Calon Wali Kota Muslim New York Zohran Mamdani dan Kontroversi Slogan Intifada | Sindonews
dunia Internasional
Calon Wali Kota Muslim New York Zohran Mamdani dan Kontroversi Slogan Intifada | Halaman Lengkap

Makin mudah baca berita nasional dan internasional.
Jum'at, 04 Juli 2025 - 15:54 WIB
Zohran Mamdani, politisi Muslim calon wali kota New York City. Dia menolak mengecam slogan Globalize the Intifada. Foto/Dave Sanders via The New York Times
- Zohran Mamdani, politisi Muslim yang menjadi calon wali kota New York City, menjadi sorotan media Amerika Serikat (AS) setelah menolak mengecam "gerakan intifada", sebuah gerakan pemberontakan rakyat Palestina terhadap pendudukan Zionis Israel. Dia menghormati gerakan tersebut sebagai hak asasi warga Palestina.
Politisi Partai Demokrat ini akan bersaing memperebutkan kursi wali kota New York City dalam pemilihan wali kota pada November 2025 mendatang. Putra imigran Uganda-India tersebut dikenal sebagai aktivis vokal yang mendukung berbagai agenda progresif, termasuk pembatasan kepemilikan properti, jaminan kesehatan universal, dan hak-hak imigran.
Namun, yang membuatnya menjadi nama paling diperdebatkan di media Amerika bukanlah gagasan-gagasannya, melainkan sikapnya yang kontroversial terhadap slogan “Globalize the Intifada.”
Baca Juga: Apa Alasan Sebenarnya Donald Trump Benci Calon Wali Kota Muslim Zohran Mamdani?
Apa Maksud Intifada yang Didukung Zohran Mamdani?
Slogan "Globalize the Intifada" telah menjadi bagian dari aksi protes pro-Palestina di berbagai kampus Amerika Serikat sejak 2021. Ia berasal dari semangat perlawanan terhadap penindasan, khususnya dalam konteks rakyat Palestina.
Namun, bagi banyak warga Yahudi Amerika, istilah "intifada"—yang secara harfiah berarti “pemberontakan”—menghidupkan kembali trauma atas dua periode kekerasan brutal yang mengguncang Israel dan Palestina, yakni Intifada Pertama (1987–1993) dan Intifada Kedua (2000–2005).
Kedua gelombang tersebut ditandai dengan ledakan bom bunuh diri, serangan bersenjata terhadap warga sipil Israel dan pembalasan militer Zionis yang merenggut puluhan ribu nyawa di Palestina.
Ketika Mamdani diwawancarai dalam podcast "The Bulwark" dan kemudian dalam acara "Meet the Press" NBC, dia diberikan pertanyaan langsung: apakah dia mengutuk slogan “Globalize the Intifada”?
Mamdani menolak mengecam secara eksplisit. Dia mengatakan bahwa dia tidak menggunakan frasa itu secara pribadi, namun juga tidak melihatnya sebagai seruan kekerasan.
Menurutnya, itu adalah simbol dari perlawanan terhadap pelanggaran hak asasi manusia, bukan pembenaran untuk kekerasan terhadap warga sipil.
Pernyataan ini langsung memicu reaksi keras dari berbagai kalangan, terutama komunitas Yahudi Amerika.
Jonathan Greenblatt, CEO dari Anti-Defamation League (ADL), menyebut bahwa slogan itu adalah “seruan eksplisit untuk kekerasan” dan “perayaan terorisme".
Senator Kristen Gillibrand, yang awalnya menyebut slogan itu sebagai bentuk "jihad politik", bahkan kemudian harus meminta maaf kepada Mamdani, namun tetap menegaskan bahwa istilah tersebut sangat bermasalah dan menyakitkan bagi banyak warga.
Museum Holocaust Amerika Serikat juga turut mengkritik Mamdani. Dalam pernyataan resminya, mereka menolak keras analogi yang sempat dibuat Mamdani, yakni membandingkan intifada Palestina dengan pemberontakan Ghetto Warsawa tahun 1943—sebuah aksi heroik orang-orang Yahudi melawan Nazi Jerman.
Menurut museum tersebut, menyamakan aksi itu dengan slogan “Globalize the Intifada” justru mencederai nilai historis dan menyakiti para penyintas serta keluarga korban Holocaust.
Namun, di sisi lain, banyak aktivis hak asasi dan pendukung Palestina justru memuji sikap Mamdani sebagai bentuk keberanian politik. Bagi mereka, Mamdani adalah satu dari sedikit politisi AS yang berani menantang narasi arus utama tentang konflik Israel–Palestina. Dia dianggap konsisten dalam membela rakyat tertindas, sekalipun harus menanggung risiko politis yang besar.
Polemik ini menunjukkan bahwa satu kata bisa memicu badai politik ketika dibaca dari dua lensa sejarah yang berbeda. Di satu sisi, intifada dimaknai sebagai simbol perjuangan melawan penindasan kolonial dan apartheid; di sisi lain, ia dianggap sebagai representasi kekerasan brutal yang menargetkan warga sipil tak bersalah. Konteks yang berbeda melahirkan interpretasi yang bertabrakan.
Zohran Mamdani kini berada di persimpangan antara keberanian ideologis dan krisis elektoral. Beberapa jajak pendapat menunjukkan bahwa dukungannya di kalangan pemilih Yahudi—sekitar 13% populasi pemilih di New York City—merosot tajam. Namun di sisi lain, basis pemilih muda, imigran, dan komunitas Muslim justru menguat. Dia dinilai membawa suara-suara yang selama ini terpinggirkan dari panggung politik mainstream Amerika.
(mas)
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Iklan - Scroll untuk melanjutkan
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com,
Klik Disiniuntuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Infografis

Perbandingan Jumlah Muslim antara India, Pakistan, dan Indonesia