Dunia Internasional,Konflik Timur Tengah,
Serbia Setop Penjualan Senjata ke Israel, Tak Ingin Memihak Negara yang Berkonflik - Halaman all - Tribunnews


TRIBUNNEWS.COM - Presiden Serbia Aleksandar Vucic mengumumkan penghentian penjualan amunisi ke Israel menyusul meningkatnya ketegangan di Timur Tengah setelah serangan Israel terhadap Iran.
Hal itu disampaikan Aleksandar Vucic dalam pernyataan kepada wartawan menyusul pertemuan lanjutan Staf Umum Angkatan Darat Serbia di ibu kota, Beograd.
Ia menekankan Serbia menganggap Israel dan Iran sebagai negara sahabat bagi Serbia.
Presiden Serbia menjelaskan ia melanjutkan penjualan amunisi negaranya ke Israel setelah serangan 7 Oktober 2023, dan meskipun ada kritik, ia bertekad untuk mendukung Israel.
Namun, dalam pernyataan terbarunya, ia menegaskan Serbia memutuskan untuk menghentikan penjualan amunisi ke Israel.
Ia menekankan keinginan negaranya untuk mencapai perdamaian di Timur Tengah.
"Israel dan Iran adalah dua negara yang bersahabat dengan kami. Orang-orang Yahudi selalu dihormati di negara ini. Kedua bangsa itu adalah bangsa yang bersahabat dengan kami," kata Aleksandar Vucic pada hari Senin (23/6/2025).
Pernyataan tersebut disampaikan sebelum Trump mengumumkan gencatan senjata antara Israel dan Iran yang berlaku mulai hari ini.
Dalam pernyataannya, Vucic menanggapi serangan AS pada 22 Juni yang menargetkan tiga fasilitas nuklir di Iran, dengan mengatakan AS telah melanggar hukum internasional.
"Tidak ada lagi keadilan atau aturan. Bagaimana Barat bisa mengajarkan Rusia atau siapa pun tentang integritas teritorial dan kedaulatan negara? Semua orang telah melanggar aturan ini," tegasnya.
"Dunia sedang menuju kekacauan total. Semua orang bertindak seolah-olah mereka berhak menyerang orang lain. Kegilaan telah menyebar ke seluruh dunia, dan tidak ada seorang pun yang dapat dipercaya lagi," ujarnya, seperti diberitakan Al Jazeera.
Baca juga: Gencatan Senjata Israel-Iran Berlaku, Trump: Semua Pihak Tahan Diri, Jangan Langgar Kesepakatan Ini
Tindakan Serbia untuk menghentikan penjualan amunisi ke Israel muncul di tengah sejarah hubungan yang rumit antara kedua negara, yang telah ditandai oleh kerja sama militer dalam beberapa tahun terakhir meskipun ada keraguan Eropa tentang ekspor senjata ke zona konflik.
Pada bulan September 2024, surat kabar Israel Haaretz, berdasarkan investigasi sumber terbuka terhadap lalu lintas udara, mengungkapkan Serbia adalah salah satu pemasok amunisi terbesar Israel selama serangan di Jalur Gaza.
Laporan tersebut memicu kritik luas dari organisasi hak asasi manusia dan pengamat internasional.
Hubungan antara kedua negara bermula sejak periode pasca-Yugoslavia, ketika Serbia berupaya memperkuat kemitraan pertahanannya dalam menghadapi isolasi internasional yang terjadi secara berkala.
Sejak pecahnya perang Israel dan Iran yang dimulai pada 13 Juni 2025, Serbia menegaskan mereka tidak akan terlibat dalam dukungan militer untuk negara yang terlibat konflik regional skala besar.
Namun, Serbia ingin mempertahankan netralitas dan menyerukan de-eskalasi.
Pada 13 Juni 2025, Israel memulai serangannya terhadap Iran dengan meluncurkan rudal ke kota Teheran, dengan klaim untuk melenyapkan program nuklir Iran.
Iran merespon dengan meluncurkan serangan balasan ke Tel Aviv, Haifa hingga Yerusalem yang diduduki.
Situasi semakin memanas ketika sekutu Israel, Amerika Serikat, melakukan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir Iran di Isfahan, Natanz, dan Fordow pada hari Minggu (22/6/2025).
Pada 23 Juni 2025, Iran meluncurkan serangan ke pangkalan militer AS di Al Udeid, Qatar, namun Iran telah memberikan peringatan terlebih dahulu kepada AS dan Qatar.
Pada malam harinya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan gencatan senjata antara Israel dan Iran akan dimulai pada hari Selasa (24/6/2025).
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
0 Komentar