Dunia Internasional,Konflik Rusia Ukraina,
Saat Volodymir Zelensky Terus Menakuti-nakuti Eropa - Halaman all - TribunNews


TRIBUNNEWS - Pertemuan tingkat tinggi NATO berlangsung di Denhaag Belanda, di tengah bayang-bayang perang Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda berhenti.
Volodymir Zelensky hadir sebagai undangan terbatas karena Ukraina bukan anggota NATO, tetapi disertakan di berbagai sesi forum pendamping NATO.
Saat foto bersama para pemimpin negara anggota NATO seusai jamuan makan, Zelensky tampak di barisan kedua di belakang Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Ia bersebelahan dengan Presiden Uni Eropa Ursula von der Leyen. Presiden Amerika Serikat Donald Trump berdiri di barisan depan kanan agak jauh dari Zelensky.
Dalam Forum Industri Militer sebelum puncak pertemuan, Zelensky berpidato dan memberi warning ke para pemimpin NATO dan industrialis Eropa.
“Intelijen kami mengonfirmasi Rusia merencanakan operasi di negara NATO. Ini artinya, kita harus menghentikan Putin di Ukraina,” kata Zelensky di podium.
Ini adalah taktik yang berulangkali dilakukan rezim Zelensky, untuk mempertahankan kelangsungan perangnya.
Strategi ini berusaha menarik atau menyeret langsung Uni Eropa dan NATO dalam peperangan semakin dalam melawan Rusia.
Donald Trump di sisi lain berusaha mencegah menguatnya narasi dan kampanye melawan kekuatan nuklir dunia ini.
Ia selalu mengklaim, jika ia yang menjadi Presiden Amerika pada tahun 2022, perang Ukraina tidak akan pernah terjadi.
Trump menyalahkan pendahulunya, Presiden Joe Biden, sebagai orang yang membawa Eropak ke tepi perang nuklir lewat konflik Ukraina-Rusia.
Sebelum berangkat dan dalam penerbangan menuju Denhaag, Trump mengatakan ia mungkin bertemu Zelensky.
Ada hal-hal urgen yang harus ia bicarakan, menyangkut kelanjutan perundingan Rusia-Ukraina dan upaya menghentikan perang.
Trump saat ini ada di posisi yang merasa kuat dan bersemangat, menyusul suksesnya menghentikan perang Israel-Iran.
Penghentian konflik yang didahului pemboman Amerika atas fasilitas program nuklir Iran di Fordow, Natanz, dan Isfahan.
Politisi eksentrik berslogan “Make America Great Again” itu berharap, situasi sama bisa segera diterapkan di Ukraina.
Tetapi Trump menghadapi realitas, Iran bukanlah Rusia. Rusia juga bukan Iran yang lemah di penguasaan udara.
Membawa skenario persekusi Iran ke Ukraina dan Rusia, jelas akan menghadapi tidak saja perlawanan, tapi bisa membawa kehancuran total.
Rezim Zelensky telah mempraktikkan cara itu ketika mereka menyerang pangkalan udara pembom strategis Rusia di Irkutsk dan Murmansk.
Serangan drone kamikaze yang sangat merusak itu terjadi sehari sebelum putaran lanjutan negosiasi Rusia-Ukraina di Istanbul Turki.
Kiev dan para pendukung baratnya, berharap sabotase kelas berat ke triad nuklir Rusia itu akan membuat Moskow absen di Istanbul.
Jika Rusia absen, maka Zelensky akan menarasikan Moskow lah yang tidak ingin berdamai dan menghentikan perangnya.
Ternyata Vladimir Putin tetap mengirim delegasinya, dan itu membuat Ukraina tergopoh-gopoh datang ke Turki.
Donald Trump dalam konteks konflik Ukraina-Rusia sangat berkepentingan agar perang ini berhenti.
Janji kampanyenya adalah akan menghentikan perang dalam tempo 24 jam setelah ia duduk di Gedung Putih.
Ternyata konflik Ukraina tidak sesederhana yang ia bayangkan. Konflik proksi ini menjadi rumit karena kekuatan dalam negara Amerika juga berkepentingan agar perang berlanjut.
Para politisi penghasut perang, liberalis dan neokonservatif, serta komplek industri militer Amerika ingin Rusia, dilemahkan atau syukur dihancurkan scara militer.
Sementara elite Eropa juga mengglorifikasi narasi dan propaganda potensi invasi Rusia ke barat setelah menang di Ukraina.
Ketakutan akan segala sesuatu berbau Rusia dikembangkan di Eropa Utara dan Timur, di negara-negara eks Soviet yang kini bergabung Uni Eropa dan NATO.
Sementara Vladiir Putin dan para pembantunya berulang-ulang menjelaskan, Rusia hanya merespon gerakan agresif NATO dan Uni Eropa ke Ukraina.
Moskow sampai pada kesimpulan, jika NATO hadir di Ukraina, maka itu adalah ancaman eksistensial bagi Rusia.
Konflik Ukraina juga tidak dimulai sejak 2022 ketika pasukan Rusia menyerbu wilayah Ukraina, tapi dimulai sejak barat mendukung revolusi dan kudeta Maidan 2014.
Revolusi yang mengubah kepemimpinan Ukraina, yang kemudian kental dengan pengaruh kelompok pro-Eropa dan kaum neo-Nazisme.
Kampanye penghancuran sejarah, kultur dan bahasa Rusia gencar dilakukan di wilayah Donbass, tempat begitu banyak warga Ukraina yang kuat ikatannya dengan Rusia.
Kini, Zelensky kembali mengobarkan narasi, Rusia akan menyerang Eropa dan NATO, dan tujuannya : mempertahankan perang dan itu berarti dana serta senjata dari barat.
Tanggal 22 Juni 2025, bertepatan tanggal saat Operasi Barbarossa Nazi Jerman mulai digelar 22 Juni 1941, Zelensky berbagi pandangannya yang aneh tentang mengapa peringatan itu penting.
Tetapi lebih dari itu, Zelensky menggunakannya sebagai alat perang informasi melawan Rusia.
“Delapan puluh tahun yang lalu,” tulis pemimpin rezim Kiev, “dunia mengalahkan Nazisme dan bersumpah ‘Tidak akan pernah lagi.’ Namun, hari ini Rusia mengulangi kejahatan Nazi,” tuduh Zelensky lewat kanal Telegramnya.
Benarkah? Tentu dari cara paling sederhana bisa dimulai penilaian jika Rusia mengikuti contoh Nazi, maka sebagian besar Ukraina sekarang akan terlihat seperti, misalnya, Gaza.
Meskipun setiap kematian adalah tragedi, jumlah warga sipil Ukraina yang tewas dalam Perang Ukraina akan berada pada tingkat yang sama sekali berbeda.
Ini adalah fakta yang dapat diukur dan dibuktikan: Hingga akhir Mei, PBB menghitung sekitar 13.279 warga sipil Ukraina tewas, sejak dimulainya pertempuran skala besar pada Februari 2022.
Memang benar PBB juga memperingatkan bahwa ini adalah angka minimum yang konservatif.
Namun pertimbangkan beberapa angka untuk Gaza di bawah serangan genosida Israel sejak Oktober 2023.
Pada awal Juni 2025, data Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza, yang secara umum diakui dapat diandalkan dan juga konservatif angka-angkanya, menghitung lebih dari 55.000 warga Palestina tewas.
Kementerian Kesehatan Gaza tidak membedakan antara pejuang perlawanan dan warga sipil, tetapi ada konsensus ahli virtual bagian yang terakhir luar biasa tinggi, yang mendukung kesimpulan ini genosida.
Jika Zelensky hendak mencari negara yang menggunakan metode penghancuran ala Nazi, maka itu adalah Israel, bukan Rusia.
Namun, ia tidak dapat mengatakan itu karena Israel bersekutu dengan Amerika Serikat dan barat, sama seperti rezimnya sendiri.
Dalam hal itu, perang proksi barat melawan Rusia dan melalui Ukraina telah menyaksikan salah satu operasi pencucian politik paling sukses dalam ingatan baru-baru ini.
Sebelum Kiev, pertama di bawah pendahulu Zelensky, Petro Poroshenko, dan kemudian di bawah Zelensky sendiri, sebagian pemantau barat sangat menyadari Ukraina memiliki gerakan sayap kanan yang berkembang pesat, semakin kuat, dan sangat subversive, di dalam maupun luar negeri.
Hingga tahun 2014, bahkan BBC masih mengakui media dan politisi Ukraina sengaja "meremehkan" potensi dan signifikansi sayap kanan mereka.
Namun kemudian, seolah-olah atas perintah, media arus utama barat bersatu untuk meremehkan kekuatan jahat ini.
Mereka berpura-pura kekuatan itu hampir tidak ada, dan kesan apa pun yang bertentangan, tentu saja, adalah "disinformasi Rusia".
Sekarang dengan situasi perang yang buruk dan lama, Ukraina di ambang kekalahan, media arus utama barat mulai melihat realitas ini.
Tetapi rezim Zelensky dan pendukungnya terus-menerus menuduh ofensif Rusia, dan kisah kelam Operasi Barbarossa Nazi, 84 tahun lalu.
Seperti yang mereka katakan – dengan tepat – tentang Israel, begitu pula tentang rezim Zelensky: Setiap tuduhan adalah pengakuan.
Zelensky saat ini sangat berharap banyak KTT NATO di Denhaag melahirkan dukungan baru yang signifikan kepada Ukraina untuk melanjutkan perangnya.
Sebelum terbang ke Belanda, Zelensky mengisyaratkan pasukan Kiev akan melancarkan lebih banyak serangan jarak jauh ke target di dalam wilayah Rusia.
Bersama Kepala Intelijen Militer Ukraina, Kirill Budanov, Zelensky Sudha menemukan "titik-titik masalah utama" Rusia.
Mereka berjanji melakukan serangan yang tepat" dengan tujuan untuk "secara signifikan mengurangi" potensi militer Moskow.
Panglima Militer Ukraina, Jenderal Aleksandr Syrsky, menyatakan, Kiev akan meningkatkan skala dan kedalaman serangannya terhadap fasilitas militer Rusia.
Tentu saja ini sangat serius melihat preseden saat Ukraina menggempur triad nuklir Rusia di Siberia awal bulan ini.
Keith Kellogg, utusan khusus Presiden Amerika untuk konflik Ukraina memperingatkan rezim di Kiev agar tidak gegabah melawan kekuatan nuklir Rusia.
“Ketika Anda menyerang bagian lawan dari sistem pertahanan nasional mereka, yang merupakan triad nuklir mereka... itu berarti tingkat risiko Anda meningkat karena Anda tidak tahu apa yang akan dilakukan pihak lain,” kata Kellog.
Zelensky mungkin menempuh jalan yang risiko ekstremnya, bisa membawa kehancuran total bagi Ukraina, dan mungkin Eropa. (Setya Krisna Sumarga)
0 Komentar