Tayang: Jumat, 11 April 2025 20:49 WIB

Diperbarui: Jumat, 11 April 2025 22:44 WIB

TRIBUNNEWS, JAKARTA - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, meminta seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap tawaran pekerjaan dengan gaji menggiurkan di luar negeri.

Pasalnya, iming-iming tersebut justru menjerumuskan 19 Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), ke dalam jaringan perdagangan manusia dan eksploitasi sebagai pekerja seks komersial (PSK).

Fakta ini terungkap setelah Kementerian P2MI menindaklanjuti laporan kasus TPPO yang menimpa belasan PMI di Dubai.

Karding menjelaskan bahwa para korban yang sebagian besar sebelumnya bermasalah dengan majikan lama, terperdaya oleh janji pekerjaan baru dengan upah tinggi.

Namun kenyataannya, mereka malah terperangkap dalam jaringan muncikari dan menjadi PSK.

“19 orang yang kabur dari majikannya atau meninggalkan majikannya lalu diiming-imingi untuk bekerja di tempat baru dan disana mereka malah dipertemukan dengan muncikari yang ada dan akhirnya memang mengalami apa yang disebut bekerja sebagai PSK,” katanya.

Menyikapi kasus ini, Kementerian P2MI melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI untuk memberikan perlindungan bagi para PMI yang menjadi korban TPPO.

Mereka telah memulangkan 7 dari 19 korban ke Tanah Air.

Sementara itu, 12 korban lainnya masih menjalani proses hukum di Dubai, di mana KBRI setempat masih memberikan pendampingan dan memastikan hak-hak mereka terlindungi.

Kementerian P2MI dan Kemlu juga membuka saluran hotline khusus dengan nomor +97-156-332-2611 bagi masyarakat yang menerima informasi atau mengalami kasus serupa di UEA.

Langkah ini diharapkan dapat menjaring lebih banyak laporan dan mempercepat penanganan kasus TPPO yang melibatkan WNI di luar negeri.

Karding kembali menegaskan bahwa sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 260 Tahun 2015, penempatan PMI sektor domestik ke UEA masih dilarang.

Oleh karena itu, ia mengimbau dengan tegas agar WNI yang bekerja di UEA, maupun negara lainnya, tidak mudah tergiur tawaran pekerjaan mencurigakan, terutama yang menjanjikan gaji tinggi tanpa kejelasan prosedur dan perusahaan.

“Kita mengimbau agar mereka jangan meninggalkan majikan. Hanya iming-iming dari orang tertentu teman, kawan, sahabat atau mungkin orang-orang yang bermaksud jahat,” ujarnya.

Lebih lanjut, Karding menyoroti pentingnya bagi calon PMI untuk selalu mengikuti prosedur penempatan kerja ke luar negeri yang resmi.

Dengan terdata secara resmi, pemerintah akan lebih mudah memberikan perlindungan dan bantuan jika terjadi masalah.

Ia mencontohkan kasus viral Ibu Eni Roheti di UEA, di mana Kementerian P2MI dan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) baru mengetahui kasusnya setelah viral di media sosial karena datanya tidak tercatat dalam sistem resmi.

“Nah, jadi dari konteks ini menjadi hikmah pelajaran bagi kita semua bahwa kami dan KJRI atau Kemenlu tahu ini setelah viral karena datanya di kita tidak ada. Jadi itulah kenapa dari awal saya selalu mengatakan bahwa diupayakan semaksimal mungkin, kalau mau berangkat bekerja (keluar negeri) tolong mengikuti prosedur yang ada sehingga anda semua terdata. Ini kalau tidak viral, tidak bisa ditangani kita tidak tahu,” tegasnya.(Grace Sanny Vania)