Anggota DPD: Kalau RI Kena Tarif Impor Tinggi, Jutaan Pekerja Terancam PHK

Kompas.tv - 6 Mei 2025, 14:11 WIB

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota DPD/MPR RI Periode 2024-2029, Al Hidayat Samsu, berharap negosiasi Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) terkait tarif impor resiprokal, bisa mewujudkan perdagangan yang adil dan menguntungkan kedua negara.
Ia mengatakan, jika negosiasi gagal dan RI tetap dikenakan tarif impor tinggi, industri dalam negeri akan terdampak dan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran akan terjadi.
Pasalnya, komoditas ekspor andalan RI ke AS adalah tekstil dan alas kaki yang padat karya.
"Di tengah ketegangan ini, dampak langsung yang harus dihadapi oleh rakyat adalah ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) yang massal," kata Hidayat dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.tv, Selasa (6/5/2025).
Ia mengutip data Center of Economic and Law Studies (Celios) pada 2024, di mana diperkirakan sekitar 1,2 juta pekerja Indonesia akan kehilangan pekerjaan akibat dampak tarif tinggi dari AS.
Sektor yang paling terdampak adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT), dengan lebih dari 191.000 pekerja terancam kehilangan mata pencaharian mereka.
Baca Juga: Belanja Pemerintah Triwulan I 2025 Turun, Sri Mulyani Ungkap Penyebabnya
Selain itu, sektor-sektor lainnya seperti industri makanan dan minuman serta petani yang menyuplai bahan baku juga akan mengalami dampak buruk.
Hidayat mengaku telah mendengar langsung keluhan dari para buruh, yang khawatir dengan nasib mereka.
"Saya memimpin Rapat Komite III DPD RI untuk mendengarkan langsung keluhan dan harapan dari serikat buruh di seluruh Indonesia. Rapat ini menjadi wadah bagi para pekerja untuk menyuarakan perasaan mereka tentang ancaman PHK massal dan dampak serius dari kebijakan tarif ini," terangnya.
Adapun sejak pertengahan April 2025, pemerintah Indonesia telah mengirim delegasi untuk bernegosiasi dengan AS. Delegasi tersebut dipimpin Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
Saat ini negosiasi masih berlangsung dalam tingkat teknis dan ditargetkan akan selesai dalam dua bulan ke depan.
"Negara besar seperti AS seharusnya berperan dalam menciptakan perdagangan yang lebih adil dan saling menguntungkan. Namun kenyataannya, kebijakan mereka justru mendorong ketidakpastian ekonomi yang semakin dalam bagi Indonesia," tutur Hidayat.
Baca Juga: Hati-Hati, Ada Gejala Resesi di Triwulan II 2025
Selain itu, sektor informal yang selama ini menjadi tulang punggung bagi sebagian besar rakyat Indonesia, akan merasakan dampak langsung dari kebijakan ini.
Menurutnya, pemerintah seharusnya memprioritaskan perlindungan bagi pekerja sektor informal yang juga terancam PHK, selain sektor formal yang lebih terlihat.
Rakyat Indonesia tidak bisa hanya berharap pada negosiasi demi negosiasi, yang menurutnya, tak kunjung membuahkan hasil yang nyata bagi perekonomian.
"Di masa depan, kita harus mencari jalan yang lebih berani untuk mengembalikan kedaulatan ekonomi Indonesia. Jangan biarkan kebijakan luar negeri yang tidak berpihak pada rakyat terus mengancam masa depan kita," tandasnya.

Kami memberikan ruang untuk
Anda menulis
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Daftar di sini
Sumber : Kompas TV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar