SD-SMP Gratis, DPR Ingatkan Ada Sekolah Swasta dengan Pengajar Mahal
/data/photo/2024/06/23/6677f73431e32.jpg)
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR My Esti Wijayanti mengatakan, terdapat banyak sekolah swasta yang memiliki fasilitas lengkap dengan tenaga pengajar yang mahal di Indonesia.
Hal tersebut disampaikannya dalam menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan, negara harus membiayai pendidikan dasar untuk sekolah negeri dan swasta.
"Kita harus objektif. Ada sekolah swasta yang memang memiliki segmen pasar khusus dan menjalankan misi pendidikan yang lebih kompleks, termasuk dengan tenaga pengajar yang lebih mahal dan fasilitas yang menunjang mutu tinggi," ujar Esti dalam keterangannya, dikutip Kamis (29/5/2025).
Baca juga: Tantangan Anggaran Daerah di Balik Putusan MK Gratiskan SD-SMP Swasta
AS Cabut Visa Mahasiswa China, Takut Teknologi dan Rahasia Negara Dicuri
Adanya persoalan tersebut, ia mendorong pemerintah untuk menyusun klasifikasi terhadap sekolah swasta mana saja yang akan dibiayai negara.
Ia mengatakan, klasifikasi tersebut penting agar kebijakan pendidikan yang akan diterapkan tepat sasaran dengan mengacu kondisi masing-masing sekolah swasta.
"Jadi perlu ada pemahaman dan kebebasan untuk sekolah-sekolah swasta mandiri. Karena pasti ada sekolah yang tidak bersedia sebab dengan kemandiriannya, mereka mampu menghadirkan harapan sekolah berkualitas," ujar Esti.
Kendati demikian, pendidikan dasar sembilan tahun harus dirasakan seluruh warga Indonesia, karena merupakan amanat konstitusi.
"Negara memang berkewajiban hadir, terutama bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu yang terpaksa mengakses pendidikan swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri," ujar politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu.
Baca juga: MK Putuskan SD-SMP Swasta Gratis, Golkar Khawatirkan NU-Muhammadiyah
Pertimbangan MK
Diketahui, MK mengabulkan gugatan terhadap Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terutama frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya".
Dalam pertimbangan MK, Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai "Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat."
Baca juga: Pendidikan Dasar Digratiskan, Guru Sekolah Swasta Harus Diperhatikan
MK berpandangan, frasa "wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya" dalam Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas hanya berlaku terhadap sekolah negeri.
Hal tersebut, menurut MK, menimbulkan kesenjangan akses pendidikan dasar bagi peserta didik yang terpaksa bersekolah di sekolah/madrasah swasta akibat keterbatasan daya tampung sekolah negeri.
Dalam kondisi tersebut, negara memiliki kewajiban konstitusional untuk memastikan bahwa tidak ada peserta didik yang terhambat dalam memperoleh pendidikan dasar hanya karena faktor ekonomi dan keterbatasan sarana pendidikan dasar.
Oleh karena itu, frasa "tanpa memungut biaya" dalam norma a quo memang dapat menimbulkan perbedaan perlakuan bagi peserta didik yang tidak mendapatkan tempat di sekolah negeri dan harus bersekolah di sekolah/madrasah swasta dengan beban biaya yang lebih besar.
"Sebagai ilustrasi, pada tahun ajaran 2023/2024, sekolah negeri di jenjang SD hanya mampu menampung sebanyak 970.145 siswa, sementara sekolah swasta menampung 173.265 siswa. Adapun pada jenjang SMP, sekolah negeri tercatat menampung 245.977 siswa, sedangkan sekolah swasta menampung 104.525 siswa," ujar Hakim MK Enny Nurbaningsih membaca pertimbangan hukum Mahkamah.
Baca juga: MK Putuskan SD-SMP Swasta Gratis, KPAI Usul Revisi UU Sisdiknas
Data tersebut menunjukkan, masih adanya peserta didik yang tidak dapat mengikuti pendidikan dasar di sekolah negeri dan terpaksa bersekolah di swasta akibat terbatasnya kuota.
Karenanya, untuk menjamin hak atas pendidikan bagi seluruh warga, negara wajib menyediakan kebijakan afirmatif berupa subsidi atau bantuan biaya pendidikan bagi masyarakat yang bersekolah di sekolah swasta.
"Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas menurut Mahkamah, dalil para Pemohon yang mempersoalkan konstitusionalitas frasa ‘wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya’ dalam norma Pasal 34 ayat (2) UU 20/2003, yang menurut para Pemohon menimbulkan multitafsir dan diskriminasi karena hanya berlaku untuk sekolah/madrasah negeri adalah beralasan menurut hukum," ujar Enny.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.600 Hari Gempuran Israel ke Gaza, 2 Juta Warga Hidup dalam Kelaparan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar