DPR Sepakat Revisi UU Haji, BP Haji Diusulkan Setingkat Menteri dan Pengelolaan Visa Diatur Ulang - IniBalikpapan
DPR Sepakat Revisi UU Haji, BP Haji Diusulkan Setingkat Menteri dan Pengelolaan Visa Diatur Ulang - IniBalikpapan


Wakil Ketua Baleg DPR RI, Iman Sukri, bersama Pimpinan Baleg yang lain saat menerima pandangan salah satu fraksi di Ruang Baleg DPR RI, Selasa (8/7/2025). Foto: Geraldi/vel
JAKARTA, Inibalikpapan.com — Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyetujui revisi atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah sebagai usul inisiatif DPR, dalam upaya memperkuat tata kelola ibadah haji nasional yang lebih transparan, akuntabel, dan berpihak pada jemaah.
Langkah strategis ini menjadi penanda penting reformasi kelembagaan, dengan penguatan Badan Penyelenggara Haji dan Umrah (BP Haji) sebagai lembaga pemerintah setingkat menteri, yang akan mengemban tugas utama mengelola seluruh urusan haji dan umrah secara nasional.
“Kami menyisipkan satu pasal baru, yaitu Pasal 1A, yang mendefinisikan BP Haji dan Umrah sebagai lembaga pemerintah setingkat menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang haji dan umrah,” kata Wakil Ketua Baleg DPR RI, Iman Sukri, d lansir dari laman DPR.
BP Haji Diperkuat secara Legal dan Struktural
Sebelumnya, BP Haji hanya diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 154 Tahun 2024, yang dinilai belum cukup kuat secara hukum dan administratif. Dengan pengesahan definisi BP Haji dalam UU, lembaga ini akan memiliki legitimasi hukum yang lebih kokoh untuk melaksanakan tugas pelayanan dan pengawasan ibadah haji secara profesional.
Langkah ini juga dianggap krusial mengingat Indonesia merupakan negara pengirim jemaah haji terbesar di dunia, dengan total 241.000 jemaah pada musim haji 2025, terdiri atas 221.000 jemaah kuota dan 20.000 jemaah nonkuota.
Visa Nonkuota Diatur, Jemaah Lebih Terlindungi
Dalam revisi ini, DPR juga menyisipkan pengaturan baru mengenai pembagian visa haji menjadi dua kategori, yakni visa kuota dan visa nonkuota, untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi jemaah nonkuota, yang selama ini kerap menghadapi ketidakpastian hukum dan risiko birokrasi di Tanah Suci.
“Ini menjadi penting agar tata kelola visa nonkuota tidak merugikan jemaah dan ada perlindungan yang jelas dari negara,” ujar Iman Sukri.
BPIH Akan Ditetapkan Lebih Awal, DPR Pastikan Keterlibatan Publik
Revisi juga mencakup pengaturan mekanisme pengusulan dan pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Mulai tahun 2025, BPIH untuk tahun pelaksanaan berikutnya (2026 dan 2027) akan dibahas lebih awal, dengan penetapan biaya dilakukan minimal satu tahun sebelum keberangkatan.
Revisi ini juga mengubah judul Bab 12A dari “peran serta masyarakat” menjadi “partisipasi masyarakat”, menekankan pentingnya keterlibatan publik secara aktif dalam pengawasan dan pelaksanaan ibadah haji.
“Kita ingin partisipasi masyarakat bukan hanya simbolis, tetapi memiliki peran substansial dalam penyelenggaraan ibadah haji,” papar Iman.
Selangkah Lagi Jadi RUU Inisiatif DPR
Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan, memastikan seluruh fraksi di Baleg telah menyepakati hasil harmonisasi dan revisi undang-undang tersebut untuk segera dibawa ke rapat paripurna terdekat sebagai RUU Inisiatif DPR RI.
“Catatan harmonisasi ini sangat penting untuk dilanjutkan ke tahapan selanjutnya,” tegas Bob.
Dengan dukungan penuh legislatif, revisi UU Haji ini diharapkan menjadi fondasi kokoh reformasi penyelenggaraan ibadah haji, yang mengutamakan perlindungan jemaah, keadilan akses, dan tata kelola yang terintegrasi antar kementerian/lembaga.