Skip to main content
728

3 Negara Paling Sengsara Jika Iran Tutup Selat Hormuz, 2 di Antaranya Punya Bom Nuklir - Sindonews

 Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah,

3 Negara Paling Sengsara Jika Iran Tutup Selat Hormuz, 2 di Antaranya Punya Bom Nuklir | Halaman Lengkap

India, China, dan Jepang menjadi negara paling menderita jika Iran nekat menutup total Selat Hormuz. Sebab, tiga negara itu importir minyak terbesar di dunia. Foto/Global News

JAKARTA 

- Ada tiga negara yang akan sengsara jika

 Iran 

benar-benar mewujudkan ancamannya, yakni menutup Selat Hormuz. Ancaman tersebut muncul sebagai balasan atas serangan Amerika Serikat (AS) terhadap tiga situs nuklir utama Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan.

Ancaman itu bukan gertakan kosong. Pada hari Minggu (22/6/2025), Parlemen Iran dilaporkan telah menyetujui rencana penutupan total selat tersebut, dan kini tinggal menunggu lampu hijau dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran.

Bila skenario itu terjadi, dampaknya bisa mengguncang pasar energi global, terutama bagi negara-negara yang menggantungkan hidupnya pada jalur sempit selebar 39 km itu.

Baca Juga: Mengapa Rusia Tak Bantu Iran Melawan Israel? Ini Jawaban Putin yang Mengejutkan

Menurut data Badan Informasi Energi AS (EIA), setiap harinya 20,5 juta barel minyak mentah melewati Selat Hormuz. Itu artinya, sepertiga dari seluruh minyak yang diperdagangkan secara global bergantung pada selat ini.

Lantas, siapa yang paling sengsara jika Iran betul-betul “menggembok” Selat Hormuz?


3 Negara Paling Sengara Jika Iran Tutup Total Selat Hormuz

1. India

India adalah salah satu importir minyak terbesar dunia, dan hampir 85% dari total kebutuhan minyaknya berasal dari luar negeri.

Dari jumlah itu, lebih dari 60% berasal dari negara-negara Teluk—seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Irak—yang semuanya mengekspor lewat Selat Hormuz.

India, salah satu negara pemilik bom nuklir, akan mengalami lonjakan harga minyak domestik karena karena sampai sekarang masih subsidi energi.

Dampak lain yang akan dirasakan India adalah inflasi dan tekanan fiskal, di mana harga pangan dan biaya transportasi bisa naik drastis. Kemudian kurs rupee bisa melemah karena meningkatnya impor minyak dalam dolar Amerika Serikat. Bahkan, pertumbuhan ekonominya akan terhambat, terutama di sektor industri dan logistik.

“Jika pasokan energi terganggu bahkan hanya seminggu, sektor penerbangan dan manufaktur India bisa lumpuh,” tulis The Hindu Business Line dalam laporannya.

India juga tidak memiliki cadangan minyak strategis yang cukup besar untuk bertahan lebih dari 30 hari dalam situasi krisis energi.



2. China

China, yang juga memiliki bom nuklir, adalah salah satu importir minyak terbesar di dunia, dengan konsumsi mencapai lebih dari 14 juta barel per hari.

Sebagian besar pasokan itu—sekitar 42%—berasal dari kawasan Teluk dan harus melewati Selat Hormuz.

China akan merasakan empat dampak buruk jika Selat Hormuz ditutup Iran.

Pertama, krisis pasokan minyak dan gas alam cair (LNG), terutama untuk sektor pembangkit dan transportasi. Kedua, lonjakan harga energi yang bisa memperlambat pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19.

Ketiga, terganggunya rantai pasok global yang dikendalikan oleh industri China. Keempat, akan terjadi ketegangan sosial, karena China juga memasuki musim panas dengan konsumsi listrik yang melonjak.

Meski China memiliki cadangan energi strategis, gangguan lebih dari 2 minggu dapat memaksa Beijing mengambil kebijakan ekstrem: mulai dari pembatasan industri energi intensif, hingga diplomasi agresif terhadap negara-negara penghasil minyak.

Menurut laporan South China Morning Post, penutupan Selat Hormuz akan mempercepat ketergantungan China pada jalur darat dan proyek Jalur Sutra Energi.

3. Jepang

Jepang, negara tanpa sumber daya fosil yang signifikan, bergantung nyaris sepenuhnya pada impor minyak dan LNG.

Lebih dari 90% pasokan minyak Jepang datang dari Timur Tengah, dan semuanya melewati Selat Hormuz.

Jepang juga akan merasakan empat dampak buruk jika Selat Hormuz ditutup Iran. Pertama, berisiko mengalami pemadaman listrik nasional karena ketergantungan pada minyak dan gas untuk pembangkit listrik.

Kedua, industri otomotif dan manufaktur akan terganggu karena mesin produksi sebagian besar bergantung pada pasokan energi stabil.

Ketiga, akan terjadi kenaikan tajam harga bahan bakar minyak (BBM), yang akan memicu protes sosial, terutama di kalangan buruh dan nelayan.

Keempat, perusahaan raksasa seperti Toyota, Sony, dan Mitsubishi bisa terdampak langsung karena logistik terganggu.

Menurut laporan analisis Nikkei Asia, Selat Hormuz adalah nadi kehidupan ekonomi Jepang. Jika ditutup, itu sama artinya Jepang kehilangan oksigen.

Meskipun Jepang memiliki hubungan dagang kuat dengan Arab Saudi dan UEA, akses fisik ke minyak itu tetap melalui Hormuz—dan di situlah letak kerentanannya.

Amerika Serikat dan Negara Arab Akan Menderita?

Amerika Serikat akan terdampak, tapi tidak begitu kritis. Alasannya, AS kini menjadi

net-exporter 

energi--sejak 2019, Amerika memproduksi lebih banyak minyak dan gas daripada yang diimpornya.

AS juga memiliki cadangan minyak yang besar, yang mana negara ini memiliki Strategic Petroleum Reserve (SPR) lebih dari 370 juta barel per Juni 2025 dan bisa digunakan saat krisis.

Meski demikian, ketika harga minyak global naik otomatis harga BBM di AS juga naik karena pasar energi global terhubung. Ini akan memicu inflasi domestik.

Negara-negara Arab Teluk juga rugi besar. Arab Saudi, UEA, Kuwait, dan Qatar sangat bergantung pada ekspor minyak dan gas—dan 80–90% ekspor itu melewati Selat Hormuz.

Dampak buruk yang akan dirasakan negara-negara Arab Teluk jika Iran menutup Selat Hormuz adalah pendapatan negara anjlok, karena ekspor minyak terhambat atau dihentikan total.

Selain itu, stabilitas ekonomi dan politik dalam negeri terancam karena anggaran negara-negara Teluk sangat tergantung dari penjualan minyak mentah.

Meski demikian, Arab Saudi mempunyai jalur pipa minyak Petroline (East-West Pipeline) dari ladang timur ke Laut Merah, kapasitas sekitar 5 juta barel per hari. UAE mempunyai pipa Habshan-Fujairah yang melewati wilayah darat.

Kapasitas pipa alternatif masih jauh di bawah total ekspor normal, sehingga tetap akan ada dampak signifikan.

(mas)

Posting Komentar

0 Komentar

728