Sejarawan USU Akui 4 Pulau Sengketa Milik Aceh Jika Dilihat Peta 1992, Tapi Apakah Aceh Ikhlas? - Halaman all - Serambinews
Sejarawan USU Akui 4 Pulau Sengketa Milik Aceh Jika Dilihat Peta 1992, Tapi Apakah Aceh Ikhlas?
SERAMBINEWS.COM - Polemik terkait kepemilikan empat pulau sengketa antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara terus memanas.
Sejarawan dari Universitas Sumatera Utara (USU) menyatakan bahwa secara historis, berdasarkan peta tahun 1992, keempat pulau tersebut berada dalam wilayah administratif Aceh.
Adapun empat pulau tersebut yakni, Pulau Mangkir Besar, Pulau Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang diputuskan oleh Mendagri masuk ke dalam wilayah Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.
Keputusan tersbeut tertuang dalam surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.
Dosen Sejarawan di Universitas Sumatera Utara (USU), Muhammad Azis Rizky Lubis mengatakan, secara historis memang empat pulau tersebut masuk dalam wilayah Aceh.
Namun setelah adanya keputusan dari Mendagri, ia mempertanyakan apakah Aceh ikhlas melepas pulau tersebut kepada Sumut.
Dikatakannya, klaim kepemilikan pulau itu tidak bisa dilihat dari titik koordinat garis pantai saja, melainkan ada beberapa faktor lain yang harus menjadi pertimbangan.
"Kalau berpatokan pada titik koordinat saja, saya kira harus ada unsur patokan lain yang harus dilakukan untuk penetapan pulau tersebut,”
“Bisa dari garis pantai, geografis, sejarah, karakteristik masyarakat yang tinggal di sekitaran pulau dan etnis masyarakat sekitar ini lebih mengarah ke Aceh atau Tapteng," jelasnya saat dikonfirmasi Tribun Medan, Jumat (13/6/2025).
Azis menilai, jika dilihat dari titik koordinat, artinya pihak pemerintah harus melihat peta tahun 1991, 1992 dan lain-lain.
Sebab, pulau ini ditetapkan masuk Wilayah Aceh Singkil atas kesepakatan Gubernur Aceh saat itu, Prof Dr Ibrahim Hasan, dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar.
"Namun, kita tidak bisa berpatokan dari peta di tahun 1991 dan seterusnya tersebut. Sebab, ada pemekaran beberapa tahun setelahnya," jelasnya.
Begitupun jika ditelaah dari sisi sejarahnya. Sebab dalam sejarahnya ada pemetaan wilayah Kabupaten Tapteng, yang didalamnya termasuk empat pulau tersebut.
"Kalau kita tinjau dari sejarah dan titik koordinat, pemetaan wilayah Aceh Singkil ini, berhubungan dengan pemetaan Kabupaten-kabupaten yang ada di Tapteng Sumut," tuturnya.
Dikatakan Aziz, jika digabungkan antara histori, titik koordinat dan garis pantai ketiga pulau tersebut berada di Aceh Singkil atau tidak.
"Jika tiga pulau itu masih di wilayah Aceh Singkil artinya pulau itu milik Aceh. Selain itu, kita harus lihat Aceh ini sebagai Provinsi atau sebagai kewilayahan?”
“Jika kewilayahan Aceh ini patokannya antara Kabupaten Tapteng Sumut-Aceh Singkil. Setelah itu, lalu kita tentukan berapa meter garis laut milik Aceh Singkil dan Tapteng. Kemudian pas kan saja pulau itu masuk wilayah mana," jelasnya.
Dikatakannya, jika dilihat dari sejarah, apapun pulau yang masuk wilayah Aceh Singkil, maka ia termasuk Provinsi Aceh.
"Perlu dikaji dan dilihat ulang tentang penandatangan Kesepahaman antara Gubernur Aceh dan Sumut di tahun 1992 soal batas administrasi wilayah Singkil dan Tapanuli,”
“Penandatanganan ini disaksikan juga oleh Menteri Dalam Negeri saat itu. Dari sana mungkin ada titik terang batasan-batasan Tapanuli-Singkil,"jelasnya.
Sebab, lanjutnya penandatangan kesepahaman itu dibuat untuk saling menghargai ruang administratif.
"Mungkin bisa dikaji dari sana terlebih dahulu. Lalu, kita ukur dari sumber daya alam yang ada di sana. Jika memang ada sumber daya alam, tinggal bagaimana cara pengelolaan bersama agar tidak terjadi keributan di sana," jelasnya.
Namun kata Aziz, jika mau memastikan empat pulau itu milik wilayah siapa, bisa dilihat dari empat faktor yang telah dijelaskannya.
"Tetapi, sebenarnya masalah ini tidak perlu menjadi masalah, tinggal apakah pihak Provinsi Aceh ada keikhlasan memberi pulau tersebut dan Sumut mau berkolaborasi dengan Aceh untuk mengembangkan pulau itu," jelasnya.
Menurutnya, Sumut juga bukan hanya mau empat pulau itu milik mereka, tetapi juga untuk mengelola dengan baik.
"Kalau misal Sumut kemudian, bersikukuh pulau itu milik Tapteng. Bersikukuh untuk masukkan pulau itu dalam wilayah teotorialnya. Harus memilik tujuan tidak hanya sekadar masuk dalam wilayah teotorial,”
“Sebab, Pada dasarnya apapun itu jika tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat tentu masyarakat mendukung," ucapnya.
Tetapi, untuk perpindahan pulau ini, lanjutnya, Sumut harus mempertimbangkan beberapa aspek terutama kelanjutan hubungan dengan Provinsi Aceh.
"Saya kira hal ini dapat ditinjau dalam beberapa aspek seperti wilayah geografis, ekonomi, yang perlu kita perhatikan benar adalah dampak ke depan yang ditimbulkan. Khususnya antara hubungan aceh dan Sumut," jelasnya.
(Serambinews.com/ar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar