Dassault Aviation Siapkan Rafale ke Varian Jet Tempur Generasi Kelima, Indonesia Tak Perlu Lirik Su-57 - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.com - Rafale masih tetap menjadi primadona sejumlah negara meski pamornya tampak digoyang pasca Operasi Sindoor.
Bahkan jauh-jauh hari sebelum Operasi Sindoor berlangsung, Dassault Aviation sudah menyiapkan Rafale untuk dikembangkan ke varian jet tempur generasi kelima.
Langkah Dassault Aviation ini dapat menjadi rujukan bagi Indonesia untuk tak tergiur dengan penawaran Su-57 dari Rusia.
Baca Juga:
Rencana pengembangan Rafale menjadi jet tempur generasi kelima berawal dari langkah Angkatan Udara Prancis yang memesan armada baru dalam varian tersebut.
Awal Januari 2024 lalu, negara pimpinan Presiden Emmanuel Macron itu memesan kepada Dassault Aviation sebanyak 42 unit.
Jumlah tersebut sama dengan Rafale F4 yang dipesan Indonesia, bahkan dijadwalkan sama-sama bakal diterima pelanggan mulai tahun 2026 mendatang.
Dilansir ZONAJAKARTA.com dari artikel berjudul "France Bets Big on “Super Rafale” to US 5th Gen F-35’s International Dominance" yang dimuat oleh laman Defence Security Asia pada 27 Mei 2024, Paris rela bertaruh pada investasi ini demi bisa menandingi dominasi F-35 yang selama ini menguasai pasar industri dirgantara global.
Ditargetkan pada tahun 2030 mendatang, varian "Super Rafale" bisa dipasarkan secara penuh alias benar-benar dijual bebas kepada negara manapun.
Termasuk Indonesia yang sebelumnya sudah mengamankan kontrak untuk versi generasi 4,5 sejak Februari 2022.
Baca Juga:
Sebagai pelanggan Rafale, negeri ini tidak hanya sekedar memperoleh unit pesawat demi menopang operasional TNI AU.
Tetapi juga akan ada benefit berupa transfer teknologi yang berguna bagi kepentingan industri dirgantara nasional melalui PT Dirgantara Indonesia (PTDI).
Sehingga ada peluang bagi PTDI untuk memperoleh lisensi produksi pesawat tersebut di dalam negeri.

Ketika Indonesia masih menunggu kedatangan Rafale di tanah air, Rusia tengah gencar memasarkan Su-57 dengan memanfaatkan momentum Operasi Sindoor.
Keseriusan Rosoboronexport untuk membidik pasar Asia Pasifik tidak lepas dari partisipasinya dalam pameran industri dirgantara bertajuk LIMA 2025 di Kuala Lumpur, Malaysia beberapa waktu lalu.
Perusahaan eksportir itu bahkan mengklaim bahwa produk buatan Sukhoi tersebut sangat aman digunakan karena beberapa keuntungan yang dianggap penting dalam konteks peperangan masa kini.
"Komponen penerbangan adalah tema utama pameran tersebut. Di segmen ini, perusahaan akan menampilkan jet tempur generasi kelima Rusia Su-57E terbaru, yang akan menarik minat perwakilan Angkatan Udara Kerajaan Malaysia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Keunggulan dasarnya dibandingkan sekelompok kecil pesaing adalah pengalaman tempurnya yang sukses dalam konflik bersenjata nyata di tengah penggunaan kemampuan serangan udara, pertahanan AI, dan peperangan elektronik canggih oleh musuh," kata Rosoboronexport dalam siaran persnya dikutip dari laman Military Watch Magazine edisi Rabu, 21 Mei 2025 melalui artikelnya yang berjudul "Will the Su-57 Find Clients in Southeast Asia? Russia Escalates Efforts to Market its Stealth Fighter".
Indonesia sendiri dijadikan sebagai target pemasaran Su-57 karena sebelumnya sudah menandatangani kontrak pengadaan pesawat buatan Rusia lainnya.
Yakni sebelas unit Su-35 dengan nilai kontrak 1,1 miliar dolar AS yang sampai sekarang masih ditangguhkan.
Penangguhan kontrak tersebut dilatarbelakangi oleh faktor rumitnya administrasi ketika hendak membayar dengan skema barter komoditas, dampak pandemi Covid-19, hingga adanya regulasi The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).
Baca Juga:
Saat Rosoboronexport kian masif memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan untuk memasarkan Su-57, sikap Indonesia yang tetap bertahan dengan Rafale sudah sangat tepat.
Bukan hanya soal benefit yang dijanjikan dalam kontrak, tetapi juga potensi mendapatkan varian jet tempur generasi kelima di masa mendatang.
Potensi ini terbuka lebar karena Dassault Aviation berupaya untuk meningkatkan intensitas produksinya dari yang semula hanya dua unit menjadi tiga bahkan empat unit per bulan.
"Kami berencana mengirimkan tiga per bulan tahun depan, dan empat pada tahun 2028-2029," ujar CEO Dassault Aviation Eric Trappier dikutip dari laman France24 melalui artikel berjudul "France's Dassault says upping Rafale warplane output" yang dimuat pada Jumat, 23 Mei 2025.
Trappier bahkan mengaku siap jika perusahaannya diminta Presiden Prancis untuk meningkatkan output produksi Rafale menjadi lima unit per bulan.
Walaupun untuk saat ini (Mei 2025) diketahui belum ada tambahan pesanan baru.
"Kami telah mendengar seruan presiden dan sedang mempelajari kemungkinan untuk menambah lima Rafale per bulan. Belum ada pesanan konkret, tetapi kami ingin bersiap," katanya menambahkan.


Sinyal positif dari Trappier bisa menguatkan Indonesia untuk tetap bertahan dengan Rafale sekaligus mengabaikan penawaran Su-57.
Sebab dengan adanya rencana peningkatan intensitas produksi pesawat, Dassault Aviation akan semakin mudah untuk menggenjot produksi massal pesawat tersebut dalam versi jet tempur generasi kelima.
Di mana potensi penjualannya bahkan diklaim mampu mengalahkan F-35 di masa mendatang.
Apalagi belakangan, sudah ada beberapa negara yang mulai meninjau ulang rencana pengadaan F-35 dan berpikir untuk beralih ke produk kompetitor yang dianggap lebih memberikan benefit bagi negara tersebut.
Sementara Su-57 yang hendak ditawarkan Rosoboronexport ke negeri ini justru ditemui masalah yang tidak kalah peliknya, terutama sebelum kuartal keempat 2024.
Mulai dari terganggunya rantai pasok akibat perang Rusia versus Ukraina hingga lambatnya integrasi pesawat dengan mesin AL-51F1 atau Izdeliye 30.
Dan yang pasti, Rafale dalam versi generasi kelima juga sangat mendukung penggunaan rudal ASMP-A yang berbasis nuklir sehingga sangat menakutkan bagi musuh yang hendak merongrong kedaulatan NKRI.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar