Gubernur Aceh Muzakir Manaf Tolak 4 Pulau di Aceh Singkil Masuk Wilayah Sumatra Utara - Halaman all - Serambinews

Kami punya alasan kuat, bukti kuat, dan data kuat. Sejak zaman dulu, pulau-pulau itu milik Aceh. Muzakir Manaf, Gubernur Aceh
SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, menegaskan bahwa empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil yang menjadi sengketa dengan Provinsi Sumatra Utara (Sumut) secara historis merupakan bagian dari wilayah Aceh. Muzakir, yang akrab disapa Mualem, menyatakan bahwa pihaknya memiliki alasan, bukti, dan data kuat yang mendukung klaim tersebut. "Kami punya alasan kuat, bukti kuat, dan data kuat. Sejak zaman dulu, pulau-pulau itu milik Aceh," ujarnya di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, pada Kamis (12/6/2025).
Kemendagri sebelumnya menetapkan empat pulau di wilayah Provinsi Aceh menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Utara (Sumut). Pulau-pulau tersebut yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek.
Protes keras pun muncul dari berbagai elemen masyarakat Aceh. Keempat pulau ini sebelumnya masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Aceh Singkil. Namun dengan keluarnya Kepmendagri Nomor 300.2.2 - 2138 Tahun 2025, maka hilanglah empat pulau itu dari pangkuan Aceh. Keputusan ini menimbulkan gejolak, terutama dari masyarakat Aceh yang merasa kehilangan wilayah secara sepihak.
Kepmendagri dinilai tak mempedulikan hujan protes yang dilayangkan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Singkil sejak beberapa tahun silam. Maklum sejak November 2017 Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Singkil sudah menyampaikan protes dalam konsultasi publik dokumen penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K) Provinsi Sumut, di kantor Gubernur Sumut.
Keberatan disampaikan lantaran Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek, masuk rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil wilayah Sumut.
Perwakilan Pemerintah Aceh yang hadir kala itu dengan tegas menolak serta meminta empat pulau tersebut dikeluarkan dari peta alokasi ruang RZWP-3-K Provinsi Sumut. Salah satu alasan yang disampaikan kala itu bahwa pulau-pulau tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari wilayah Aceh.
Pulau khas tropis
Empat pulau tersebut merupakan pulau khas tropis, yang didominasi tumbuhan kelapa. Pulau Panjang merupakan pulau terluas. Disusul pulau Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek. Sementara Pulau Lipan, hilang tergerus abrasi.
Di Pulau Panjang, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil telah membangun monumen, tugu, pondok, mushala dan dermaga. Tak mengherankan ketika cuaca di laut buruk, nelayan menjadikan Pulau Panjang sebagai tempat berlindung. Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang dan Mangkir Ketek, memiliki pantai berpasir putih. Empat pulau berukuran mini itu, dari kejauhan terlihat eksotik.
Bukan hanya nelayan, warga Aceh Singkil kerap mengunjungi Pulau Panjang untuk melepas hobi mancing. Maklum di sekitar pulau terdapat terumbu karang, tempat ikan bersarang Dari permukiman penduduk Singkil Utara, empat pulau tersebut bisa ditempuh sekitar 30 menit perjalanan menggunakan speed boat.(sak/de/cnnindonesia.com)
Seharusnya garis batas laut ditetapkan terlebih dahulu, mengingat adanya kesepakatan antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut pada 1992. Hingga kini, belum ada kesepakatan baru dari kedua gubernur yang mengubah garis batas laut tersebut. Syakir, Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh
Harusnya Mengacu Kesepakatan 1992
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Drs Syakir MSi menanggapi alasan yang diberikan pihak Kemendagri sebagai landasan penetapan status kepemilikan 4 pulau di perbatasan Aceh dan Sumut. Ia menegaskan, keempat pulau itu sah statusnya dimiliki Aceh dengan mengacu kepada kesepakatan bersama tahun 1992 antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut yang disaksikan Mendagri saat itu.
Tanggapan itu disampaikan Syakir merespons alasan yang disampaikan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal Zakaria Ali, pada Rabu (11/6/2025), yang mengatakan bahwa batas wilayah darat menjadi patokan pengambilan keputusan penetapan status kepemilikan 4 pulau, karena wilayah laut antara Aceh dan Sumut belum ditentukan hingga saat ini.
“Harusnya kan ditetapkan dulu garis batas laut karena sudah ada kesepakatan Gubernur Aceh dan Gubernur Sumut pada tahun 1992 yang sampai dengan saat ini belum ada kesepakatan kedua gubernur yang mengubah garis batas laut tersebut,” kata Syakir, Kamis (12/6/2025).
Syakir mengatakan, kalau mengacu pada perspektif geografis benar adanya empat pulau itu lebih dekat dengan Tapteng. “Namun, karena ada kesepakatan 1992 antar dua gubernur, disaksikan Mendagri Rudini pada waktu itu, maka kesepakatan Tahun 1992 menjadi acuan dalam penegasan batas laut sekaligus kepemilikan 4 pulau tersebut,” sebut Syakir.
Syakir menambahkan, dengan pernyataan Kemendagri itu semestinya jangan ditetapkan dulu empat pulau tersebut karena masih ada sengketa. Syakir mengingatkan Permendagri 141 Tahun 2017 tentang penegasan batas daerah, pada Pasal 3 ayat (2) huruf f, disebutkan dokumen penegasan batas daerah antara lain: Kesepakatan tentang batas daerah yang pernah dibuat Pemda yang berbatasan.
Dalam lampiran Permendagri dimaksud juga diterangkan tahapan penegasan batas daerah di laut melalui pengecekan di lapangan dilakukan dengan mengumpulkan semua dokumen terkait dengan penentuan batas daerah di laut seperti peta dasar dan dokumen lain yang disepakati para pihak. Kemudian dilakukan pelacakan batas dengan pemasangan Titik Acuan berupa Pilar atau langsung didirikan Pilar Batas Permanen di Titik Acuan. Selanjutnya dilakukan pemasangan pilar di Titik Acuan.
“Perintah regulasi itu sudah jauh hari dilakukan Aceh dan Sumut berdasarkan kesepakatan bersama tahun 2002 antara Tim Penegasan Batas Daerah Aceh dan Sumut,” tambahnya.
Syakir mengingatkan, terkait kesepakatan batas darat sudah pernah dijelaskan dalam surat Gubernur Aceh 4 Juli 2022. Surat ini tanggapan terhadap Surat Gubernur Sumut Nomor 125/6614 terkait kepemilikan empat pulau.
Disampaikan di dalam surat bahwa dalam penegasan batas daerah antara Kabupaten Aceh Singkil (Aceh) dengan Kabupaten Tapanuli Tengah (Provinsi Sumatera Utara) pada tahun 2019, berdasarkan Berita Acara Verfikasi Batas Daerah antara Kabupaten Aceh Singkil di Aceh dengan Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara Nomor 02/BA-VER/BAD.1/VIII/2019 tanggal 19 Agustus 2019 dan Berita Acara Rapat Nomor 04/BAD I/IX/2019 tanggal 17 September 2019 yang selanjutnya ditetapkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2020 hanya membahas dan menetapkan batas daerah di darat antara kedua kabupaten dan provinsi, karena berdasarkan penjelasan Tim Penegasan Batas Daerah (PBD) Pusat pada waktu itu penegasan batas di laut dilaksanakan secara terpisah, termasuk penentuan kepemilikan pulau.
Dalam Surat Gubernur Aceh tanggal 4 Juli 2022 tersebut juga sudah disampaikan terkait kronologis pelaksanaan pembakuan nama rupabumi tahun 2008 dilakukan secara terpisah antara Sumut dengan Aceh, dengan pelaksanaan terlebih dahulu di Provinsi Sumut, sebagai berikut:
1) Pembakuan nama-nama pulau Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 14-16 Mei 2008 di Medan telah memasukkan ke-4 (empat) pulau yaitu Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Kecil/Ketek dan Pulau Mangkir Besar/Gadang dalam daftar nama-nama pulau di wilayah Provinsi Sumatera Utara.
2) Pembakuan nama-nama pulau Aceh pada tanggal 20-22 November 2008 di Banda Aceh, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi tidak mengizinkan Tim Pemerintah Aceh untuk memasukkan 4 (empat) pulau (Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Kecil/Ketek dan Pulau Mangkir Besar/Gadang) dalam daftar nama-nama pulau di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan alasan telah dimasukkan terlebih dahulu oleh Provinsi Sumatera Utara dan pulau tersebut disengketakan kepemilikannya oleh Provinsi Sumatera Utara.
Selanjutnya juga kekeliruan dalam konfirmasi Gubernur Aceh tahun 2009 telah disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dilakukan revisi terhadap koordinat 4 (empat) pulau melalui surat nomor 136/30705 tanggal 21 Desember 2018 perihal Revisi Koordinat 4 (empat) Pulau di Kabupaten Aceh Singkil Provinsi Aceh yang berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, sehingga Berita Acara Rapat Kementerian/Lembaga pada tanggal 30 November 2017 tidak relevan lagi dijadikan acuan dalam penyelesaian sengketa 4 (empat) pulau tersebut, dan apalagi rapat dilakukan sepihak tanpa melibatkan Pemerintah Aceh.
“Harusnya, ditetapkan dulu pagar rumah, otomatis rumah berada dalam wilayah. Nah, Kemendagri sebaliknya, yang dilakukan penetapan rumah dulu, padahal pagar dan halaman milik Aceh berdasarkan kesepakatan 1992," pungkas Syakir memberi perumpamaan.(sak)
Gubernur Sumut: Jangan ‘Dipanas-panasin’
Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution meminta kepada sejumlah pihak agar polemik terkait empat pulau yang tengah dipersoalkan tidak menjadi pemicu ketegangan antarwarga Sumatera Utara dan Aceh. Ia meminta agar isu ini tidak "dipanas-panasi" sehingga memunculkan gesekan sosial di tengah masyarakat.
Dalam pernyataannya, Bobby menekankan pentingnya menjaga keharmonisan dan kondusivitas di kedua provinsi yang selama ini telah hidup berdampingan secara damai. "Kami kepala daerah ingin menjalin keharmonisan. Ingat, banyak warga Aceh di Sumut, banyak warga Sumut di Aceh,”
“Kalau dipanas-panasin, jangan sampai warga Sumut anti melihat nomor (kendaraan bermotor) plat BL (Aceh), dan orang Aceh anti lihat plat (motor Medan) BK. Itu yang kita nggak mau," katanya Bobby kepada wartawan, Selasa (10/6/2025), dilansir dari Kompas.com
Bobby mengaku, sebagai Gubernur dirinya tidak memiliki wewenang dalam memutuskan polemik 4 pulau tersebut. Menantu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ini mengaku, seluruh keputusan terkait 4 pulau tersebut merupakan bagian dan wewenang pemerintah pusat.
Apalagi, kata Bobby, Aceh merebut kembali 4 pulau tersebut secara sepihak setelah diputuskan oleh Kementerian Dalam Negeri masuk ke wilayah Sumut.
"Saya sampaikan kemarin, secara wilayah, nggak ada wewenang Provinsi Sumut dan juga setahu saya Aceh mengambil pulau, menyerahkan daerah, itu nggak bisa,” ujar Bobby saat ditanya wartawan di Regale Convention Center, Selasa (10/6/2025).
Menurut Bobby, mekanisme penyelesaian polemik 4 pulau tersebut berada di tangan pemerintah pusat. “Semua itu ada aturannya, kami pemerintah daerah ada batasan wewenang,” ujarnya. Mantan Wali Kota Medan ini juga menyatakan kesiapan jika pemerintah pusat memutuskan untuk mengkaji ulang keputusan tersebut. "Kalau masalah pulaunya, mau masuk ke Sumut, masuk ke Aceh, itu tentu kami ikuti mekanisme. Kalau memang harus dikaji ulang, kaji ulang saja, kami bersedia saja. Tapi bukan kami, seolah-olah kami Sumut dengan leluasa dengan kebesaran hati melepaskan. Nggak bisa seperti itu, tapi ada mekanismenya," tuturnya.(kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar