Praktisi soal Militerisme Pendidikan Kirim Anak ke Barak: Harusnya jadi Upaya Terakhir - Bagian All
JAKARTA, iNews.id - Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan, Muhammad Sayuti buka suara terkait kebijakan pembinaan siswa di barak militer ala Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Menurutnya, pendidikan karakter anak yang melibatkan intervensi aparat penegak hukum harus jadi jalur terakhir.
Menurut Sayuti menilai basis utama pendidikan karakter pada dasarnya berasal dari keluarga lantaran keluarga jugalah yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Dengan begitu, jika ada kenakalan anak, maka keluarga jadi tempat yang tepat untuk bertanggung jawab membina.
"Dalam kasus ekstrem kenakalan anak-anak, maka dikembalikan dulu ke keluarganya. Apakah orang tua atau walinya masih sanggup dan bersedia untuk mendidik? Kalau keluarga nya masih sanggup untuk mendidik, ya akan sangat bagus. Tidak perlu intervensi dari institusi lain," ujar Sayuti, Sabtu (10/5/2025).
Namun, apabila keluarga tidak lagi sanggup untuk mendidik kenakalan tersebut, maka institusi pendidikan penting untuk dilibatkan. Institusi pendidikan ini menurutnya bisa berupa pendidikan formal di sekolah hingga lembaga keagamaan di lingkungan tempat tinggal.
Lantas, jika dua upaya itu tak kunjung mampu membina anak, maka menurutnya jalur terakhir ialah melibatkan aparat penegak hukum. Sebab, kenakalan yang tak bisa dibina merupakan kenakalan ekstrem bahkan bisa disebut kriminal.
"Kalau dua institusi pendidikan pokok tersebut sudah angkat tangan, yang berarti kenakalan yang sangat ekstrem, bahkan kriminal, yang tentu angkanya tidak banyak, maka intervensi dari lembaga penegakan hukum tidak bisa dihindari," ucap dia.
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengaku mengirim anak-anak nakal ke barak karena adanya perubahan perilaku dan gaya hidup pelajar, khususnya di tingkat sekolah menengah pertama dan atas atau yang setara.
Namun, mereka yang dikirim ke barak telah mendapatkan persetujuan dari orang tua.
"Anak-anak di Jawa Barat itu pola hidupnya adalah rata-rata tidurnya jam 4 pagi karena waktunya dihabiskan untuk main game online. Kemudian berdampak mereka tidak bersekolah. Mereka sering terorganisir secara sistemik melalui kekuatan media sosial melakukan pertarungan secara terbuka dan tertutup, melahirkan banyak orang yang terluka, bahkan banyak orang yang meninggal," ujar Dedi Mulyadi , Kamis (7/5/2025).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar