Hypeabis - Jadi Metode Diet Populer, Pahami Aturan Intermittent Fasting Menurut Ahli Nutrisi
Kesehatan,
Hypeabis - Jadi Metode Diet Populer, Pahami Aturan Intermittent Fasting Menurut Ahli Nutrisi


Tren
intermittent fasting(IF
)makin populer di kalangan masyarakat yang ingin menurunkan berat badan atau memperbaiki metabolisme tubuh. Akan tetapi, di balik trennya, muncul pertanyaan apakah metode ini terbilang aman untuk kesehatan jangka panjang?
Melansir Johns Hopkins Medicine, ahli saraf Johns Hopkins Mark Mattson mengatakan tubuh manusia telah berevolusi agar mampu bertahan hidup tanpa makanan selama berjam-jam atau bahkan beberapa hari atau lebih lama.
Dahulunya, pada zaman prasejarah, sebelum manusia belajar bertani, manusia adalah pemburu dan pengumpul yang berevolusi untuk bertahan hidup dan berkembang dalam waktu lama tanpa makan. Ini membutuhkan banyak waktu dan tenaga.
Tentu saja dahulu lebih mudah untuk menjaga berat badan yang sehat. Tidak ada komputer dan acara TV dimatikan pada jam malam, serta porsi makanan jauh lebih kecil. Lebih banyak orang bekerja dan bermain di luar ruangan. Ini yang mendorong terjadinya perubahan besar dari sisi keseharian aktivitas dan pola makan manusia pada zaman kini.
Baca juga: Metode Diet Intermitten Fasting untuk Menurunkan Berat Badan yang Aman
IF hadir sebagai metode yang dianggap memberi jeda konsumsi pada rentang waktu tertentu. Mattson mengatakan bahwa setelah berjam-jam tanpa makanan, tubuh menghabiskan simpanan gula dan mulai membakar lemak.
Artinya, puasa intermiten bekerja dengan memperpanjang periode ketika tubuh membakar kalori yang dikonsumsi selama makan terakhir dan mulai membakar lemak.Penelitian Mattson menunjukkan bahwa butuh waktu 2-4 minggu sebelum tubuh terbiasa dengan metode IF ini.
Memahami Tubuh
Banyak metode IF diklasifikasikan berdasarkan jendela makan. Ada pendekatan harian dengan membatasi makan harian menjadi satu periode sebanyak 6-8 jam setiap hari. Misalnya, puasa 16/8 atau makan selama 8 am dan berpuasa selama 16 jam.
Rencana puasa berselang lainnya dikenal sebagai pendekatan 5:2 yakni makan secara teratur 5 hari seminggu. Untuk 2 hari lainnya, orang bisa membatasi diri pada satu kali makan dalam 500-600 kalori.
Namun menurut Ahli Nutrisi dan Anti Aging Yovi Yoanita, pendekatan ini tidak bisa digeneralisasi untuk semua individu. Terdapat berbagai faktor yang menentukan apakah metode puasa ini cocok atau justru berisiko bagi seseorang.
Yovi menyebut bahwa IF adalah pendekatan yang cukup tricky. Tidak semua orang bisa merespons dengan baik terhadap metode ini. “Biasanya yang cocok intermittent fasting itu orang yang insulinnya tinggi dan memang ingin menurunkan berat badan,” jelas Yovi.
Selain itu, penting juga untuk memastikan tidak ada gangguan hormon seperti masalah tiroid, kecemasan, atau kecenderungan hipoglikemia.
Pada perempuan, Yovi menyebut perlu membuat perhatian khusus terhadap fase hormonal yang sedang berlangsung. Siklus menstruasi, gangguan tiroid, hingga kondisi emosional seperti stres kronis atau gangguan kortisol yang tinggi bisa memperparah kondisi jika memaksakan diri menjalani intermittent fasting. Dalam beberapa kasus, Yovi menekankan justru stres bisa meningkat karena tubuh tidak siap menghadapi jeda makan yang panjang.
"Masalahnya, banyak orang menerapkan IF tanpa pemahaman yang mendalam. Puasa hanya dilakukan sekadar memperpanjang waktu tidak makan, tanpa memperhatikan kualitas makanan saat jendela makan terbuka," katanya.
Pendekatan yang tidak bijak ini ini berisiko menyebabkan ketidakseimbangan metabolik atau memperburuk kondisi kesehatan yang sudah ada sebelumnya. Oleh karena itu, bagi Yovi, IF bukan soal berlama-lama dalam jendela puasa, tapi perlu keseimbangan di semua sisi termasuk memperhatikan jenis makanan saat tiba pada jendela makan.
Karena itu, intermittent fasting sebaiknya dipertimbangkan secara personal. Dia juga tetap menyarankan untuk konsultasi dengan ahli gizi atau tenaga medis sebelum memulai metode ini. Ahli dapat mengevaluasi kondisi tubuh, riwayat kesehatan, serta keseimbangan hormon agar metode ini tidak membawa dampak negatif.
Baca juga: Hindari 5 Kesalahan Ini Saat Diet Intermitten Fasting
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)