3 Negara Eropa yang Punya Utang Jumbo ke China, Rusia Teratas Tembus Rp2.112 Triliun | Sindonews
Internasional
3 Negara Eropa yang Punya Utang Jumbo ke China, Rusia Teratas Tembus Rp2.112 Triliun | Halaman Lengkap

Makin mudah baca berita nasional dan internasional.
Rabu, 02 Juli 2025 - 14:58 WIB
Tiga negara Eropa tercatat memiliki utang besar kepada China, yang berdampak signifikan pada kebijakan ekonomi dan politik mereka. FOTO/iStock
- Tiga negara Eropa tercatat memiliki utang besar kepada China, yang berdampak signifikan terhadap kebijakan ekonomi dan politik mereka. Data terbaru menunjukkan, Rusia, Belarus, dan Serbia sebagai negara dengan nilai utang terbesar kepada China di benua tersebut.
Rusia menempati posisi teratas dengan utang mencapai USD 130 miliar atau sekitar Rp 2.112 triliun. Pinjaman ini digunakan untuk sektor industri, pertambangan, konstruksi, perbankan, dan komunikasi. Dalam dua dekade terakhir, Rusia menerima hampir USD 170 miliar dari China, menjadikannya penerima utama dana pembangunan China di Eropa.
Belarus memiliki utang sekitar USD 3,9 miliar kepada China. Negara ini mengelola utangnya dengan meningkatkan investasi asing langsung dari China, khususnya di bidang infrastruktur dan ekonomi. Strategi ini dimaksudkan untuk mendukung pembangunan nasional sekaligus mengelola beban utang yang ada.
Baca Juga: 5 Negara Berkembang yang Terlilit Utang Besar ke China, Produksi Minyak Sampai Jadi Jaminan
Sementara itu, Serbia memiliki utang lebih dari USD 8 miliar yang sebagian besar terkait dengan proyek infrastruktur besar seperti pembangunan jalan, jembatan, dan jalur kereta api dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI). Utang ini dijadwalkan harus dilunasi dalam 20-25 tahun ke depan.
Dilansir dari berbagai sumber, selain ketiga negara tersebut, beberapa negara Eropa lain seperti Hungaria dan Montenegro juga tercatat memiliki utang signifikan ke China, namun nilainya masih di bawah tiga negara utama tersebut.
Utang China ini membawa pengaruh kompleks terhadap kebijakan ekonomi dan politik negara-negara Eropa. Jika negara penerima pinjaman mengalami kesulitan membayar, China berpotensi menuntut konsesi ekonomi atau politik, seperti pengelolaan pelabuhan atau infrastruktur strategis lainnya. Kondisi ini dapat mengurangi kedaulatan ekonomi dan politik negara bersangkutan.
Ketergantungan finansial yang tinggi juga berisiko membebani anggaran negara, sehingga sumber daya dialihkan dari sektor penting seperti kesehatan, pendidikan, dan pengentasan kemiskinan. Risiko krisis utang jangka panjang pun mengancam stabilitas ekonomi nasional.
Dampak sosial juga muncul dari proyek-proyek yang didanai China. Misalnya, meski investasi di pelabuhan Piraeus, Yunani, menciptakan lapangan kerja, masalah keselamatan kerja dan hak pekerja kerap menjadi perhatian akibat praktik yang lebih mengutamakan keuntungan.
Baca Juga: Diserang Israel dan AS, Iran Tuntut Kompensasi
Situasi geopolitik, seperti perang Rusia-Ukraina dan pandemi global, mendorong beberapa negara Eropa untuk mengevaluasi ulang hubungan ekonomi dan utang mereka dengan China. Mereka berupaya menyeimbangkan manfaat investasi China dengan risiko yang ditimbulkan serta mempertimbangkan diversifikasi sumber pembiayaan.
Belt and Road Initiative (BRI) menjadi instrumen utama China dalam memperkuat pengaruh ekonomi di Eropa. Melalui pembangunan jalur kereta api, pelabuhan, dan jalan tol, BRI meningkatkan konektivitas dan efisiensi logistik antara China dan Eropa.
Selain itu, BRI membuka pasar baru dan memperluas investasi China di Eropa, sekaligus mengamankan jalur pasokan energi dan sumber daya penting. Namun, ketergantungan ini memberi China leverage politik dan ekonomi yang signifikan, yang disebut sebagai strategi "debt trap diplomacy" atau jebakan utang.
Uni Eropa sebagai blok ekonomi terbesar belum memiliki kebijakan terpadu dalam merespons BRI. Perbedaan kepentingan nasional antaranggota membuka peluang bagi China untuk memperluas pengaruh secara individual. Di sisi lain, BRI juga mendorong integrasi ekonomi dan pertukaran budaya yang mempererat hubungan bilateral serta memperluas soft power China di Eropa.
Secara keseluruhan, utang China kepada negara-negara Eropa membawa manfaat sekaligus risiko besar. Negara-negara tersebut perlu berhati-hati dalam mengambil pinjaman dan investasi dari China agar tidak kehilangan kedaulatan ekonomi dan politik serta menjaga stabilitas sosial-politik.
(nng)
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com,
Klik Disiniuntuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Infografis

Presiden Ukraina Zelensky: China Memasok Senjata ke Rusia!