Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Agam Rinjani Featured pinfo

    Agam Rinjani dan Kenangan 2 Liter Beras Ibunya saat Tinggal di dekat TPA Antang Makassar - Halaman all - Tribun-timur

    6 min read

     

    Agam Rinjani dan Kenangan 2 Liter Beras Ibunya saat Tinggal di dekat TPA Antang Makassar - Halaman all - Tribun-timur

    TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sosok Agam Rinjani kini ramai diperbincangkan setelah menjadi relawan SAR yang mengevakuasi jenazah pendaki Brasil, Juliana Marins, yang terjatuh ke jurang Gunung Rinjani.

    Juliana ditemukan tewas di jurang dengan kedalaman 600 meter pada Selasa (24/6/2025).

    Aksi heroik Agam saat mengevakuasi jenazah Juliana dan video permintaan maafnya kepada keluarga korban menjadikannya viral di media sosial. 

    Warga Brasil juga membuka donasi untuk Agam sebagai bentuk apresiasi atas jasanya hingga terkumpul Rp1,5 miliar.

    Baca juga: Cerita Agam Rinjani 6 Tahun Tinggal Serumah Selle KS Dalle Wakil Bupati Soppeng

    Lalu siapa sosok Agam?

    Agam terlahir dari keluarga sederhana pasangan Saharna Daeng Rimang (77) dan Khairul Agam yang meninggal dunia 2021 lalu.

    Daeng Rimang, adalah sosok ibu rumah tangga dan pekerja keras.

    Sementara sang ayah, Khairul Agam mencari nafkah dengan menjadi tukang ojek di Sorong Papua.

    Agam Rinjai lahir di lingkungan keluarga sederhana.

    Khairul Agam dan Daeng Rimang mulanya tinggal ngontrak di Tanjung Alang.

    Kemudian, pada 1992 saat Agam berumur empat tahun, sang ayah dan ibu pindah tinggal di Jl Antang Raya, tak jauh dari kawasan TPA Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar.

    Di kawasan TPA itu, Daeng Rimang membantu perekonomian keluarga dengan nyambi menjadi pengepul kaleng bekas.

    Sementara Khairul Agam yang dulunya pelaut, bekerja sebagai teknisi pemasangan pipa PDAM.

    Kemudian pada tahun 1999, Khairul Agam memilih merantau ke Sorong Papua, sebagai tukang ojek.

    Agam kecil yang disapa Ucok, kerap membantu ibunya mengepul kaleng bekas.

    Kaleng-kaleng bekas itu, lalu digeprek sang ibu untuk ditimbang atau dijual ke pengepul barang bekas.

    "Jadi mulai 92 itu, saya kerja sebagai tukang tumbuk kaleng bekas," kata Daeng Rimang saat ditemui di rumahnya, Jl Manunggal, Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Makassar, Senin (14/7/2025).

    Meski seorang perempuan, Daeng Rimang tak risih bekerja layaknya seorang pria.

    Baginya, apapun itu asalkan halal untuk keluarga akan dilakoni.

    "Pernah sampai 3 ton kaleng bekas saya tumbuk sendiri. Itu saya dapat Rp300 ribu per tiga ton," ujarnya.

    Dalam sebulan, kata dia, ada sembilan ton kaleng bekas yang digeprek ibu enam orang anak ini.

    Dengan upah Rp900 ribu itu, Daeng Rimang gunakan untuk biaya kebutuhan dapur dan sekolah anak-anaknya.

    "Itu kalau Agam pulang sekolah, dia bantu maka itu kumpulkan itu kaleng baru saya yang tumbuk (geprek)," ucapnya.

    Kegigihan Agam membantu sang ibu, dirasakan betul oleh perempuan kelahiran Makassar 3 Maret 1949 ini.

    Pasalnya, di keheningan malam kata dia, Agam kerap terbangun untuk mengumpulkan kaleng bekas yang akan digeprek sang ibu.

    "Biasa itu, saya suruh cepat tidur karena kan kalau pagi pergi sekolah. Tapi sering saya lihat, bangun jam 1 malam baru dia kumpul itu kaleng bekas," bebernya.

    Agam kecil dan tumbuh menjadi remaja yang rajin membantu ibunya mencari nafkah, merasakan betul kerasnya hidup.

    Kondisi itulah membentuk dirinya menjadi pribadi yang tak sudih melihat orang di sekelilingnya kesusahan.

    Memori Daeng Rimang mengingat betul momen saat dirinya baru saja membeli dua liter beras.

    Saat itu, kata dia, kondisi keuangannya memang tidak baik-baik saja.

    Ia hanya mampu membeli dua liter beras untuk dimasak.

    Namun di saat yang sama, Agam melihat tetangganya yang tidak mempunyai stok beras sama sekali.

    Agam atau Ucok kecil, pun menghampiri sang ibu untuk meminta sebagian dari dua liter beras itu untuk diserahkan ke tetangga.

    "Jadi itu beras dua liter saya bagi satu-satu literku. Karena Ucok kasihan lihat itu tetangga mau masak tapi tidak adami berasnya," kenang Daeng Rimang.

    Olehnya itu, saat Daeng Rimang mendapat kabar Agam menjadi Tim SAR yang turut membantu evakuasi jenazah turis asal Brasil, dirinya tak begitu heran.

    Pasalnya, kata dia, Agam sudah terbiasa terjun ke lapangan utamanya saat terjadi bencana.

    Meski demikian, dirinya juga sempat khawatir melihat aksi heroik sang anak menembus jurang Gunung Rinjani sedalam 600 meter demi misi kemanusiaan.

    "Saya sedih, saya takut lihat anakku di bawah (jurang) situ. Sampai tidak tidur saya dua hari, khawatir itu (tebing) runtuh bagaimana," ujarnya.

    Adapun jiwa petualang yang digeluti Agam saat ini, diwarisi oleh sosok mendiang kakek dan ayahnya.

    Sang kakek, kata Rimang, dulunya seorang kapten laut. Sementara ayah Agam mendiang Khairul Agam, juga seorang pelaut.

    Namun, setelah menikah dengan Rimang, Khairul Agam memilih tidak melanjutkan profesinya sebagai pelaut.

    "Karena waktu itu, dia (Khairul Agam) disuruh ikut sekolah ke Singapura, tapi tidak mau pisah dengan saya, makanya tidak dia lanjut," sebutnya.

    Khairul Agam pun menafkahi keluarganya dengan bekerja sebagai teknisi pemasangan pipa PDAM.

    Kemudian pada Tahun 1999, Khairul Agam merantau ke Sorong Papua sebagai tukang ojek.

    Saat Covid-19 melanda Indonesia 2019, dua tahun setelahnya Khairul Agam ikut terpapar dan meninggalkan dunia di Sorong Papua 2021.

    "Mengamuk itu Ucok waktu meninggal bapaknya di Sorong, karena tidak bisa dipulangkan ke Makassar karena Covid," kenangnya.

    Daeng Rimang mengaku, tidak pernah membatasi Agam dalam mencari jati diri.

    Ia selalu memberi restu utamanya saat menjadi Tim SAR atau menjadi petualang untuk menapaki setiap gunung yang dituju.

    Dengan catatan, Agam tak boleh nakal.

    "Saya itu tidak pernah kekang anakku, bilang tidak boleh ini itu. Selama itu kebaikan saya izinkan," tuturnya.

    Kakak Ipar Agam, Serka (Purn) Hary mengaku takjub dengan jiwa petualang dan sosial Agam.

    Hary mengatakan, Agam sempat turut melibatkan diri mencari sosok Mayor (Cpm) Latang yang hilang di Gunung Gendang Dewata batas Mamuju (Sulbar) dan Toraja (Sulsel), pada 2007 silam.

    Saat itu, kenang Hary yang juga dari Corps Polisi Militer (Cpm), Agam memberanikan diri turut mencari Mayor Cpm Latang di belantara hutan gunung Gendang Dewata.

    "Dia tidak tergabung dalam tim pencari waktu itu. Tapi setelah dia dapat informasi, dia pergi mandiri mencari Mayor Latang," kenangnya.

    Tidak hanya itu, pensiun Denpom Monginsidi pada 2016 ini, mengatakan, Agam juga sempat bergabung dengan tim Pendaki Kopassus di beberapa tempat.

    "Keikutsertaan Ucok pada pendakian Kopassus itu, sempat menemukan beberapa spesies tanaman yang belum ditemukan," ungkapnya.

    Meski Hary tak ingat persis tahun dan tempat pendakian bersama Tim Kopassus itu, dirinya mengaku bangga atas kiprah Agam.(*)

    Komentar
    Additional JS