Sosial Media
powered by Surfing Waves
0
News
    Home Berita Featured IPB

    Mikrobioma Jadi Kunci Keberhasilan Konservasi Orangutan Sumatera, Pakar IPB: Penting untuk Proses Rehabilitasi - GNFI

    3 min read

     

    Mikrobioma Jadi Kunci Keberhasilan Konservasi Orangutan Sumatera, Pakar IPB: Penting untuk Proses Rehabilitasi

    Mikrobioma Jadi Kunci Keberhasilan Konservasi Orangutan Sumatera, Pakar IPB: Penting untuk Proses Rehabilitasi


    Mikrobioma usus berperan penting dalam konservasi orangutan Sumatera. Hal ini diungkapkan Prof. drh. Safika dari IPB University dalam Pra Orasi Ilmiah Guru Besar IPB University, Kamis (26/6/2025).

    Penelitian tersebut memberikan perspektif baru dalam meningkatkan keberhasilan adaptasi orangutan pasca pelepasliaran dari penangkaran ke habitat alaminya.

    Mikrobioma usus, yang terdiri dari beragam mikroorganisme seperti bakteri, arkea, dan jamur, ternyata memegang peran krusial dalam kesehatan orang utan. Komunitas mikroba ini tidak hanya membantu proses pencernaan melalui fermentasi pakan, tetapi juga berperan dalam sintesis vitamin, produksi asam lemak rantai pendek, hingga modulasi sistem imun.

    Prof. Safika menekankan bahwa keseimbangan mikrobioma menjadi penentu utama dalam kesuksesan proses rehabilitasi dan pelepasliaran satwa endemik yang berstatus kritis ini.

    Mikrobioma bikin orangutan lebih sehat

    Hasil penelitian menunjukkan perbedaan mencolok dalam keragaman mikrobioma antara orang utan liar dan yang dipelihara di penangkaran. Individu liar memiliki komposisi mikroba yang lebih beragam dan stabil, yang berkorelasi dengan daya tahan tubuh yang lebih baik.

    Sebaliknya, orang utan hasil rehabilitasi sering mengalami dysbiosis atau ketidakseimbangan mikrobioma yang menyebabkan berbagai masalah kesehatan, mulai dari gangguan pencernaan hingga peradangan kronis. Kondisi ini secara signifikan mengurangi peluang keberhasilan adaptasi mereka di alam bebas.

    Prof. Safika mengusulkan penggunaan profil mikrobioma sebagai alat evaluasi non-invasif dalam program konservasi. Dengan menganalisis komposisi mikroba usus, para konservasionis dapat menilai kesiapan seekor orang utan untuk dilepasliarkan. 

    Pendekatan ini dinilai lebih akurat dan kurang stres bagi satwa dibandingkan metode pemeriksaan konvensional. "Kesehatan mikrobiota seharusnya menjadi bagian dari protokol standar dalam program konservasi," tegasnya.

    Baca juga Koridor Satwa, Solusi BRIN Jaga Kelestarian Orangutan Tapanuli

    Probiotik Alami untuk Orangutan

    Sebagai solusi untuk mengatasi dysbiosis, tim peneliti mengembangkan probiotik alami yang diisolasi dari orang utan liar. Bakteri Asam Laktat (BAL) seperti Lactobacillus plantarum dan Weissella paramesenteroides terbukti efektif memperkuat lapisan usus dan menghambat patogen.

    Untuk memastikan probiotik tetap efektif sampai ke saluran pencernaan, tim menggunakan teknologi enkapsulasi yang melindungi bakteri dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan.

    Prof. Safika merekomendasikan pendekatan konservasi yang mengintegrasikan data mikrobioma dan analisis genomik. Sistem ini memungkinkan pemantauan kesehatan satwa secara real-time dan deteksi dini terhadap potensi masalah kesehatan.

    "Model ini tidak hanya relevan untuk orang utan, tetapi dapat diaplikasikan pada berbagai satwa liar lainnya," ujarnya. Dengan pendekatan berbasis sains ini, diharapkan keberhasilan program konservasi satwa endemik Indonesia dapat ditingkatkan secara signifikan.

    Temuan ini membuka babak baru dalam dunia konservasi, di mana pemahaman tentang mikrobioma dapat menjadi senjata ampuh dalam mempertahankan kelestarian satwa-satwa langka.

    Implementasi rekomendasi Prof. Safika diharapkan dapat meningkatkan angka keberhasilan pelepasliaran orang utan dan menjadi model bagi upaya konservasi satwa liar lainnya di Indonesia.

    Baca juga Serupa tapi Tak Sama, Perbedaan Orangutan Sumatera, Kalimantan, dan Tapanuli

    Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

    Komentar
    Additional JS