Menteri Hukum Supratman Andi Agta menetapkan jangka waktu pendaftaran merek di Indonesia paling lama enam bulan. FOTO/dok.SindoNews
JAKARTA - Kementerian Hukum (Kemenkum) menetapkan jangka waktu pendaftaran merek di Indonesia paling lama enam bulan. Tenggang waktu pendaftaran ini lebih cepat dari Amerika di 12,7 bulan dan China di 12-15 bulan.
Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, mengatakan saat ini tidak ada lagi tunggakan pendaftaran merek dan Kemenkum telah memenuhi target waktu pelayanan maksimal enam bulan, sehingga Indonesia tidak ketinggalan dari negara-negara maju lain seperti Amerika, China, Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.
Baca juga Dunia Internasional, Pesawat Mata-mata Militer AS Berkeliaran di 'Depan Pintu' China | Halaman Lengkap logo-apps-sindo Makin mudah baca berita nasional dan internasional. Kanal MNC Portal Live TV MNC Networks Muhaimin Jum'at, 08 Agustus 2025 - 09:41 WIB Pesawat Mata-mata Militer... Pesawat mata-mata militer AS Combat Sent berkeliaran di depan pintu China di Laut China Selatan. Foto/US Air Force BEIJING - Sebuah pesawat mata-mata militer Amerika Serikat (AS) telah terdeteksi terbang jauh ke wilayah sengketa di Laut China Selatan, yang oleh media Amerika gambarkan sebagai "depan pintu" China. Data pelacakan penerbangan menunjukkan pesawat itu muncul di wilayah tersebut pada hari Selasa lalu. Pentagon biasanya tidak mengungkapkan secara spesifik tentang operasi militernya, tetapi lembar fakta Angkatan Udara AS menyebutkan bahwa pesawat mata-mata Combat Sent mengumpulkan informasi pengintaian elektronik strategis untuk para pengambil keputusan dalam rantai komando militer AS. "Menemukan dan mengidentifikasi sinyal radar darat, laut, dan udara militer asing, Combat Sent mengumpulkan dan memeriksa setiap sistem secara mendetail, memberikan analisis strategis bagi para prajurit," ujar Angkatan Udara AS, dalam penjelasan tentang peran platform tersebut dalam mengembangkan tindakan penanggulangan anti-radar yang efektif seperti jamming (pengacauan), sebagaimana dikutip dari Newsweek, Jumat (8/8/2025). Baca Juga: China Bangun Armada di Tengah Laut, Nelayan atau Mata-Mata? Menurut geodata yang dilaporkan situs web Flightradar24, Comba Sent yang juga dikenal sebagai RC-135U menyelidiki perairan di sekitar Kepulauan Spratly dan Paracel yang disengketakan di Laut China Selatan dalam penerbangan 10 jam dari pusat militer utama di Jepang barat daya. Penerbangan pada 6 Agustus tersebut pertama kali terdeteksi oleh analis intelijen sumber terbuka MeNMyRC1, mantan anggota kru RC-135 dan spesialis platform intelijen sinyal. Mereka mengatakan bahwa jarang sekali penerbangan mata-mata AS terlihat begitu jauh di selatan Laut China Selatan, sekaligus mencatat bahwa wilayah tersebut seringkali kekurangan penerima darat yang cukup untuk menangkap jejak pesawat. Combat Sent, yang dikerahkan pada akhir Juni dari daratan Amerika Serikat ke Pangkalan Udara Kadena di Pulau Okinawa, Jepang, melakukan penerbangan terakhirnya tepat setelah pukul 06.00 pagi waktu terkoordinasi universal atau UTC, menurut Flightradar24. Pesawat itu baru mendarat setelah pukul 16.00 sore UTC di hari yang sama. Catatan penerbangan menunjukkan bahwa Combat Sent telah dikerahkan dalam penerbangan yang diduga untuk pengumpulan intelijen elektronik setidaknya 11 kali sejak 1 Juli, menyelidiki wilayah yang disengketakan, termasuk di selatan perbatasan Korea Utara serta di dekat provinsi paling selatan China; Hainan, yang merupakan lokasi salah satu kapal induk Angkatan Laut China yang ditempatkan di Laut China Selatan. Angkatan Udara menyatakan bahwa awak pesawat Combat Sent mencakup minimal 10 perwira perang elektronik dan enam atau lebih spesialis area misi. Pesawat ini memiliki jangkauan bahan bakar lebih dari 4.500 mil dan ketinggian operasional lebih dari 35.000 kaki. Militer AS mengoperasikan dua platform Combat Sent. Kedua platform tersebut pertama kali terbang pada pertengahan 1960-an dan diperkirakan akan tetap beroperasi hingga tahun 2040-an. Lembaga think tank yang berbasis di Beijing, South China Sea Strategic Situation Probing Initiative, menulis di X bahwa mereka telah melacak 48 serangan mendadak oleh pesawat mata-mata AS di Laut China Selatan pada bulan Juli saja, empat di antaranya adalah RC-135. China mengeklaim kedaulatan atas Kepulauan Spratly di lepas pantai barat Filipina dan telah menguasai gugusan Paracel di sebelah timur Vietnam sejak pertengahan 1970-an. Di kedua gugus pulau yang disengketakan tersebut, China telah memperluas beting dan mereklamasi terumbu karang secara artifisial untuk membangun pangkalan militer besar yang menampung radar, barak, dan lapangan terbang. China belum berkomentar atas kehadian pesawat mata-mata AS tersebut. Namun juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan kepada wartawan pada 9 Februari: "Pesawat dan kapal perang AS sering melakukan pengintaian jarak dekat di sekitar China, yang secara serius mengancam keamanan nasional China dan merusak perdamaian serta stabilitas regional." (mas) wa-channel Follow WhatsApp Channel SINDOnews untuk Berita Terbaru Setiap Hari Follow Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga! Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya Infografis J-36 China Diklaim Bisa... J-36 China Diklaim Bisa Pecundangi Pesawat Pengebom B-21 AS - SINDOnews
"Indonesia telah sejajar dengan negara-negara maju lainnya dalam hal waktu pendaftaran merek. Amerika dan Cina sekitar 12 bulan, Korsel 7 bulan, Jepang 4-7 bulan, dan Singapura sekitar 9 bulan," ungkap Supratman, Minggu (18/5).
Baca Juga: Kemenkum: Pendaftaran Merek di DJKI untuk Melindungi Kekayaan Intelektual
Selain jangka waktu, biaya pendaftaran merek di Indonesia juga lebih murah dibandingkan negara-negara tersebut. Indonesia menarifkan Rp1,8 juta untuk pendaftar umum dan Rp500.000 bagi UMKM. Biaya ini jauh di bawah Amerika yang memasang tarif Rp8,2 juta, Jepang Rp4,7 juta, Singapura Rp4,6 juta, China, Rp4,4 juta, dan Korsel di angka Rp2,3 juta.
Supratman mengatakan penetapan jangka waktu dan biaya pendaftaran merek yang terjangkau menjadi motivasi bagi masyarakat dan UMKM untuk segera memberikan perlindungan hukum bagi karya mereka. Di triwulan I-2025 saja, Kemenkum mencatatkan 29.773 pendaftaran merek.
"Masyarakat mendapatkan kepastian hukum, bahwa maksimal enam bulan dengan biaya yang jelas. Kami berkomitmen memberikan pelayanan merek yang cepat dan terjangkau bagi masyarakat. Saya mengajak semua insan kreatif agar terus berkarya dan berinovasi, tetapi jangan lupa untuk melindungi karyanya," ucapnya.
Menteri penggemar sepak bola ini menjelaskan, Kemenkum telah melakukan penyesuaian-penyesuaian dalam pelayanan agar bisa memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satunya adalah transformasi digital yang telah dicanangkan sejak ia menjabat sebagai Menteri Hukum. Menurutnya, pelayanan publik berbasis digital akan memudahkan akses masyarakat, mempercepat proses pelayanan, dan meningkatkan transparansi pelayanan.
Baca Juga: AS Kalah, China dan Rusia Siap Bangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Bulan
Baca juga Rusia Keluar dari Perjanjian Rudal Nuklir dengan AS, Warning Keras untuk NATO | Sindo news
Di bidang pendaftaran merek sendiri, Kemenkum telah melakukan penyesuaian pola kerja pemeriksa merek dengan sistem flexible working arrangement yang memberikan fleksibilitas waktu dan tempat kerja bagi pegawai. Pola kerja ini mencatatkan tren positif dengan terselesaikannya seluruh tunggakan merek sehingga saat ini sudah tidak ada lagi tunggakan.
"Pemanfaatan teknologi digital memberikan pengaruh yang sangat besar dalam keseluruhan layanan di Kemenkum, termasuk pendaftaran merek. Proses layanan menjadi lebih mudah, dan masyarakat bisa mengakses layanan dari jarak jauh. Hal ini meningkatkan tingkat kepercayaan publik kepada Kemenkum," ujar Supratman.
(nng)