BMKG: Hanya 30 Persen Zona Musim di Indonesia Alami Kemarau per Saat Ini | tempo
BMKG: Hanya 30 Persen Zona Musim di Indonesia Alami Kemarau per Saat Ini | tempo

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika atau BMKG mencatat, hingga akhir Juni, hanya 30 persen zona musim di Indonesia yang telah memasuki periode musim kemarau pada tahun ini. Angka itu baru setengah dari jumlah zona musim yang secara klimatologis seharusnya mengalami musim kemarau pada akhir Juni.
Dalam keterangannya yang dikutip dari Prospek Cuaca Mingguan 4-10 Juli 2025, BMKG menyebut kondisi tersebut disebabkan oleh curah hujan dasarian (10 harian) yang lebih tinggi dari normalnya. "Anomali ini mulai teramati sejak awal Mei 2025 dan masih berlanjut hingga saat ini," tulis BMKG.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dijelaskan, pada akhir Juni 2025, hujan dengan sifat atas normal terjadi di sekitar 53 persen wilayah Indonesia. Cakupan utamanya adalah wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian Kalimantan, sebagian Sulawesi, Maluku, dan Papua.
BMKG menunjuk lemahnya Monsun Australia yang menyebabkan kondisi atmosfer di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan masih lembap. Angin monsun itu relatif kering dan biasa menjadi indikasi dari musim kemarau di Indonesia.
Selain itu, aktivitas atmosfer intra-musiman, yakni Madden-Julian Oscillation dan Gelombang Ekuator, juga mendorong terbentuknya awan hujan yang masih intensif di wilayah Indonesia. Secara spasial, gangguan MJO masih terdeteksi di wilayah timur Indonesia, yakni di Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua.
Sedangkan gelombang ekuator seperti Rossby, Kelvin, dan gelombang Low Frequency turut memperkuat proses konveksi, terutama di Sumatera bagian timur, Kalimantan Utara, Nusa Tenggara, dan beberapa daerah di selatan Jawa. "Kelembapan udara yang tinggi dan suhu muka laut yang hangat semakin mendukung proses pembentukan awan hujan di berbagai wilayah."
Cuaca Sepekan ke Depan
Menurut perkiraan BMKG, wilayah Indonesia, khususnya bagian selatan dan timur, masih akan mengalami pertumbuhan awan yang cukup signifikan atau tinggi sepekan ke depan. Salah satu faktor penyebabnya adalah Monsun Australia yang terindikasi tetap lemah. Selain itu aktivitas gelombang atmosfer tropis lainnya masih mendominasi.
BMKG mengatakan kalau Gelombang Rossby Ekuator aktif di Samudra Hindia barat daya Banten, sementara Gelombang Kelvin diperkirakan memicu pertumbuhan awan hujan di wilayah Lampung, Selat Sunda, Banten, Laut Jawa, pesisir selatan Kalimantan, dan pesisir utara Jawa.
Selain itu, gelombang frekuensi rendah yang bersifat persisten juga terpantau aktif di wilayah cukup luas, mulai dari Pulau Jawa, Kalimantan Selatan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, hingga Papua dan Laut Arafuru. "Mendukung peningkatan konveksi dan pertumbuhan awan hujan," kata BMKG.
Pilihan Editor: Begini Kondisi Laut pada Hari Kecelakaan Perahu KKN UGM di Maluku Tenggara dan KMP di Selat Bali