Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah,
Trump Dibuat Was-was Soal Selat Hormuz: Ancam Produsen Jaga Harga Minyak Tetap Rendah | Halaman Lengkap

Makin mudah baca berita nasional dan internasional.
Selasa, 24 Juni 2025 - 03:52 WIB
Presiden AS, Donald Trump memperingatkan produsen minyak agar tidak mendorong harga lebih tinggi, di tengah meningkatnya volatilitas pasar menyusul serangan Amerika pada fasilitas nuklir Iran. Foto/Dok RT
- Presiden Amerika Serikat (AS),
Donald Trumpmemperingatkan produsen minyak agar tidak mendorong harga lebih tinggi, di tengah meningkatnya volatilitas pasar menyusul serangan Amerika pada fasilitas nuklir Iran. Serangan AS direspons ancaman dari Teheran yang bakal menutup
Selat Hormuz, jalur pengiriman utama untuk ekspor
minyak mentahglobal.
Sebelumnya angkatan bersenjata AS menargetkan fasilitas nuklir di Fordow, Isfahan, dan Natanz pada hari Sabtu, hanya sehari setelah Trump mengatakan bahwa Ia akan memutuskan "dalam dua minggu ke depan" apakah akan bertindak dalam perang Iran vs Israel. Serangan tersebut mengejutkan para investor, yang mendorong harga minyak mentah ke puncak tertinggi lima bulan sebelum akhirnya kembali mereda.
"Semua orang, jaga agar harga minyak tetap rendah. Saya memantau! kalian bermain langsung ke tangan musuh. Jangan lakukan itu!" tulis Trump di platform Truth Social-nya, Senin (23/6/2025) waktu setempat.
Dalam posting terpisah, Trump juga menyerukan peningkatan segera produksi domestik: “Kepada Departemen Energi: Bor, Baby, Bor!!! Dan saya maksudkan Sekarang!!!”
Baca Juga: 4 Pertaruhan Eropa jika Selat Hormuz Diblokir Imbas AS Ikut Gempur Iran
Harga minyak mentah terpantau mengalami kenaikan sekitar 10% sejak serangan mengejutkan Israel terhadap Iran sepuluh hari yang lalu, di tengah kekhawatiran yang meningkat tentang konflik regional bakal meluas dan munculnya potensi gangguan pasokan. Para pedagang kini sedang memperhatikan kemungkinan pembalasan dari Iran, yang dapat menargetkan infrastruktur energi di seluruh Timur Tengah.
Teheran, yang mengontrol Selat Hormuz – sebuah jalur untuk sekitar 20% minyak dunia – telah mengancam untuk menutup jalur tersebut sebagai respons terhadap serangan AS. Parlemen Iran menyetujui penutupan Selat Hormuz pada hari Minggu, meskipun keputusan akhir ada di tangan dewan keamanan nasional negara tersebut.
Sementara itu Iran pernah mengeluarkan ancaman serupa di masa lalu, dimana para analis mengatakan menutup selat sepenuhnya akan sulit terjadi, karena Teheran juga mengandalkan saluran ini untuk mengekspor minyak ke China dan pembeli kunci lainnya.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio pada hari Minggu, mendesak China untuk menekan Iran agar tidak melaksanakan ancaman penutupan Selat Hormuz. Ia berargumen bahwa, sebagai pelanggan minyak teratas Iran, Beijing memiliki pengaruh yang signifikan.
Sedangkan Administrasi Informasi Energi AS telah menyebut Selat Hormuz sebagai "titik penyumbatan (chokepoint) transit minyak terpenting di dunia."
Baca Juga: AS Desak China Bujuk Iran Tak Menutup Selat Hormuz
Para analis memperingatkan bahwa gangguan apapun terhadap lalu lintas yang melalui Selat Hormuz atau ekspor minyak Iran dapat mendorong harga lebih tinggi dan membebani pertumbuhan ekonomi global. "Risiko ekonomi utama adalah kenaikan harga energi," tulis kepala ekonom Goldman Sachs Jan, Hatzius dalam sebuah catatan.
Hatzius memperkirakan bahwa penutupan berkepanjangan dapat mengurangi PDB global lebih dari 0,3 poin secara persentase dan mendorong inflasi lebih tinggi. S&P Global juga memperingatkan bahwa aliran gas alam bisa "terpengaruh secara serius."
Per hari Senin, minyak mentah Brent diperdagangkan sekitar USD72 per barel. Selanjutnya patokan AS WTI sempat melonjak 4,6% menjadi USD78 sebelum turun kembali di kisaran USD70/barel. Analis mengatakan Brent bisa melonjak mencapai setinggi USD110 per barel jika Selat Hormuz terblokir.
(akr)
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com,
Klik Disiniuntuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
0 Komentar