Pemerintah-DPR Aceh Tolak Putusan Mendagri soal Empat Pulau Masuk Sumut, Minta Evaluasi dan Revisi

Kompas.tv - 14 Juni 2025, 20:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.TV - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi PKS Daerah Pemilihan (Dapil) Aceh, Nasir Djamil mengungkapkan hasil pertemuan pemerintah dan DPR Aceh terkait Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) yang menyatakan empat pulau masuk wilayah Sumatra Utara (Sumut).
Empat pulau yang dimaksud yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang/Besar, dan Pulau Mangkir Ketek/Kecil.
"Jadi kesepakatan kami tadi malam itu, Pemerintah Aceh, kemudian DPR Aceh, dan anggota DPR RI dan DPD RI asal Aceh itu menolak keputusan Mendagri terkait dengan empat pulau yang kini masuk dalam wilayah Sumatera Utara, tepatnya di Kabupaten Tapanuli Tengah," kata Nasir dalam program Kompas Petang KompasTV, Sabtu (14/6/2025).
"Karena itu kami meminta agar Kementerian Dalam Negeri melakukan semacam evaluasi dan revisi," ujarnya.
Nasir mengatakan, masalah empat pulau ini harus dibicarakan baik-baik agar tidak ada ketegangan antara daerah dan pusat.
"Karena dalam pandangan kami, Aceh itu adalah daerah bekas konflik bersenjata. Tentu sensitivitas itu sangat dibutuhkan ketika menetapkan atau memutuskan satu kebijakan yang dibuat oleh pusat," ucapnya.
Ia menegaskan, empat pulau yang bersengketa secara aspek hukum, administrasi, pemetaan, pengelolaan pulau, sebenarnya masuk dalam wilayah Aceh.
Nasir mengatakan, pada tahun 1992, ada kesepakatan bersama antara Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar dan Gubernur Aceh Ibrahim Hasan.
"Mereka menyepakati tentang empat pulau itu masuk dalam wilayah Aceh, disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri waktu itu, Pak Rudini almarhum," ujarnya.
Ia menekankan, kesepakatan tersebut seharusnya menjadi rujukan.
"Rapat tanggal 22 Juli tahun 2022 di Bali itu juga sebenarnya para pemangku kepentingan kementerian dan lembaga itu juga meminta agar SKB (surat keputusan bersama) itu menjadi sebagai rujukan untuk memastikan bahwa empat pulau itu masuk wilayah Aceh," ucapnya.
Baca Juga: Tanggapi Polemik 'Rebutan' 4 Pulau, Bobby Nasution: Siap Diskusi dengan Gubernur Aceh
Maka dari itu, Nasir menekankan, permintaan dari Pemerintah Provinsi Aceh adalah agar empat pulau tersebut tetap berada di wilayah Provinsi Aceh, meskipun ia juga mengakui pada 2009 memang sempat ada kekeliruan dalam memberikan koordinat.
Ia menegaskan, keinginan masyarakat Aceh untuk mempertahankan empat pulau tersebut berdasar pada sejarahnya.
"Bahkan peta yang dibuat Belanda pun bahwa memang empat pulau ini memang masuk wilayah Provinsi Aceh," ujarnya.
Selain itu, Nasir menuturkan, selama ini pemerintah Aceh juga sudah berulang kali melakukan upaya untuk mempertahankan empat pulau tersebut.
"Misalnya revisi koordinat di tahun 2018, somasi ke Menteri Dalam Negeri tahun 2022, bahkan juga melaporkan kepada Wapres RI tahun 2022, kemudian survei bersama tim pusat di tahun 2022, bahkan juga klarifikasi terhadap surat Gubernur Sumatera Utara tahun 2022," ujarnya.
Dari berbagai usaha itu, Nasir menekankan, pemerintah Aceh telah bekerja keras selama ini untuk mempertahankan dan memastikan empat pulau masuk wilayah Aceh.
Maka dari itu, ia berharap Kemendagri dapat memberikan keputusan yang bijak berdasarkan kondisi di lapangan terhadap persoalan empat pulau ini.
"Kalau rujukannya kebijakan yang bijak, kemudian berdasarkan dokumen dan kondisi di lapangan, kami yakin bahwa empat pulau itu masuk dalam wilayah Aceh," tuturnya.
Sebelumnya, Kemendagri telah menerbitkan keputusan Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemberian dan Pemutakhiran Kode serta Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang ditetapkan pada 25 April 2025.
Dalam keputusan itu, Kemendagri menetapkan status administratif empat pulau, yakni Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Gadang/Besar, dan Pulau Mangkir Ketek/Kecil sebagai bagian dari wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Provinsi Sumatera Utara.
Namun, keputusan masuknya empat pulau tersebut ke wilayah Sumut mendapatkan reaksi kontra dari sejumlah pihak, dua di antaranya mahasiswa Aceh dan Wakil Presiden RI ke-10/ke-12, Jusuf Kalla (JK).
Baca Juga: Jusuf Kalla Buka Suara Mengenai Polemik Empat Pulau: Secara Historis Masuk Aceh
Dilansir Kompas.tv, Persatuan Mahasiswa Aceh (PMA) mengadakan aksi usai adanya putusan empat pulau masuk Sumut.
“Kami meminta dan mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk segera mencopot Bapak Tito Karnavian dan juga Bapak Safrizal, karena ini menjadi biang kerok atau polemik yang ada, permasalahan yang ada di Aceh,” ujar Koordinator Aksi Persatuan Mahasiswa Aceh (PMA) Gamal saat berunjuk rasa di depan Gedung Kemendagri, Jakarta Pusat, Jumat (13/6/2025).
Dia juga mengatakan, PMA mendesak Presiden Prabowo untuk mencabut Surat Keputusan (SK) Kemendagri tahun 2025 soal empat pulau tersebut.
Selain itu, juga meminta Gubernur Aceh Muzakir Manaf alias Mualem hingga anggota DPR dan DPD asal Aceh untuk mengawal permasalahan ini hingga tuntas.
Selain itu, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK) menyatakan empat pulau secara historis masuk wilayah Aceh.
"Dalam sejarahnya, Pulau Lipan, Pulau Panjang, Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, bahwa itu secara historis memang masuk Aceh, Aceh Singkil, bahwa letaknya dekat Sumatera Utara itu biasa," kata Jusuf Kalla di Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025), dipantau dari Breaking News KompasTV.
Ia menyinggung mengenai Memorandum of Understanding (MoU) atau Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia, Senin (15/8/2005).
"Nah, mengenai perbatasan itu ada di pasal 1.1.4 yang berbunyi, 'Perbatasan Aceh merujuk pada perbatasan 1 Juli tahun 1956," ujarnya.
Mengenai perbatasan tahun 1956 yang disebutkan sebelumnya, ia mengaitkannya dengan Undang-Undang Nomor 24 tahun 1956.
"Jadi dasarnya undang-undang. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956. Itu yang meresmikan Provinsi Aceh dengan kabupaten-kabupaten, nah itu, jadi formal," katanya.
Jusuf Kalla lantas menyebut, karena didasarkan undang-undang, Keputusan Menteri (Kepmen) tidak bisa membatalkan atau memindahkan keputusannya.
"Bahwa tentu karena ini didirikan dengan undang-undang, tidak mungkin, tentu tidak bisa dibatalkan atau dipindahkan dengan Kepmen, karena undang-undang lebih tinggi daripada Kepmen. Kalau mau ubah, itu undang-undang juga," tuturnya.

Kami memberikan ruang untuk
Anda menulis
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Daftar di sini
Sumber : Kompas TV
Tidak ada komentar:
Posting Komentar