Dunia Internasional, Konflik Timur Tengah
Warga Palestina Dilarang Masuk Bunker Saat Rudal Iran Hantam Israel


Jerusalem, Beritasatu.com - Di tengah eskalasi konflik antara Iran dan Israel, diskriminasi dirasakan oleh jutaan warga Palestina yang tinggal di Israel.
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian besar warga Palestina yang tinggal di Israel, pintu-pintu perlindungan dari serangan rudal Iran justru tertutup. Bukan oleh rudal, tetapi oleh diskriminasi sistemik yang sudah mengakar lama.
Kejadian memilukan menimpa Samar al-Rashed, seorang ibu tunggal berusia 29 tahun yang tinggal di kota dekat Acre.
Saat sirene berbunyi, dia menggandeng putrinya yang masih berusia 5 tahun dan berlari ke tempat perlindungan apartemen.
Namun, di depan pintu bunker, tetangganya menghalangi mereka masuk hanya karena mendengar Samar berbicara bahasa Arab.
“Dia hanya menatap saya dan bilang: ‘Ini bukan untukmu,’” kata Samar, dikutip dari Aljazeera, Kamis (19/6/2025).
Alih-alih menemukan keamanan dari serangan rudal Iran, dia justru merasa terancam oleh tetangga yang seharusnya menjadi penyelamat.
Dari balik jendela apartemen, Samar menyaksikan cahaya rudal menyinari langit. Tak hanya takut oleh musuh, tetapi juga oleh masyarakat sekitarnya.
Diskriminasi Struktural
Sekitar 2 juta warga Palestina tinggal di dalam wilayah Israel yang diakui secara internasional, atau sekitar 21% dari total populasi negara itu.
Meski secara hukum merupakan warga negara Israel, kenyataannya mereka kekurangan akses terhadap perlindungan sipil, termasuk tempat perlindungan bom.
Menurut laporan Pengawas Keuangan Negara Israel (2022), lebih dari 70% rumah di komunitas Palestina di Israel tidak memiliki ruang aman, dibanding hanya 25% rumah di komunitas Yahudi.
Kota-kota dan desa-desa Arab juga kurang mendapat pendanaan untuk infrastruktur pertahanan sipil.
Mohammed Dabdoob, seorang teknisi ponsel di Haifa, juga mengalami diskriminasi saat mencoba menyelamatkan diri dari serangan rudal Iran ke Israel.
Dia mendapati pintu bunker umum yang terkunci dan tak kunjung dibukakan meski dia mengetuk dan berbicara dalam bahasa Ibrani.
“Saya pikir saya akan mati,” katanya.
Sebuah rudal meledak di dekatnya dan menghancurkan kaca di seberang jalan.
Setelah ledakan mereda dan pintu akhirnya dibuka, dia hanya bisa memandangi orang-orang yang keluar tanpa sepatah kata.
“Tidak ada rasa aman bagi kami, dari rudal maupun dari sesama warga," bebernya.
Ketimpangan
Di kota campuran Lydd (Lod), yang dihuni warga Yahudi dan Arab, diskriminasi tetap terasa. Yara Srour, mahasiswi keperawatan berusia 22 tahun mengaku, keluarganya ditolak masuk bunker di kawasan “baru” Lydd yang dihuni warga Yahudi kelas menengah.
“Kami mengetuk dan memohon, tetapi hanya dilihat dari lubang intip. Ibuku yang sakit tidak bisa berlari. Kami menatap langit yang menyala oleh roket yang dicegat,” tutur Yara dengan getir.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebelumnya mengatakan bahwa rudal Iran menargetkan seluruh Israel, Yahudi maupun Arab.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan warga Palestina di Israel ditinggalkan, bahkan dalam situasi hidup dan mati. Mereka yang berani menyuarakan kritik pun kerap ditangkap karena unggahan media sosial, sementara seruan kekerasan terhadap Arab di forum daring justru diabaikan.
0 Komentar