Pelajaran yang Dapat Indonesia Ambil dari Pertempuran Udara India-Pakistan Halaman all - Kompas - Opsiin

Informasi Pilihanku

demo-image
demo-image

Pelajaran yang Dapat Indonesia Ambil dari Pertempuran Udara India-Pakistan Halaman all - Kompas

Share This
Responsive Ads Here

 Dunia Internasional Konflik India Pakistan,

Pelajaran yang Dapat Indonesia Ambil dari Pertempuran Udara India-Pakistan Halaman all - Kompas

681acbc74607c

PERTEMPURAN udara yang terjadi antara India dengan Pakistan pada 7 Mei 2025 lalu, menjadi trending topic bagi kalangan pakar serta pemerhati isu strategis.

Di media sosial, banyak publik serta berbagai akun resmi media massa terlihat berbagi foto maupun video pertempuran udara dan bangkai jet tempur pesawat Dassault Rafale milik Angkatan Udara India.

Pakistan mengklaim telah menembak jatuh pesawat buatan Perancis itu dalam pertempuran udara menggunakan pesawat tempur multiperan J-10 Chengdu buatan China, model yang dikenal dengan sebutan “Vigorous Dragon”, serta misil air-to-air berjenis PL-15E.

Bagi India, operasi "Operation Sindoor" kini nampaknya berubah menjadi kekacauan. Alih-alih mampu menghancurkan sasaran secara cepat dan tanpa terdeteksi seperti yang biasa dilakukan oleh Amerika dan Israel di Timur Tengah, pilot-pilot tempur India justru menghadapi perlawanan sengit dari Pakistan.

Rano Karno Ungkap Pemprov Akan Tambah Panggung Musik di CFD Jelang HUT ke-498 Jakarta

Islamabad mengklaim telah menembak jatuh total lima jet tempur milik Angkatan Udara India: tiga jet tempur berjenis Dassault Rafale dan dua jet tempur lainnya buatan Rusia.

Baca juga: Kepentingan AS dalam Konflik India Vs Pakistan

Meskipun pernyataan Pakistan ini belum dapat diverifikasi, pertempuran udara yang terjadi setidaknya menjadi perhatian bagi banyak kalangan, terutama dalam konteks pembangunan kekuatan pertahanan udara.

Banyak negara yang mulai mempelajari sebab kekalahan India dalam pertempuran udara tersebut. Pasalnya, India dinilai memiliki keunggulan dari segi jumlah maupun sistem senjata pertahanan udara yang lebih canggih dibanding Pakistan.

Setidaknya, ada beberapa poin yang menurut penulis dapat dijadikan pelajaran bagi Indonesia pascapertempuran udara kedua negara tersebut.

Pertama, kebangkitan teknologi kedirgantaraan China dan pentingnya “the man behind the gun”.

Kemenangan Pakistan dalam pertempuran udara 7 Mei 2025 lalu, tidak lepas dari peran pesawat multiperan J-10 Chengdu buatan Negeri Tirai Bambu tersebut.

Dalam pertempuran tersebut, pesawat J-10 ini justru diketahui tidak memiliki teknologi yang secanggih lawan-lawannya, termasuk Rafale.

Secara teknis, kemampuan Rafale dan J-10 dapat dikomparasikan. Rafale tercatat memiliki beberapa keunggulan dibanding rivalnya.

Kedua pesawat tempur tersebut termasuk dalam kelas yang disebut pesawat tempur generasi 4.5. Keduanya sama-sama telah ditingkatkan kemampuannya menggunakan teknologi avionik terkini, meskipun tidak seperti pesawat tempur siluman generasi ke-5 seperti F-35 buatan Amerika.

Rafale memiliki kemampuan avionik yang lebih mumpuni, yakni dengan adanya multi-sensor data fusion, menyediakan deskripsi situasi taktis yang sangat terperinci bagi pilot, dengan menggabungkan informasi yang diperoleh dari berbagai sensor dalam satu tampilan.

Meskipun deskripsi dari spesifikasi pesawat dapat dilihat secara lengkap dari pabrikan pesawat tempur masing-masing, kemampuan sebenarnya baru dapat dilihat secara langsung melalui praktik air-to-air combat yang riil di lapangan.

Dari berbagai sumber, di perbatasan antara wilayah Kashmir yang dikuasai antara India dan Pakistan, Angkatan Udara Pakistan diketahui telah mengembangkan kemampuan sistem pertahanan udara berlapis secara terpadu.

Baca juga: Konflik India Vs Pakistan dan Luka Kolonial yang Tak Sembuh

Kemampuan ini meliputi sistem pertahanan ground-to-air yang juga merupakan teknologi buatan China, dan sistem jaringan lapangan udara di mana pesawat tempur dapat lepas landas dalam waktu relatif singkat.

Sistem ground radar, pesawat intai, dan data intelijen yang dikirimkan oleh China nampaknya memungkinkan waktu reaksi yang lebih cepat dalam merespons ancaman.

Hasil riil berikutnya dari sistem pertahanan udara yang digunakan Pakistan nampaknya membuktikan bahwa teknologi dari China kini tidak bisa dianggap remeh.

Ketika “Operation Sindoor” berlangsung, beberapa pesawat tempur India saat itu berhasil menembus perisai pertahanan ini, lalu mulai menjalankan misi mereka di Pakistan.

Namun, Pakistan merespons dengan cepat berkat sistem pertahanan udara yang mereka miliki, dan alhasil pertempuran udara yang sengit justru terjadi.

Sumber open-source intelligent (OSINT) menunjukkan bahwa sekitar 100 jet tempur terlibat dalam pertempuran udara ini.

Pascapertempuran tersebut, diketahui bangkai pesawat Rafale dan rudal buatan China yang mungkin mengenai jet tersebut justru ditemukan di sisi timur Kashmir, yakni di wilayah teritori milik India.

Keberhasilan Pakistan menembak jatuh pesawat jet tempur milik India setidaknya membuktikan bahwa terlepas dari sistem pertahanan udara yang terintegrasi dengan baik, respons cepat dan kemampuan manuver udara pilot Pakistan tergolong sangat baik.

“The man behind the gun” sekali lagi menjadi variabel yang penting dalam memenangkan suatu pertempuran udara.

Kedua, pentingnya information warfare dan propaganda pascaselesainya pertempuran udara. Kedua negara, baik Pakistan maupun India, diketahui memainkan perannya dalam information warfare (perang informasi) dengan melakukan propaganda pascaselesainya pertempuran udara.

Pakistan dibantu China diketahui melakukan serangkaian operasi informasi kepada publik secara global lewat berbagai platform media sosial dan media massa konvensional demi meningkatkan deterrent effect pascapertempuran udara tersebut.

Baca juga: Foto Bocah Napalm: Setengah Abad Kebohongan Foto Jurnalistik?

Isinya mendeskriditkan kemampuan pertahanan udara India dan teknologi senjata buatan negara-negara Barat.

Selain masifnya pemberitaan di media massa, China membuat konten-konten satir di media sosial yang seakan “meledek” kapabilitas pertahanan udara India dan negara-negara Barat.

India merespons dengan membuat kontra narasi dan menyangkal segala hal yang diklaim oleh Pakistan.

Bahkan, beberapa pejabat dan pakar pertahanan India menyebut bahwa "Operation Sindoor" terbilang sukses karena diklaim berhasil menghancurkan titik-titik markas operasional teroris yang terafiliasi Pakistan.

India juga menyangkal bahwa Pakistan telah memenangkan pertempuran udara tersebut. Hal ini dilakukan India demi menjaga moril dan citra Angkatan Udara India pascaterjadinya pertempuran.

Ketiga, perlu diperhatikannya implikasi suatu peristiwa tempur terhadap hubungan diplomatik. India dan Pakistan kini bersaing dalam mengirimkan beberapa delegasi diplomatiknya ke seluruh dunia dalam upaya meningkatkan simpati dan mempertegas pandangan mereka terkait konflik yang terjadi.

India mulai mengirim beberapa tim diplomatiknya ke Eropa, Timur Tengah, Amerika, Afrika, dan Asia Timur, dalam rangka mempertegas pernyataan bahwa Pakistan adalah negara yang mensponsori tindakan terorisme lintas negara serta membahayakan stabilitas global.

India terus menggembar-gemborkan sebab terjadinya pertempuran, yaitu dipicu serangan di wilayah Kashmir (utamanya di wilayah yang berada di bawah kontrol India) pada April, yang menewaskan 26 orang, yang menurut India didalangi oleh Pakistan. Sebuah tuduhan yang tentunya dibantah keras oleh pemerintah Islamabad.

Sementara itu, Pakistan fokus mengirimkan perwakilan diplomatiknya ke Washington, Paris, Brussels, dan London. Mereka berusaha menggambarkan bahwa Perdana Menteri India Narendra Modi sebagai penghasut perang dan pengganggu stabilitas regional yang telah memutus perjanjian penting terkait sumber daya air, serta melakukan tindakan extrajudicial killing di wilayah asing.

Serangan diplomatik yang saling bertentangan tersebut mencerminkan upaya India dan Pakistan untuk memperjuangkan kepentingan mereka masing-masing dalam perseteruan tersebut, dan ketakutan mereka akan keberpihakan internasional yang beralih kepada lawan.

Kedua negara juga diketahui akan fokus pada hubungannya dengan AS, setelah Presiden Donald Trump memutuskan untuk turun tangan bulan ini dalam membantu proses gencatan senjata.

Keempat, pentingnya interoperabilitas alutsista dan penguasaan wilayah udara. Selama ini, terdapat kekeliruan di mata publik yang terkadang melihat superioritas udara (air superiority) semata-mata hanya tergantung dari jumlah pesawat tempurnya saja.

Padahal, interoperabilitas pesawat tempur dengan perangkat-perangkat lainnya menjadi hal yang sangat penting dalam menjamin efektivitas operasi.

Pakistan diketahui menghasilkan interoperabilitas yang baik dengan mengkombinasikan jet tempurnya dengan dua pesawat yang dilengkapi radar AWACS (Airborne Warning and Control System), drone, ground radar, serta rudal jarak dekat dan menengah.

Efektivitas interoperabilitas yang baik dapat mendukung pelaksanaan operasi di lapangan menjadi lebih terkoordinasi dan responsif terhadap ancaman.

Selain itu, pengembangan sistem pertahanan udara nasional tidak dapat dipisahkan dari kendali operasional penuh atas wilayah udara nasional.

Dalam kasus pertempuran udara kali ini, Pakistan diketahui memiliki otoritas penuh untuk membentuk sistem pertahanan udara di wilayah teritorinya sendiri tanpa adanya tumpang tindih dengan otoritas lain.

Kasus ini tidak seperti Indonesia yang kerap kali memiliki persoalan tumpang tindih dalam hal pengelolaan wilayah udara dengan negara lain seperti Singapura.

Tanpa otoritas kedaulatan atas wilayah udaranya sendiri, investasi dalam pengadaan alutsista pertahanan udara yang canggih menjadi tidak terlalu relevan secara strategis.

Hal ini merupakan bagian dari kerangka strategis untuk membangun sistem pertahanan udara Indonesia secara komprehensif, bertahap, berwawasan geografis, serta didasarkan pada ancaman yang bersifat riil.

Kelima, implikasi di bidang ekonomi dan industri kedirgantaraan. Pascaterjadinya pertempuran udara India-Pakistan, saham Chengdu Aircraft Corporation (CAC) yang memproduksi pesawat J-10 diketahui melonjak tajam.

Hal ini berbanding terbalik dengan saham dari Dassault Aviation Perancis yang memproduksi Rafale justru menurun drastis, utamanya pascajatuhnya tiga pesawat buatannya sendiri dalam pertempuran tersebut.

Kejadian ini disinyalir juga memengaruhi beberapa negara yang memesan Rafale untuk memperkuat sistem pertahanan udara di negaranya, termasuk Indonesia yang mulai mempelajari penyebab mengapa Rafale justru tidak mampu menandingi J-10 dalam duel udara India-Pakistan tersebut.

Banyak negara yang mulai mempelajari secara detail, terutama dari aspek teknis dan sisi interoperabilitas, guna merumuskan ulang sistem pertahanan udara yang efektif untuk diterapkan pascaterjadinya pertempuran udara antara India dengan Pakistan.

Pertempuran udara yang secara riil sudah jarang terjadi. Biasanya hanya dilaksanakan dalam rangka latihan.

Pertempuran India dan Pakistan dapat dijadikan bahan pelajaran bagi semua negara, terutama Indonesia, untuk merumuskan kembali strategi yang tepat dalam optimalisasi alutsista pertahanan udaranya guna menjaga kedaulatan wilayah udara nasional.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.
Comment Using!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Opsi lain

Arenanews

Berbagi Informasi

Media Informasi

Opsiinfo9

Post Bottom Ad

Pages