Media Tiongkok Soroti Keputusan Tepat Indonesia Untuk Kurangi Iuran Pada Jet Tempur KF-21 Boramae dan Beralih ke Jet Tempur KAAN - Zona Jakarta
ZONAJAKARTA.com - Jet tempur KF-21 Boramae merupakan jet tempur yang awalnya dikembangkan oleh Korsel dan Indonesia.
Mengutip Seoulfly, pada 26 April 2025, dalam artikel berjudul "Akankah Mitra Pengembangan Bersama KF-21 Beralih ke UEA dan Bukan Indonesia?"
Menyebutkan bahwa, pengembangan bersama KF-21 yang dimulai pada pertengahan tahun 2010-an.
Memiliki syarat di mana Korea dan Indonesia masing-masing akan menanggung biaya dengan rasio 60:20.
Namun, Indonesia mulai menunda pembayaran kontribusinya pada tahun 2017, dan hingga saat ini, belum membayar lebih dari setengah dari total 1,1 triliun won.
Selain itu, kekhawatiran mengenai kebocoran kerahasiaan meningkat karena sejumlah peneliti Indonesia kedapatan mencoba membawa data desain utama ke luar negeri melalui USB.
Semenjak itu, KAI (Korea Aerospace Industries) telah memperkuat pengawasannya terhadap partisipan Indonesia sekaligus mengurangi jumlah orang yang berpartisipasi dalam proyek tersebut.
Namun, Indonesia secara resmi mempertahankan posisinya bahwa pihaknya masih tertarik dengan proyek KF-21 Boramae.
Baca Juga:
Namun media Korsel tersebut menyebut bahwa hal ini sebagai taktik diplomatik untuk mengulur waktu.
Sementara itu pada saat yang sama Indonesia secara resmi mengumumkan partisipasinya dalam proyek pengembangan jet tempur generasi berikutnya Turki, KAAN.
Turki juga merupakan anggota NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) dan sangat ingin mengamankan teknologi jet tempurnya sendiri.
Pejabat industri pertahanan secara gamblang menggambarkan hal ini sebagai keputusan yang menunjukkan Indonesia tidak akan lagi tertarik dengan KF-21.
Media Tiongkok Zhuanlan Zhihu, pada 14 April 2025, dalam artikel berjudul "Melihat KF-21 tidak berhasil, Indonesia beralih ke Turki dan bersiap untuk berpartisipasi dalam pengembangan pesawat tempur KAAN."
Menyebut bahwa, setelah berpartisipasi dalam proyek tersebut, Indonesia menemukan bahwa apa yang disebut hubungan kemitraan tampaknya tidak begitu penting.
Pasalnya, sebagian besar teknologi utama pesawat tersebut berasal dari Lockheed Martin, AS.
Di mana pada dasarnya tidak mungkin bagi Indonesia untuk melakukan transfer teknologi inti internal.
Baca Juga:
Seperti diketahui, Amerika menerapkan kebijakan ketat terkait transfer teknologi sensitif ke negara luar sekutunya.
Terutama berhubungan dengan teknologi alutsista, dan sejauh ini AS sendiri mengakui bahwa mereka hanya menjual senjata bukan teknologi.
Hal ini membuat Indonesia yang membangun industri militernya melalui kesepakatan transfer teknologi beralih ke Turki, yang memiliki kebijakan lebih lunak, dalam hal transfer teknologi.
Selain itu, selama masa jabatan Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, kemajuan dalam kerja sama KF-21 Boramae juga tidak mengalami progres yang memuaskan bagi Korsel.
Indonesia sendiri memutuskan untuk membeli 42 unit jet tempur Rafale dari Prancis.
Faktor lain yang menyebabkan Indonesia secara bertahap kehilangan minat terhadap pesawat tempur KF-X meliputi.
Pengembangan jet tempur berjalan lambat, terdapat kesenjangan besar antara desain dan pesawat sebenarnya, harga satuan jet tempur terlalu mahal, dll.
Selain faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut, pada periode ini juga terjadi skandal pencurian data pesawat tempur KF-21 Boramae oleh teknisi Indonesia.
Baca Juga:
Singkat kata, kerja sama antara kedua pihak itu tidak berjalan lancar.
Terakhir kali Korea Selatan menyebut Indonesia dalam proyek KF-21 Boramae adalah pada bulan Agustus 2024.

Ketika Komite Promosi Program Akuisisi Korea Selatan menyetujui untuk mengurangi porsi Indonesia dalam proyek KF-X hingga dua pertiga.
Kesenjangan pendanaan ini akan ditanggung oleh pemerintah Korea Selatan sendiri.
Status Indonesia saat ini dalam proyek KF-X memang belum sepenuhnya ditarik, namun pada dasarnya dapat diabaikan.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar