Dunia Internasional,
Trump tak Izinkan Iran Lakukan Pengayaan Uranium, Negosiasi Nuklir di Ambang Kegagalan | Republika Online

Seorang diplomat Iran mengatakan Teheran sedang menyusun draf penolakan proposal AS.
REPUBLIKA.CO.ID, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akhirnya menegaskan bahwa AS tidak akan mengizinkan Iran melakukan pengayaan uranium sebagai syarat tercapainya kesepakatan negosiasi nuklir. Syarat Trump ini kemungkinan akan ditolak Iran.
Sponsored
"AUTOPEN seharusnya sudah menghentikan Iran sejak lama dari 'pengayaan' (uranium). Berdasarkan Perjanjian potensial kita — KAMI TIDAK AKAN MENGIZINKAN PENGAYAAN URANIUM!" kata Trump di platform Truth Social miliknya pada Senin (2/6/2025).
Pernyataannya diunggah seiring laporan media Axios yang mengeklaim bahwa usulan kesepakatan nuklir AS untuk Iran pada Sabtu pekan lalu akan mengizinkan Iran melakukan pengayaan uranium level rendah yang terbatas di negara itu untuk jangka waktu yang tidak ditentukan. Usulan tersebut akan menghentikan Iran meneliti dan mengembangkan alat sentrifugal baru, membatasi pengayaan dalam negeri untuk tujuan sipil, dan membentuk konsorsium regional untuk mengawasi kepatuhan.
Laporan Axios menambahkan, bahwa usulan AS tersebut juga akan melarang Iran membangun lokasi pengayaan baru dan menuntut pembongkaran infrastruktur pemrosesan uranium utama. Trump, yang menarik AS dari kesepakatan nuklir 2015 antara negara-negara besar dunia dan Iran, tengah mengupayakan kesepakatan baru lewat negosiasi dengan Teheran melalui perantara Oman.
Scroll untuk membaca
Sejauh ini, Iran dan AS telah melakukan lima putaran pembicaraan tidak langsung mengenai program nuklir Iran dengan mediasi Oman. Putaran terakhir berlangsung di Roma pada 23 Mei.
Usai pertemuan tersebut, Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi menyampaikan bahwa Oman telah mengusulkan sejumlah mekanisme yang dapat membantu menghilangkan hambatan dalam proses negosiasi. Ia menilai bahwa kemajuan dapat dicapai dalam satu atau dua putaran pembicaraan tambahan.
Namun, sebelum putaran kelima berlangsung, ketegangan antara kedua pihak semakin meningkat. AS meminta Iran untuk sepenuhnya menghentikan pengayaan uranium, namun Iran menolak tuntutan tersebut, dengan menegaskan bahwa kesepakatan tidak akan mungkin tercapai jika AS tetap memaksakan syarat tersebut.
Meski demikian, Iran membuka kemungkinan untuk menurunkan tingkat pengayaan uranium dan menyatakan kesiapannya memberikan akses kontrol yang lebih besar terhadap aktivitas nuklirnya, guna menunjukkan bahwa program nuklir yang dijalankan bersifat damai. Araghchi pun pernah mengunggah pesan di akun X-nya, menegaskan, bahwa kesepakatan hanya akan terjadi jika AS tak melarang sepenuhnya program pengayaan uranium Iran.
Seorang diplomat senior Iran kepada Reuters, Senin (2/6/2025) mengungukapkan, bahwa Iran kemungkinan akan Iran menolak proposal AS. Menurut diplomat itu, proposal AS gagal mempertimbangkan kepentingan Teheran atau memperhalus sikap Washington terhadap program pengayaan uranium.
"Iran sedang membuat draf respons negatif atas proposal AS, yang bisa diintrepretasikan sebagai penolakan terhadap tawaran AS," ujat diplomat senior, yang mengaku dekat dengan tim negosiasi Iran.
Proposal AS dihadirkan oleh Menteri Luar Negeri Oman Sayyid Badr Albusaidi, selaku mediator yang melakukan kunjungan singkat ke Teheran belum lama ini. Berdasarkan laporan Reuters, di antara poin proposal AS yang ditolak Iran adalah tuntutan penghentian program pengayaan uranium dan pengiriman stok uranium level bom nuklir keluar dari Iran.
"Dalam proposal ini, pendirian AS atas pengayaan uranium di tanah Iran tak berubah, dan tidak ada penjelasan yang jelas merujuk pada pencabutan sanksi," ujar diplomat yang enggan disebut identitasnya itu.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) pada Sabtu (31/5/2025) mengungkap data terbaru terkait jumlah stok uranium dengan kadar pemurnian 60 persen atau mendekati level produksi satu bom nuklir. IAEA mendesak Teheran untuk mengubah kebijakannya dan patuh terhadap aturan main pengayaan uranium.
Laporan yang diungkap oleh Associated Press ini muncul di tengah masa-masa sensitif di mana Teheran dan Washington diyakini semakin dekat dengan keputusan terkait negosiasi yang sudah lima kali digelar. Presiden AS Donald Trump belakangan mengklaim, bahwa AS dan Iran semakin dekat dengan penandatanganan sebuah kesepakatan.
Menurut laporan Associated Press, IAEA mengungkap data bahwa per 17 Mei, Iran telah berhasil mengumpulkan stok uranium dengan kadar permurnian 60 persen hingga 408, 6 kilogram (kg). Jumlah itu bertambah 133,8 kg dari laporan terkahir IAEA pada Februari 2025.
Material uranium yang dimiliki Iran saat ini, diyakini selangkah lebih dekat dengan angka pemurnian 90 persen, level yang dibutuhkan untuk membuat bom nuklir. Adapun, total stok uranium Iran pada Februari adalah 274,8 kg.
Direktur Jenderal IAEA Rafael Mariano Grossi telah berulang kali menegaskan bahwa, "Iran adalah satu-satunya negara non-nuklir yang melakukan pengayaan uranium pada level itu."
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Arrangchi pada Senin (2/6/2025) mengkritik laporan terbaru IAEA atas program nuklir negara itu dan menyebut laporan tersebut sebagai "bermotif politik". Dalam laporan terbarunya, IAEA menyebut jumlah stok uranium Iran bertambah signifikan pada periode Februari hingga Mei 2025.
"IAEA harus menegakkan integritas profesionalnya dan tidak dipengaruhi oleh motif politik eksternal," kata Araghchi selama pertemuan di ibu kota Mesir, Kairo, dengan Direktur Jenderal Badan Pengawas Nuklir PBB, Rafael Grossi, yang juga dihadiri Menlu Mesir Badr Abdelatty.
Arrangchi mengatakan laporan IAEA telah memasukkan "tuduhan tak berdasar" mengenai program nuklir Iran.
Youve reached the end
sumber : Antara, Anadolu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar