggaran gencatan senjata,” kata dia.

“Israel telah memperjelas bahwa realitas terbarunya adalah bahwa Israel punya kebebasan penuh dalam beraksi dan bisa tetap di wilayah kantong-kantong di Lebanon selatan sepanjang mereka memutuskannya.”

“Maka, harus ada perang guna memastikan bahwa gencatan senjata yang sebenarnya bisa tercapai dan wilayah Lebanon tidak akan menjadi tempat menyerang bagi militer Israel untuk mengebom, menembak, dan menculik warga sipil.”

Lalu, Netanyahu sudah membual tentang wacana mengubah peta Timur Tengah. Adapun Kepala Staf Angkatan Darat Israel Eyal Zamir sudah menyatakan 2025 akan terus menjadi tahun perang.

“Israel bertindak agresif, memperluas perbatasannya, tampaknya tidak berhenti menghasut perang melawan Iran, yang akan menimbulkan kekacauan lebih besar.”

Inlakesh mengatakan hal itu memberikan sinyal akan adanya eskalasi berbahaya.

(*)

Baca Juga

Komentar

 Pusatin Informasi 


 Postingan Lainnya 

Artikel populer - Google Berita