Misteri Kematian WNI di Kamboja: Janji Manis Berujung Tragis

tirto.id - Angka mencengangkan dalam tiga bulan pertama 2025: Kedutaan Besar Republik Indonesia di Phnom Penh sudah menangani 1.301 kasus WNI bermasalah di Kamboja. Soal ini tak lepas dari permasalahan eksploitasi kerja sindikat penipuan daring (online scam) dan judi online (judol) di negeri tersebut. Warga Indonesia, tentu jadi sasaran. Baik sebagai pekerja alias operator maupun sebagai korban.
Ironi memang, fenomena ini tidak sebatas soal pelanggaran hukum. Seharusnya dipandang sebagai tragedi kemanusiaan yang melibatkan warga negara Indonesia yang terjebak janji manis pekerjaan. Namun berakhir sebagai pelaku kejahatan lintas negara sekaligus korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Kedutaan Besar Republik Indonesia di Phnom Penh mencatat, kasus WNI bermasalah di Kamboja mengalami lonjakan 174 persen apabila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Dubes RI untuk Kerajaan Kamboja, Santo Darmosumarto, berujar bahwa jika dirata-rata, pihaknya telah menangani sekitar 20-25 kasus setiap hari kerja.
“Dari total kasus yang ditangani, 1.112 kasus atau 85 persen melibatkan WNI yang terkait dengan penipuan daring atau online scam,” katanya melalui keterangan pers tertulis, Senin (28/4/2025).
Santo menyampaikan, banyak di antara WNI yang terlibat dalam pekerjaan penipuan daring itu sudah berada Kamboja lebih dari enam bulan. Mengacu informasi Imigrasi Kamboja, tambah Santo, pada 2024 tercatat lebih dari 131 ribu WNI yang menetap dan bekerja secara legal di Kamboja.
Dari total kasus yang ditangani KBRI hingga Maret 2025, sebanyak 1.112 kasus atau 85 persennya melibatkan WNI yang terkait dalam pusaran penipuan daring atau online scam. Aktivitas penipuan daring ini dilakukan oleh WNI dengan targetnya masyarakat Indonesia di tanah air.
Apabila dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, jumlah kasus WNI yang terlibat penipuan daring naik 263 persen, dari 306 kasus menjadi 1.112 di 2025. Sementara WNI bermasalah lainnya, terkait dengan perkara perdata, ketenagakerjaan, dan keimigrasian dari berbagai sektor bisnis dan industri.
Tingkat Kematian Melonjak
Patut menjadi sorotan, dilaporkan pula adanya lonjakan kasus kematian WNI di Kamboja per Maret 2025. Tercatat sebanyak 28 kasus kematian WNI. Ini naik 75 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Berdasarkan laporan kepolisian dan rumah sakit di Kamboja, penyebab utama kematian WNI di Negeri Angkor Wat meliput: jantung dan stroke (11 kasus/39 persen); diabetes dan gagal ginjal/liver (5 kasus/18 persen); hingga kanker, epilepsi, DBD dan gangguan internis lainnya (4 kasus/14 persen).
Selain itu, kematian akibat HIV, AIDS, serta sexually transmitted diseases (3 kasus/11 persen); kecelakaan, termasuk kecelakaan lalu lintas (3 kasus/11 persen); TBC dan penyakit paru-paru (2 kasus/7 persen).
Nampaknya, kata Santo, walaupun terdapat imbauan Pemerintah serta pemberitaan media dan kabar di medsos yang cukup masif soal bahaya pekerjaan ilegal di Kamboja. Ternyata masih banyak saja WNI terbuai dengan tawaran pekerjaan menyesatkan. “Yang janjikan gaji tinggi, kerjaan mudah, fasilitas enak, dan persyaratan yang minim,” sambung Santo.
Sebetulnya, fenomena ini merupakan puncak dari persoalan sistemik yang belum tertangani secara menyeluruh. Sejak 2020, sudah terjadi peningkatan drastis jumlah WNI yang masuk ke Kamboja. Kementerian Luar Negeri RI mencatat bahwa jumlah WNI yang melapor diri tahun 2020 baru 2.330 orang, namun di 2023 melejit 638 persen menjadi 17.212 orang.
Data negara keimigrasian Kamboja lebih dahsyat lagi: setidaknya ada sebanyak 89.000 WNI yang memiliki izin tinggal di negara tersebut. Sebagian besar WNI diduga bekerja di sektor judi online yang memang dilegalkan di negara tersebut.
Jumlah besar lainnya terlibat dalam sindikat penipuan daring sebagaimana yang banyak diberitakan media massa. Maka, banyak
WNIyang bekerja disana diduga memang tercatat tidak resmi alias ilegal. Setidaknya hal itu yang ditegaskan Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, pada pertengahan bulan ini.
“[Pekerja di Kamboja] semua ilegal, semua ilegal. Karena kita tidak punya kerja sama penempatan dengan mereka,” kata Karding usai memberi pengarahan kepada kepala daerah se-Jawa Tengah di Semarang, Selasa (15/4/2025).
Karding mengatakan pekerja ilegal di Kamboja berangkat melalui bantuan calo. Jumlahnya ditengarai mencapai puluhan ribu orang. Mayoritas bekerja sebagai operator judi online. Dia menjelaskan, data secara nasional, PMI ilegal tersebar di Arab Saudi, Malaysia, Hongkong, Taiwan, Kamboja, dan Myanmar. Dua negara terakhir sedang tren menjadi tujuan PMI ilegal.
"Jumlahnya 80.000. Kerjanya ya macam-macam, ada yang jadi operator judi online, ada yang restoran, ada scamming. Rata-rata judi online sama scamming," kata Karding.
Kebanyakan dari mereka yang terjebak pekerjaan gelap di Kamboja direkrut melalui media sosial. Mereka dijanjikan pekerjaan sebagai operator digital atau customer service dengan gaji tinggi. Faktanya, orang Indonesia dipaksa bekerja di bawah tekanan, bahkan disiksa jika menolak perintah atau tidak mencapai target.
Akhirnya, jurang yang menanti mereka adalah menjadi korban perdagangan manusia. Tidak sedikit pula yang mengalami gangguan mental atau kehilangan nyawa.
Sebagaimana diberitakan Tirto sebelumnya, pekerja migran Indonesia (PMI) bernama Rizal Sampoerna (asal Banyuwangi) dan Iwan Sahab (asal Bekasi) meninggal dunia di Kamboja. Keduanya tewas secara mengenaskan yang diduga sebagai korban kejahatan TPPO. Hasil pelacakan di SISKO P2MI, tidak ditemukan data penempatan atas nama kedua korban yang bekerja di Kamboja. Apalagi, Indonesia juga tidak memiliki kerja sama penempatan dengan Kamboja.
Bahkan, Rizal sempat mengirim foto dia sedang bekerja dengan kondisi tangan diborgol ke kerabatnya seraya mengaku dirinya bekerja sebagai scammer di Kamboja. Sementara Iwan, menurut analisa dokter, mengalami benturan di kepala bagian otak hingga diduga berimbas putusnya pembuluh darah di bagian otak.
Menanti Pemerintah Tegas
Fenomena ini tidak bisa dipandang semata persoalan individu atau kelalaian korban yang tak waspada iming-iming pekerjaan di negeri seberang. Yang tampak justru kegagalan sistem perlindungan negara terhadap warganya. Padahal, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk melindungi setiap warga negara, baik di dalam maupun di luar negeri.
Pakar IT sekaligus Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Heru Sutadi, menyatakan jumlah WNI yang meningkat mencari kerja ke Kamboja memang salah satunya dipengaruhi suburnya judi online di tanah air. Banyak WNI yang berangkat secara ilegal ke Kamboja dan ditipu untuk bekerja sebagai operator judol.
Heru memantau, WNI pergi ke Kamboja silih berganti dan terus berlangsung. Artinya, bursa pekerjaan ilegal seperti penipuan daring dan bahkan jual beli organ, masih terbuka lebar. Ini harus direspons pemerintah secara serius dengan memantau dan berupaya melindungi WNI yang ada di Kamboja.
Bila ada tawaran bekerja di luar negeri, kata Heru, sebaiknya WNI juga mengonfirmasi ke Dinas Tenaga Kerja terdekat ataupun Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Dan, untuk masyarakat waspada dan jangan tergiur kerja di luar negeri, utamanya Kamboja atau juga Myanmar, yang bisa jadi itu illegal trafficking,” ucap Heru kepada wartawan Tirto, Senin (29/4/2025).
Edukasi publik memang menjadi aspek penting yang tak boleh dikerdilkan. Pemerintah perlu melakukan kampanye luas meningkatkan literasi digital dan migrasi aman. Sehingga warga dibekali pengetahuan tentang risiko penipuan kerja luar negeri, serta saluran resmi untuk bekerja secara legal di luar negeri.
Pengawasan terhadap aktivitas perekrutan pekerja ke luar negeri harus diperketat, terutama terhadap iklan-iklan kerja yang mencurigakan di media sosial. Penegakan hukum terhadap agen atau sindikat rekrutmen ilegal di dalam negeri mesti ditingkatkan. Hubungan bilateral dengan otoritas Kamboja diperkuat, tidak hanya terkait repatriasi korban, tetapi juga dalam upaya pembongkaran jaringan kejahatan transnasional.
Dosen hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, mengingatkan sangat mungkin para operator judol yang dikirim dan bekerja di Kamboja, dapat lolos dengan mudah karena adanya penegak hukum dan pemangku kebijakan yang ikut ‘bermain’. Ditambah, lapangan pekerjaan di Indonesia sendiri sedang memprihatinkan sehingga warga tak segan-segan mencoba tawaran bekerja di luar negeri meskipun belum terang betul pekerjaan yang menantinya.
“Secara mendasar langkahnya memperluas lapangan kerja di dalam negeri, demikian juga pengawasan terhadap orang yang bepergian ke luar negeri meski visanya pariwisata bisa saja untuk bekerja, terutama di kamboja,” ujar Fickar kepada wartawan Tirto, Senin.
tirto.id - News
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Anggun P Situmorang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar